Kanal24 – Duka masih menyelimuti korban dan keluarga korban pasca Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober lalu. Tidak hanya luka fisik tetapi trauma psikologis juga dialami para korban dan keluarga korban.
Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Malang mulai 2 Oktober 2022 telah membuka pendampingan psikologis dan layanan psikososial bagi korban tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, salah satunya melalui hotline yang telah disediakan oleh UPTD PPA Kabupaten Malang.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang (DP3A) drg. Arbani Mukti Wibowo, mengungkapkan bahwa layanan pendampingan psikologis bagi korban dan keluarga tragedi Kanjuruhan masih terus dilakukan.
“Sejak hotline dibuka 2 Oktober lalu sudah ada yang melapor dan kita langsung layani person by person. Jika kemudian dibutuhkan home visit, kita juga lakukan itu,” kata drg. Arbani kepada Kanal24 (20/10/2022).
drg. Arbani menjelaskan bahwa proses layanan psikososial tersebut adalah kolaborasi tim gabungan yang melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, Arema, Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi), Fakultas Psikologi dari Universitas Brawijaya (UB), Universitas Merdeka (Unmer), Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKKNU), hingga kelompok organisasi masyarakat.
Layanan psikosial UPTD PPA untuk korban dan keluarga tragedi Kanjuruhan tidak hanya dilakukan melalui pendekatan person by person, drg. Arbani menyatakan bahwa pihaknya juga melakukan layanan psikososial dengan pendekatan community building yang juga melibatkan pemain dari Arema FC.
“Community building itu dimulai sejak tanggal 15 Oktober 2022 kemarin. Sasarannya termasuk juga supporter yang merasa gelisah, panik, setelah mengalami kejadian tersebut, kita juga libatkan pemain Arema,” katanya.
Ia berharap dengan pendekatan community building tersebut para penyintas, termasuk anggota keluarga, supporter, dan juga pemain Arema dapat saling menguatkan sehingga trauma itu bisa segera hilang.
UPTD PPA juga terus mengoptimalkan layanan berjenjang dengan meyesuaikan kebutuhan penyintas pasca assesmen psikologisnya.
“Misalnya melalui community building, jika ada individu yang perlu tindak lanjut kita lakukan person by person kembali yang pendampingannya dilakukan oleh psikolog Himpsi. Kalaupun para psikolog tadi ternyata ini perlu terapi klinis, kita koordinasi juga dengan psikolog klinis. Jika perlu terapi menggunakan obat-obatan maka baru dirujuk ke psikiater. Tapi sementara ini belum ada yang memerlukan hingga penanganan tersebut,” terangnya.
drg. Arbani mengungkapkan bahwa layanan psikososial ini akan lebih optimal dan tepat sasaran apabila masyarakat secara sadar dan mandiri melaporkan dirinya misalnya melalui hotline yang telah disediakan oleh UPTD PPA.
“Tidak seperti luka fisik, trauma psikis itu tidak kelihatan. Biasanya orang-orang tersebut malah bersembunyi. Jadi memang diawali dari kesadaran dari yang bersangkutan itu sendiri,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah penyintas yang menerima layanan dukungan psikososial per 19 Oktober 2022 sebanyak 186 orang yang didominasi oleh anak hingga remaja.
“Dari 186 korban yang mendapatkan pelayanan didominasi dari anak dengan rentang usia 6-18 tahun. sasaran pertama kami adalah perempuan dan anak tetapi karena trauma psikis ini bukan hanya didapatkan perempuan dan anak saja tapi juga lak-laki maupun dewasa maka kami jadikan satu,” pungkasnya.(din/sat)