KANAL24, Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menegaskan pihaknya sudah memenuhi anjuran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan keringanan bagi debiturnya yang terdampak wabah corona.
Bank pelat merah ini telah melakukan restrukturisasi kredit seperti yang diatur dalam POJK No.11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai Kebijakan countercyclical dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (covid-19).
Direktur Utama BBRI, Sunarso, menjelaskan sejak 16 Maret hingga 26 Mei 2020, pihaknya sudah merestrukturisasi kredit kepada 2,30 juta nasabah. Adapun total baki debet untuk program restrukturisasi ini mencapai Rp140,24 triliun.
“BRI melakukan mapping untuk membuat kebijakan restrukturisasi kredit. Masing-masing nasabah kita petakan lalu kita sampaikan pada nasabah dimana nasabah daftar online, lalu dilakukanlah restrukturisasi,” kata Sunarso dalam paparannya secara virtual, Jumat (5/6/2020).
Dari total nasabah yang diberikan keringanan tersebut, Sunarso menyebutkan ada lima klaster penerima program restrukturisasi. Kelima klaster tersebut adalah pelaku usaha mikro sebanyak 1,16 juta nasabah dengan saldo pokok dari plafon pinjaman (baki debet) sebesar Rp56,07 triliun. Kemudian klaster yang melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebanyak 1,04 juta debitur dengan nilai Rp18,67 triliun.
Selanjutnya untuk klaster ritel yang diberikan keringanan kredit sebanyak 78.392 debitur senilai Rp57,52 triliun. Untuk klaster konsumer sebanyak 26.040 debitur dengan nilai Rp6,77 triliun dan klaster menengah – korporasi sebanyak 42 debitur senilai Rp1,19 triliun.
Diakui Sunarso bahwa dengan adanya kebijakan restruktukturisasi tersebut dapat berpengaruh pada tingkat likuiditas perseroan. Oleh sebab itu pemerintah diminta untuk segera memberikan kebijakan yang bisa meringankan beban industri perbankan khususnya BBRI seperti bantuan likuiditas ataupun dalam bentuk subsidi.
“Para nasabah semua harus mengerti bahwa restrukturisasi itu dilakukan oleh bank sendiri dan bank belum dapat bantuan likuiditas dan subsidi. Ini lah yang kita terjemahkan sebagai sharing pain, dan itu kita sudah lakukan sambil menunggu bantuan likuiditas dan subsidi bisa diemplementasikan,” pungkasnya.(sdk)