KANAL24, Malang – Pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan membuat area resapan air di perkotaan semakin berkurang. Dengan memanfaatkan bangunan sederhana yang berwawasan lingkungan, tim mahasiswa dari Teknik Pengairan Universitas Brawijaya (UB) melalui Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Futuristik Konstruktif (PKM-GFK) menggagas sistem konservasi air khususnya di daerah perkotaan. Hal ini tentunya bertujuan untuk menanggulangi masalah banjir dan kekeringan yang kerap terjadi di perkotaan.
Mereka adalah Yosi Asterina Maharani, Anggie Aqidahtun Nisa, dan Syifa Allifa Utrujjah. Di bawah bimbingan Dr Eng. Donny Harisuseno, ST., MT., mereka menggagas IWSM (Integrated Water System Management).
Sebagai pilot project, ketiganya mengambil lokasi di kota Malang, yang mana tampungan drainase sudah tidak mampu lagi menampung kelebihan air yang melimpah. Hal inilah yang mengakibatkan bencana banjir saat musim hujan dan kekurangan air saat musim kemarau di beberapa titik di Kota Malang. Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan Kota Malang tahun 2017, permasalahan umum yang terjadi di Kota Malang meliputi genangan, alih fungsi lahan, dan minimnya pengolahan limbah.
IWSM ini terdiri dari lima bangunan sederhana yaitu sumur resapan, ABSAH (Aquifer Buatan Simpanan Air Hujan), lubang resapan biopori, ruang terbuka hijau skala rumahan, dan IPAL (instalasi pengolahan air limbah) dengan konstruksi weltand. Tim ini membutuhkan waktu pengerjaan inovasi system yang ditawarkan selama 2 bulan, mulai dari perencanaan konsep hingga detail bangunan.
“Di beberapa titik di Indonesia, khususnya Kota Malang kerap terjadi banjir saat musim Penghujan. Jika dibiarkan saja, ini bisa menjadi bencana tahunan. Kekeringan juga kerap terjadi dan sebenarnya hal itu saling berkaitan. Maka ISWM dipandang sangat pas jika diterapkan untuk di daerah perkotaan.
Di situ juga ada peranan pemerintah, maka apabila diterapkan akan sangat berasa hasilnya,” kata Yosi selaku Ketua Tim.
Prinsip IWSM sendiri adalah upaya mengisi kembali air tanah dengan tujuan untuk menanggulangi banjir saat musim hujan dan memberikan suplai air baku saat musim kemarau. Selain itu IWSM juga berguna untuk meningkatkan kualitas air buangan.
Cara kerja dari sistem ini adalah, air hujan yang turun diatap rumah akan dialirkan melalui talang ke ABSAH dan mengalami filterisasi oleh filter alami untuk menghilangkan komponen pengotor. Dari sini, air sudah dapat dipompa untuk digunakan sebagai air baku. Apabila air pada tampungan ABSAH penuh, air akan melimpas ke sumur resapan sebagai recharge dan perbaikan kualitas air tanah. Untuk air hujan yang jatuh di halaman, air akan diikat oleh ruang terbuka hijau yang ditanami tanaman bambu kuning yang dapat menyerap air. Sisa limpasan akan mengalir ke lubang resapan biopori.
Untuk memperbaiki kualitas air limbah rumah tangga, digunakan bangunan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) komunal dengan konstruksi wetland. Tanaman yang digunakan adalah Tanaman Lili Air (Sagittaria montevindensis) dan Bunga Tasbih (Canna sp) yang dalam penelitian-penelitian sebelumnya disebutkan dapat mereduksi kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan kadar fosfat dalam limbah.
Apabila system IWSM diterapkan, maka akan dapat mereduksi banjir sebesar 72 persen dan dapat memberikan suplai air baku sebanyak 3,36 meter kubik.
“Penerapan IWSM pada daerah perkotaan akan turut mendukung 6 dari 17 poin Sustainable Development Goals (SDGs) PBB. Poin utamanya yaitu Sustainable Cities and Communities dan lima poin lain yaitu: Good Health and Well, Clean Water and Sanitation, Industry Innovation and Infrastructure, Climate Action, dan Life on Land,” jelasnya.
Penerapan IWSM di skala perumahan untuk daerah perkotaan di Indonesia ini sangat memerlukan peranan dari pemerintah daerah yang dimulai dari desa/kelurahan. Nantinya akan ditawarkan pembentukan stakeholder terkait yaitu FPRB (Forum Penanggulangan Resiko Bencana) yang bertujuan untuk mengontrol dan mengevaluasi penerapan IWSM. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan seperti pelatihan, simulasi, sosialisasi, serta lomba RT tangguh.
“Kedepannya, diharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan baru untuk mendukung penerapan IWSM sehingga sistem ini dapat diterapkan mulai dari skala rumahan, perkotaan, dan akhirnya dapat diterapkan oleh masyarakat luas di seluruh Indonesia,” pungkas mahasiswa angkatan 2017 itu.(meg)