Kanal24, Malang — Pilihan konsumen seharusnya dipahami melalui pendekatan ilmiah yang terukur. Di tengah meningkatnya kebutuhan produk peternakan yang berdaya saing, metode Discrete Choice Experiment (DCE) hadir sebagai salah satu instrumen penting untuk memetakan preferensi masyarakat. Urgensi implementasi metode ini menyangkut pengembangan produk berbasis kebutuhan pasar, dan juga menjadi dasar pengambilan keputusan strategis di sektor peternakan.
Berangkat dari kebutuhan tersebut, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) menggelar Pelatihan Metode Discrete Choice Experiment & Aplikasi di Bidang Peternakan pada Kamis (4/9/2025), di Ruang Sidang Lantai 6 Gedung 5 Fapet UB. Kegiatan ini diikuti sekitar 30 peserta, mayoritas mahasiswa pascasarjana, termasuk perwakilan dari Universitas Padjadjaran dan beberapa kota lain yang hadir secara daring.
Pentingnya DCE dalam Riset Sosial Ekonomi Peternakan
Ketua Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fapet UB, Awang Tri Satria, S.Pt., M.E., menjelaskan bahwa pelatihan ini digelar untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa dan dosen dalam analisis sosial ekonomi, khususnya di sektor peternakan.
“Tema ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan preferensi konsumen. Banyak produk peternakan yang perlu diteliti lebih jauh agar kita tahu bagaimana ketertarikan konsumen. Dari sini bisa terlihat arah pengembangan produk yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” ujarnya.

Memahami Preferensi Konsumen Lewat DCE
Dalam pelatihan ini, sebagai narasumber utama, Dr. Arif Yustian Maulana Noor, S.TP., M.Agr. dari Fakultas Pertanian UB memaparkan bahwa DCE merupakan metode prediksi preferensi manusia berbasis teori utilitas. Melalui pendekatan ini, kesukaan konsumen terhadap suatu produk bisa dikualitatifkan sekaligus dikalkulasi secara kuantitatif.
“DCE bisa digunakan untuk mengembangkan produk atau program baru yang berbasis preferensi masyarakat sehingga program tersebut dapat diterima dengan baik dan berkelanjutan. Konsep dasarnya, manusia akan memilih sesuatu berdasarkan apa yang dia sukai, dan metode ini mampu mengukur sejauh mana tingkat kesukaan atau ketidaksukaan itu,” jelasnya.

Dr. Arif menambahkan, secara global metode DCE sudah banyak diterapkan, bahkan WHO memiliki panduan khusus untuk penggunaan metode ini di bidang kesehatan. Namun, di Indonesia penerapan DCE masih relatif baru dan menghadapi tantangan, terutama pada ketersediaan referensi serta proses desain penelitian.
“Implementasi DCE di Indonesia butuh banyak sosialisasi. Tantangan utamanya ada di tahap awal, mulai dari mendesain hingga mengintegrasikannya ke dalam riset. Tetapi dengan praktek dan kajian berkelanjutan, metode ini bisa menjadi standar dalam penelitian sosial ekonomi, termasuk peternakan,” tambahnya.
Para peserta, yang sebagian besar mahasiswa pascasarjana, terlihat antusias mengikuti paparan. Diskusi dan tanya jawab berlangsung aktif, bahkan beberapa peserta mengaku menemukan ide riset baru setelah mendalami materi pelatihan.

“Saya melihat peserta antusias sekali. Harapannya, mereka tidak berhenti belajar dan terus mempraktekkan. Kalau tidak dipraktekkan, ilmu ini akan percuma,” pesan Dr. Arif.
Awang menegaskan bahwa dampak yang diharapkan dari kegiatan ini tidak berhenti di ruang pelatihan. “Target kita adalah peningkatan kualitas penelitian, kolaborasi riset bersama, dan tentu publikasi bersama yang bisa memberi manfaat bagi masyarakat,” tegasnya.
Dengan adanya pelatihan ini, Fapet UB menegaskan komitmennya untuk mendorong riset sosial ekonomi peternakan yang lebih aplikatif dan berbasis kebutuhan konsumen, sehingga hasil penelitian dapat benar-benar berdampak pada pengembangan sektor peternakan nasional.(Din/Dhit)