Kanal24, Malang – Pesisir Malang Selatan memiliki beberapa rintisan kawasan konservasi berbasis masyarakat. Area yang dipilih sebagai rintisan kawasan konservasi merupakan area yang memiliki potensi habitat penting, mulai dari mangrove, terumbu karang, peneluran penyu dan lokasi pemijahan ikan komersial. Habitat-habitat penting ini harus dikelola dengan baik agar pemanfaatannya dapat terus berlanjut hingga dapat dijadikan kawasan lindung sekaligus sumber ekonomi biru bagi masyarakat.
Istilah ekonomi biru atau blue economy merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya lingkungan yang berasal dari laut yang dapat mendukung serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem laut. Ekonomi biru terdiri dari berbagai sektor mulai dari perikanan, energi terbarukan dari laut, potensi pariwisata, transportasi air, hingga yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan yaitu pengelolaan limbah dan mitigasi perubahan iklim. Berbagai sektor tersebut diharapkan dapat dikelola secara berkelanjutan guna membantu mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.
Kawasan-kawasan konservasi berbasis masyarakat dikelola oleh kelompok masyarakat, dengan berbagai aktivitas pendukung kegiatan konservasi termasuk keberadaan sekolah alam sebagai sarana edukasi konservasi kepada anak-anak setempat. Saat ini, terdapat dua lokasi di pesisir Malang yang memiliki sekolah alam yaitu Sekolah Alam Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) di pesisir Gajahrejo, Kecamatan Gedangan dan Sekolah Alam “Sidolan” di Clungup Mangrove Conservation (CMC) yang berada di pesisir Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Meskipun keberadaan sekolah alam dapat mendukung kegiatan konservasi, terdapat permasalahan utama yaitu sekolah alam belum memiliki konten dan modul edukasi yang dapat memberikan pembelajaran secara komprehensif. Hal ini berakibat pada potensi materi lokal yang tidak dapat tersampaikan sepenuhnya. Permasalahan lainnya yang dihadapi yaitu keterbatasan kualitas sumber daya manusia (SDM) serta keterbatasan akses internet sehingga proses belajar mengajar juga masih kurang efektif dan efisien. Kegiatan pembelajaran di sekolah alam yang berjalan hingga saat ini hanya disampaikan secara insidental melalui tatap muka/diskusi langsung.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tim Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya (UB) mengembangkan perangkat edukatif agar dapat memfasilitasi kegiatan konservasi. Perangkat ini berbasis konten lokal yang ada di BSTC dan CMC.
Penyerahan perangkat portabel server kepada pengelola CMC (Dok Tim DM UB)
Penyerahan perangkat portabel server kepada pengelola BSTC (Dok. Tim DM UB)
“Perangkat ini cukup fleksibel karena ukurannya yang kecil, tidak memerlukan akses internet, dan berisi materi audio visual yang menarik sehingga memudahkan pengelola sekolah alam dalam memberikan materi”, ujar Achmad Basuki, Ph.D selaku ketua Tim Doktor Mengabdi.
Perangkat ini merupakan konfigurasi dari Moodle server dengan Raspberry Pi 4, yang di dalamnya berisi konten-konten edukasi konservasi dengan tema penyu untuk BSTC, serta tema mangrove dan ekowisata untuk CMC. Secara umum, perangkat ini juga berisikan materi tentang konservasi dan pencemaran laut dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Perangkat ini dapat melengkapi paket ekowisata yang telah ada di CMC dan BSTC, di mana pengunjung tidak hanya datang dan menikmati panorama yang ada, tetapi juga mendapatkan edukasi mengenai kekayaan hayati dan aktivitas konservasi yang ada di lokasi tersebut.
Dilengkapi dengan tour virtual melalui visualisasi camera 360 pada BSTC dan CMC, menjadikan tampilan perangkat menjadi lebih atraktif. Modul yang telah dimasukkan ke dalam server Moodle Box juga dapat diakses secara terbuka oleh siapapun melalui laman yang disediakan. Dengan adanya perangkat ini diharapkan dapat memperkenalkan serta menyebarluaskan informasi mengenai kegiatan konservasi di pesisir Malang ke tempat-tempat lainnya di Indonesia, terutama pulau-pulau kecil yang jauh dari jangkauan internet. (Tis)