KANAL24, Jakarta – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) masih belum terlalu merugikan Indonesia. Bahkan kinerja ekspor Indonesia ke AS secara year to date (Ytd) sejak awal Januari hingga Mei 2019 lalu tumbuh positif. Bahkan bisa surplus mencapai USD3,92 miliar.
Namun neraca perdagangan dengan China pada periode yang sama memang mengalami defisit USD8,84 miliar. Surplus perdagangan dengan AS memang yang terbesar dibandingkan perdagangan dengan negara lain. Namun di saat yang sama defisit perdagangan dengan China juga yang terparah sepanjang tahun ini.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa surplus perdagangan dengan AS ini menunjukkan bahwa dampak perang dagang tidak terlalu berpengaruh pada ekspor ke AS. Meski begitu tetap perlu diperhatikan perkembangan global akibat perang dagang tersebut.
“(Perang dagang) terganggu sih tidak. Bukan masalah dampak dari trade war secara langsung. Tapi kan pertumbuhan ekonomi Amerika ada kecenderungan menurun, sehingga permintaan terhadap barang ekspor, tidak hanya ke Indonesia, tapi ke seluruh negara itu menurun,” kata Perry di komplek DPR RI Jakarta, Senin (8/7/2019).
Salah satu strategi yang perlu Pemerintah lakukan di tengah kondisi global yang bergejolak seperti saat ini adalah mengisi ketersediaan pasar internasional yang sebelumnya dipasok oleh Tiongkok ataupun AS.
“Dengan pemerintah AS memang harus meningkatkan hubungan dagang secara bilateral. Kalau dengan Amerika itu kita bisa menjual ke sana, ekspor ke sana, tapi kita juga membeli atau mengimpor dari sana,” jelas Perry. (sdk).