KANAL24, Malang – Ayam Kampung sudah memasuki dunia bisnis, dengan berbagai macam modifikasi. Baik modifikasi dalam budidaya, peternaknya, pakannya, sampai di bidang pasar. Disampaikan oleh Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Prof.Suyadi pada pembukaan seminar daring Dinamika Bisnis Budidaya Ayam Kampung Jilid 2 yang mengusung tajuk Bisnis Ayam Kampung di Indonesia Timur, jumat (14/8/2020).
Menurutnya, akhir-akhir ini di Rumah Makan lesehan atau Rumah Makan yang besar sudah jarang menggunakan ayam potong (broiler) panggang maupun goreng. Ayam kampung dan persilangannya diarahkan menjadi ayam siap saji untuk ke warung-warung dan restoran-restoran. Kemungkinan besar, untuk ayam broiler atau ayam pedaging diarahkan ke suatu produk-produk tertentu. Karena memang trend konsumsi masyarakat sudah berbeda saat ini atau segmen konsumennya berbeda.
“Ayam kampung yang asli untuk komersialisasi kelihatannya masih berat. Sehingga saat ini di Jatim, Jabar, dan Jateng tahun 2019 sudah ada yang mendeklarasikan brider untuk persilangan ayam kampung. Kalau Jatim sudah cukup banyak, bahkan bibit persilangannya sudah dikirim ke berbagai macam wilayah di Indonesia dan ternyata mereka sangat menguntungkan dari sisi pasar dan bisnis,” beber Suyadi.
Sementara itu, salah satu pemateri, Dr.Ir. Sisca Tirajoh, M.Si, seorang peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua mengatakan, perkembangan populasi ayam kampung di Papua, sejak tahun 2010-2019, hanya mengalami sedikit peningkatan.
Terlihat pada 5 tahun sebelumnya, tahun 2011-2015 hanya mengalami peningkatan 6.87 persen dan 5 tahun terakhir dari 2015-2019 hanya sedikit mengalami peningkatan yaitu sebesar 19,35 persen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tentunya produktivitas ayam kampung yang masih rendah baik populasi, produksi telur, maupun produksi unggas disertai juga mortalitas yang sangat tinggi.
Selain itu, pakan yang tidak berkualitas atau seadanya karena biaya pakan yang diperuntukkan untuk memelihara ayam kampung kurang lebih 60 sampai 70 persen, belum tersedianya sistem pembibitan yang memadai untuk bisa menyediakan bibit ayam kampung berkualitas.
“Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah melalui Balitbangtan (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian) yaitu telah diperoleh galur baru ayam kampung unggul hasil inovasi badan penelitian dan pengembangan pertanian melalui penelitian inovasi teknologi program breeding (seleksi) yang menghasilkan 2 galur unggul ayam kampung, yaitu ayam KUB (Ayam Kampung Unggul Balitbangtan) dan SENSI-1 AGRINAK (Sentul Terseleksi),” jelasnya.
Keunggulan ayam KUB-I dibandingkan ayam kampung konvensional yakni produksi telur tinggi sebesar 180 butir per induk per tahun, sifat mengeram sangat rendah, konsumsi pakan rendah, pertumbuhan lebih cepat, mortalitas rendah yakni kurang dari 5 persen, daya tetas telur lebih tinggi sebesar 85 persen. Keberadaan ChiKUB (Ayam KUB) di Papua pada tahun 2019 telah mencapai 350 DOC/Kab.Jayapura (KWT Renyai, Kelota Milenial, Kelota OAP, Sabron, Lembaga Keagamaan Ikhwan Papua/Pesantren.
Sedangkan untuk galur SENSI-1 Agrinak Tipe Pedaging berasal dari sumberdaya genetik ayam Sentul Ciamis.
“Peluang bisnis ayam kampung, segmen yang paling mudah diperoleh dalam bisnis ayam kampung yaitu menyediakan telur konsumsi dan menghasilkan telur tetas/DOC. Potensi ayam kampung, membantu pencapaian target produksi daging unggas, memiliki cita rasa yang khas, enak, lezat, dan adanya tren konsumsi masyarakat terhadap produk sehat dan alami serta meningkatnya industri kuliner,” tandas perempuan asli Manado itu. (Meg)