KANAL24, Jakarta – Emiten bank papan atas telah merilis hasil kinerja di periode kuartal III 2019 (3Q19). Deretan bank-bank big cap tersebut di antaranya BBCA, BBNI, BBRI, BMRI.
Analis PT Indo Premier Sekuritas Jovent Muliadi menilai BBCA adalah bank dengan pertumbuhan laba sebelum pencadangan provisi ( PPOP ) paling kuat. Akan tetapi dalam hal kualitas aset, BBCA dinilai sedikit tersendat.
Sementara BBRI sedikit mengalami masalah internal meskipun hal tersebut sebagian besar dampak tersebut telah tercermin dalam kinerja 3Q19. Sedangkan BMRI menorehkan kinerja 3Q19 yang cemerlang meskipun kurang mendapat apresiasi.Menurut Jovent, BBCA dan BMRI
jelas memperlihatkan keunggulan kinerja pada 3Q19 meskipun potensi penguatan lebih terbatas (karena alasan valuasi). Tetapi BBNI menghasilkan perubahan kinerja yang kuat (akibat biaya kredit lebih rendah dari perkiraan).
“Hanya (kinerja) BBRI yang di bawah ekspektasi tetapi ini terutama karena ada sedikit masalah internal di tengah perubahan posisi Dirut pada bulan September walaupun dampaknya mungkin hanya pada satu kuartal,” kata Analis Indo Premier tersebut seperti dikutip dari risetnya yang dirilis, Kamis (31/10/2019).
Dia menambahkan secara ytd, emiten bank mampu mengungguli benchmark market ( IHSG ) dengan marjin signifikan (unggul 8 persen ytd terhadap IHSG ) terutama karena keunggulan kinerja BBCA dan BBRI yang masing-masing menguat 19 persen dan 14 persen terhadap IHSG .
Sementara itu lanjut Jovent, penguatan harga saham BMRI dan BBNI kalah dibanding IHSG . Secara ytd kenaikan BMRI dan BBNI masing-masing 6 persen dan 14 persen. “Kami berpikir ke depan kecenderungan ini akan berbalik di tengah kinerja kuartal ketiganya yang kuat. Valuasi dan posisi dana asing juga kondusif pada Mandiri dan BNI,” tambahnya.
Dalam 9 bulan tahun ini (9M19), laba bersih BBCA naik 13 persen (YoY) dan 19 persen (QoQ). Laba tersebut menjadi sebesar Rp20,9 triliun sesuai dengan estimasi, mencapai 72 persen dari konsensus.
PPOP BCA tumbuh 19 persen (YoY) dan +13 persen (QoQ) vs industri yang hanya +6 persen (YoY) dan +8 persen (QoQ). PPOP yang kuat memungkinkan BCA menaikkan provisi secara keseluruhan (+100% YoY/ -28 persen QoQ) untuk mengatasi penurunan rating perusahaan baja dan portofolio Palu. Besaran portofolio Palu mencapai Rp700 miliar.
Biaya kredit BBCA naik 0,8 persen pada 9M19 vs 9M18 sebesar 0,5 persen (0,9 persen pada 1H19). NPL naik 1,6 persen di 3Q19 vs 1,4 persen di 3Q18 seiring penurunan rating sektor baja dan portofolio Palu.
“Kami menetapkan rating Hold saham BBCA terutama karena alasan valuasi,” katanya melanjutkan.
Saham BBCA diperdagangkan 4 kali P/B tahun 2020 vs rata-rata P/B 10 tahun sebesar 3,4 kali.
Sedangkan laba bersih BBRI di 9M19 sebesar Rp24,8 triliun, naik +5 persen (YoY)/+8 persen (QoQ). Pencapaian kinerja BBRI ini di bawah estimasi, hanya 70 persen dari estimasi.PPOP
BBRItumbuh 7 persen (YoY)/+10 persen (QoQ) tetapi diimbangi oleh provisi yang naik tajam mencapai +13 persen (YoY)/ +3 persen (QoQ). Hal ini dinilai sebagai tidak lazim karena BRI menetapkan provisi dalam 1 semester.
