Kanal24, Malang – Dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045, kedaulatan pangan menjadi salah satu topik penting yang menjadi perhatian besar Indonesia yang harus direalisasikan. Sehingga, Indonesia bisa berdaulat dalam hal pangan. Visi ini menjadi landasan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB) gelar Seminar Nasional yang bertajuk Dialog Kedaulatan Pangan dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045, Senin (10/04/2023).
Acara ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Guru Besar FP Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Ali Agus DAA., DEA, Dekan FP Universitas Jember (Unej), Prof. Dr. Ir. Soetriono, M.P, serta CO Founder Strategic Policy Institute, Dr. Amin Subekti yang dimoderatori oleh Corporate & Development Director Times Indonesia, Naning Yusuf.
Guru Besar FP Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Ali Agus DAA. (Sukana/Kanal24)
Prof. Ali Agus menyampaikan materi yang bertema efektivitas strategi pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan dengan perkembangan zaman. Demi mewujudkan kedaulatan pangan dan menjaga ketahanan nasional, maka dasarnya ada di desa-desa yang ada di Indonesia.
“Bagaimana dari desa, kita jadikan benteng kedaulatan bangsa,” ujar Prof. Ali Agus.
Baca Juga: Kritisi Arah Kedaulatan Pangan, BEM FP UB Gelar Seminar Nasional
Mengapa kedaulatan pangan ada di desa. Hal ini dikarenakan jika desa maju, Indonesia akan berdaulat 60 persen di desa. Ia mencontohkan, pada saat Pandemi Covid-19 bagaimana jika para petani, peternak, hingga nelayan berhenti bekerja. Tentunya masyarakat Indonesia akan kelaparan.
Oleh karena itu, masyarakat harus bersyukur profesi produsen pangan ke depan akan menjadi salah satu profesi yang mulia. Maka, siapapun termasuk generasi muda yang bekerja di sektor pertanian, peternakan, hingga perikanan jangan berkecil hati karena sektor tersebut menjadi sektor mulia.
Dekan FP Universitas Jember (Unej), Prof. Dr. Ir. Soetriono, M.P
Sementara itu, Prof. Soetriono menyampaikan materi yang bertema pola perubahan ekonomi pertanian dan konsumsi masyarakat terhadap kedaulatan pangan. Tema tersebut mendorong generasi muda mengetahui bagaimana proses komitmen dari pemerintah yang utamanya terkait kebijakan-kebijakan pemerintah yang selama ini selalu tarik ulur terkait pertanian.
“Salah satu kompetensi jurusan pertanian adalah menjadi petani. Jangan mengira menjadi petani itu berlumpur atau kotor, tapi petani itu manager,” terang Prof. Soetriono.
Melalui tema tersebut, ia mendorong dan mengubah mindset mahasiswa FP UB bahwa pekerjaan menjadi petani adalah manager. Hal ini dikarenakan petani yang dimaksud adalah merencana, mengelola, memasarkan, dan mencari modal.
CO Founder Strategic Policy Institute, Dr. Amin Subekti
Serta, Dr. Amin Subekti menyampaikan materi yang bertema potret kontraksi kebijakan konstruksi kebijakan pemerintah dalam menjaga kedaulatan pangan nasional. Berangkat dari berbagai masalah yang ada di Indonesia mulai dari kesalahan dalam pengelolaan negara, bagaimana perencanaan negara yang tidak dikelola dengan baik, dan yang penting adalah tingginya biaya hidup.
“Jika kita bicara food security, tidak hanya availability tapi juga for the ability. Bagaimana keterjangkauannya, jika ada barangnya apakah bisa dibeli atau tidak,” ujar Dr. Amin.
Dr. Amin juga menyinggung terkait tiga survey konsisten di Indonesia yang mengatakan bahwa apa yang saat ini dihadapi masyarakat, pertama adalah tingginya harga pangan dan yang kedua terbatasnya lapangan kerja hingga survey ketiga dan seterusnya yang berbeda.
Berdasarkan survey tersebut dapat diartikan bahwa Indonesia sedang menghadapi permasalahan yang mendasar dan ini menjadi tantangan bagi generasi muda untuk mengubahnya demi mencapai Indonesia Emas 2045. (nid)