Oleh : Tri Wijaya N. Kusuma*
Digital platform atau lebih spesifiknya media sosial, saat ini telah menjadi komponen integral penting dalam kehidupan masyarakat modern, termasuk dalam proses pengambilan keputusan, baik di tingkat individu maupun kebijakan public. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa media sosial memainkan peran signifikan dalam memfasilitasi komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, serta meningkatkan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan.
Kecenderungan masyarakat yang dengan mudahnya lebih mempercayai referensi dari opini atau pendapat netizen, daripada para ahli sesuai kepakaran dibidangnya sudah memasuki titik jenuh.
Tom Nichols (2017) dalam bukunya yang berjudul The Death of Expertise telah membahas fenomena di mana orang semakin menolak otoritas dan keahlian para pakar, menggantinya dengan opini pribadi atau informasi yang mereka dapatkan dari internet dan media sosial. Anti-Intelektualisme dan kepercayaan berlebihan pada diri sendiri saat ini marak terjadi. Ada kecenderungan bahwa orang saat ini merasa mereka “tahu segalanya,” meskipun mereka sebenarnya tidak memiliki keahlian di bidang tertentu. Hal ini diperparah oleh akses informasi yang luas tetapi tidak selalu akurat, terutama dari internet.
Peran Internet dan Media Sosial telah memberikan akses tanpa batas ke informasi, tetapi juga menciptakan makna bias bahwa semua opini yang didapatkan dari berbagai sumber memiliki bobot yang sama. Banyak orang seolah- olah lebih percaya pada blog, forum, atau teori konspirasi daripada hasil riset ilmiah yang telah diverifikasi dalam berbagai hasil riset bereputasi.
Tom Nichols pun dalam bukunya, menyoroti bagaimana sistem pendidikan modern, terutama di Amerika Serikat, lebih berfokus pada membuat siswa merasa percaya diri daripada menantang mereka untuk berpikir kritis. Selain itu, media sering kali mendukung sensasionalisme daripada menyajikan informasi berbasis fakta.
Kemampuan literasi masyarakat saat ini, terutama di Indonesia pun masih sangat jauh jika dibandingkan negara- negara tetangga yang lebih maju di ASEAN. Memaknai sumber, data dan fakta pun belum sepenuhnya paripurna.
Dengan daya literasi rendah tersebut, ditambah pula dengan banyak orang lebih memilih informasi yang sesuai dengan pandangan ideologis mereka daripada menerima fakta yang mungkin bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini membuat masyarakat semakin terpolarisasi dan sulit menerima pendapat ahli yang tidak sejalan dengan pandangan politik mereka.
Matinya Kepakaran
Tom Nichols (2017) telah memperingatkan bahwa jika keahlian terus diremehkan, keputusan publik akan semakin buruk. Ini dapat berdampak negatif pada kebijakan publik, kesehatan, sains, dan bahkan keamanan nasional, karena kebijakan diambil berdasarkan opini yang kurang mendasar daripada data dan analisis para ahli. Meskipun demokrasi memungkinkan setiap orang memiliki opini, itu tidak berarti semua opini sama benarnya. Semua pihak tentu perlu mendorong masyarakat untuk kembali menghargai keahlian, berpikir kritis, dan memilah informasi dengan lebih bijak.
Dengan maraknya aplikasi- aplikasi yang menyediakan kemudahan dalam mengakses segala macam sumber informasi, serta kecanggihan teknologi AI, baik ChatGPt hingga Deepseek sekalipun, masyarakat telah berada dalam “digital ocean” yang sebenarnya. Banyak fenomena di mana masyarakat lebih mempercayai informasi dari media sosial dan influencer dibandingkan pendapat para ahli. Hal ini terlihat dalam berbagai kebijakan publik yang lebih banyak dipengaruhi oleh opini populer daripada data ilmiah.
Penggunaan media sosial dan teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT telah membawa dampak signifikan dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Dalam satu sisi, kita dapat memaknai hal positif, antara lain peningkatan akses informasi dan pembelajaran, dimana media sosial memfasilitasi akses cepat ke berbagai sumber informasi dan materi pembelajaran, memungkinkan mahasiswa dan dosen untuk berbagi pengetahuan dan sumber daya secara efisien. Adaptasi teknologi seperti ChatGPT akan sangat memungkinkan mahasiswa mendapatkan gaya belajar yang lebih “personalize”, membantu mahasiswa memahami konsep yang kompleks melalui penjelasan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Tentu ini pula dapat meningkatkan efisiensi dalam penyelesaiain tugas.
Tantangan terhadap Integritas Akademik
Ada sisi positif, sudah tentu pula aka nada dampak negative. Dampak yang sangat krusial, adanya risiko plagiarisme dan ketergantungan. Kemudahan yang ditawarkan oleh berbagai platform aplikasi social media hingga AI ini tentu dapat menyebabkan masyarakat khususnya mahasiswa terpengaruh untuk menyalin jawaban tanpa pemahaman mendalam, yang berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dan integritas akademik.
Sehingga pentingnya pendidikan Etika dalam penggunaan teknologi sangat dibutuhkan. Perlunya penekanan pada pendidikan moral dan etika dalam memanfaatkan teknologi social media, untuk memastikan bahwa penggunaannya mendukung tujuan pendidikan tanpa mengorbankan nilai-nilai akademik.
Dengan berbagai kemudahan akses informasi melalui digital platform pula dapat menyebabkan penurunan minat baca di kalangan mahasiswa, karena mereka mungkin lebih memilih ringkasan instan daripada membaca sumber asli secara lengkap.
Integrasi media sosial dan teknologi seperti ChatGPT dalam pendidikan tinggi di Indonesia menawarkan berbagai manfaat, termasuk akses informasi yang lebih mudah dan pembelajaran yang dipersonalisasi. Namun, tantangan terkait integritas akademik, etika, dan minat baca juga perlu diperhatikan. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan kebijakan dan pedoman yang memastikan penggunaan teknologi ini secara bijak dan bertanggung jawab, sehingga dapat mendukung proses pembelajaran tanpa mengorbankan nilai-nilai akademik.
Dalam buku “The Death of Expertise” tersebut, Tom Nichols pun mengkritik sistem pendidikan tinggi yang memperlakukan mahasiswa sebagai konsumen, yang berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dan menghasilkan lulusan yang kurang kompeten meskipun memiliki kepercayaan diri tinggi. Pandangan ini didukung oleh beberapa pengamat yang melihat adanya komodifikasi pendidikan.
