Koperasi memiliki prinsip, nilai dan jiwa yang penuh dengan keluhuran (tentang prinsip, nilai dan jiwa koperasi telah dituangkan dalam beberapa artikel sebelumnya). Prinsip, nilai dan jiwa ini, tidak boleh semata hanya digunakan sebagai simbol dan “ritual” semata, namun perlu disertai dengan upaya untuk terus menerus mengembangkan substansi dan isi dalam gerak dinamika jaman yang terus berubah. Meminjam istilah Buya Safii Ma’arif, prinsip, nilai dan jiwa dapat dikatakan sebagai Ideologi Isi, sedangkan dalam tataran implementasi memerlukan Ideologi Praktis.
Pada ranah Ideologi Isi, koperasi telah memiliki prinsip, nilai dan jiwa yang kukuh, namun dalam hal Ideologi Praktis seperti gagap dan lumpuh dalam berhadapan dengan struktur. Prinsip, nilai dan jiwa tidak sebatas dimuliakan dalam kata dan tulisan, tetapi dilecehkan dalam perangai dan tindakan. Prinsip, nilai dan jiwa perlu diimplementasi secara bertanggung jawab. Koperasi yang sesungguhnya koperasi ialah koperasi yang antara Ideologi Isi dan Ideologi Praktis seiring serta konsisten. Kesenjangan antara Ideologi Isi dan Ideologi Praktis adalah pelecehan sekaligus tindakan anarkis terhadap koperasi.
Ideologi Praktis dalam ber-koperasi membutuhkan (salah satunya adalah) partisipasi anggota. Agar anggota mampu berpartisipasi secara bertanggung-jawab, maka memerlukan pencerdasan sekaligus pencerahan. Pencerdasan dalam konteks ilmu dan pengetahuan (apa dan bagaimana) serta pencerahan dalam aspek moral (apa yang semestinya), itulah yang menjadi tanggung jawab koperasi dalam lingkup pendidikan. Tanpa pencerdasan dan pencerahan, demokrasi (sosial dan ekonomi) dalam koperasi tidak akan pernah terwujud.
Berkoperasi secara fungsional dimaknakan bahwa prinsip, nilai dan jiwa koperasi mesti difungsikan secara nyata, tidak dibiarkan sebatas kata dan tulisan serta dikhianati dalam kebijakan sekaligus tindakan. Prinsip, nilai dan jiwa tersebut perlu dioperasionalkan dalam bentuk Ideologi Praktis yang menuntun. Ideologi Isi (relatif) lebih “beku”, namun Ideologi Praktis dapat dikembangkan sesuai dengan arah perubahan jaman, tanpa mengingkari Ideologi Isi-nya. Dengan idealisasi seperti inilah, ko-operator dapat berperan dalam membentuk kebudayaan dan ber-budaya koperasi yang semesti-nya.
Akhirnya, ber-koperasi mesti dengan kesadaran mengenai prinsip, nilai dan jiwa. Kesadaran yang memberi arah pada perangai, tabiat dan tindakan. Kesadaran untuk membangun Ideologi Praktis yang tak ingkar pada Idelogi Isi. Pada tataran inilah, koperasi tidak hanya “hidup” dalam nama semata. Semoga kita dimudahkan Tuhan dalam ikhtiar untuk memperoleh kebajikan dan kebijaksanaan !
SUBAGYO
Dosen FE Universitas Negeri Malang