BRI membukukan kenaikan marjin bunga bersih (NIM) 7 persen di 9M19 relatif stabil vs 1H19 di level 7,6 persen. NPL naik 2,9 persen di 3Q19 vs 2,5 persen di periode 3Q18 dan 2Q19.
Sebagian besar lonjakan NPL terjadi di perusahaan non BUMN (10 persen di 3Q19 vs 5,8 persen di 3Q18) di tengah penurunan rating sektor tekstil dan semen. Risiko kredit naik 10,4 persen di 3Q19 dari 10 persen di 3Q18 tetapi membaik secara kuartalan di level 10,6 persen di periode 2Q19.
Indo Premier menetapkan rating Buy BBRI. Saat ini BBRI diperdagangkan 2,4 kali P/B sesuai dengan rata-rata P/B 10 tahun.
Kinerja BMRI dan BBNIAdapun laba BMRI sebesar Rp20,3 triliun di 9M19 atau +12 persen (YoY)/ +7 persen (QoQ) yang berarti sesuai dengan konsensus estimasi. Tetapi PPOP inti (tidak termasuk pendapatan penyelesaian pajak Rp744 miliar di 9M18) tumbuh +9 persen (YoY) dan +10 persen (QoQ).
NIM yang dicapai BMRI relatif flat sebesar 5,6 persen pada 9M19 dan hanya turun 10bps ytd. Kinerja BMRI ini dinilai cemerlang dengan mempertimbangkan yang terjadi pada
BBRI dan BBNI. NIM BBRI dan BBNI turun masing-masing 60bps dan 40bps ytd.
NPL Bank Mandiri membaik jadi 2,5 persen di 3Q19 vs 3 persen di 3Q18 (2,6 persen 2Q19). Restrukturisasi kredit naik menjadi Rp60 triliun pada 3Q19 atau 8,3 persen dari total kredit vs Rp53 triliun pada 2Q19.
saham Mandiri merupakan top pick Indo Premier Sekuritas. Saat ini
BMRI diperdagangkan sebesar 1,6 kali P/B vs rata-rata P/B 10 tahun sebesar 2 kali.
Sedangkan kinerja BBNI mengalami pembalikan kuat setelah kinerja yang buruk pada 2Q19/8M19. Laba
BBNI pada 9M19 sebesar Rp12 triliun atau naik +5 persen (YoY) /+22 persen (QoQ) yang berarti 76 persen dari konsensus.
PPOP BNI tumbuh +4 persen (YoY) /+6 persen (QoQ). Sementara provisi sedikit susut terutama secara kuartalan di tengah upgrade dan pembayaran oleh beberapa debitor.
NIM berada di kisaran 4,9 persen pada 9M19 atau relatif flat vs di periode 1H19 sebesar 5,3 persen (9M19) karena baik cost of fund maupun yield kredit flat (QoQ) BBNI naik 97 persen pada 3Q19 vs 92 persen 2Q19 (89 persen di 3Q18) yang akan diterjemahkan ke arah kenaikan NIM di 4Q19 dan tahun berikutnya. NPL BNI membaik jadi 1,8 persen pada 3Q19 vs 2 persen di 3Q18 (flat QoQ) seiring naiknya NPL dari segmen medium (+90bps YoY) diimbangi oleh penurunan NPL di segmen korporat (40bp YoY), small (-20bps YoY) dan konsumer (-10 bp YoY).
Risiko kredit membaik jadi 8,6 persen di periode 3Q19 vs 8,7 persen di 3Q18 (flat QoQ).
Bersama dengan Bank Mandiri, BNI juga top pick yang ditetapkan Indo Premier Sekuritas. Saham BNI masih diperdagangkan pada level 1,2 kali P/B tahun 2019 vs rata-rata P/B 10 tahun sebesar 1,4 kali. (sdk)