Kanal24, Malang – Imam Hidayat, SH, MH, resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pemeriksaan Persiapan sebagai Perwujudan Asas Cepat dalam Hukum Acara Perdata” pada sidang terbuka di Universitas Brawijaya, Malang, Senin (6/1/2025).
Dalam penelitiannya, Imam mengangkat isu sulitnya akses terhadap keadilan di pengadilan perdata akibat kekakuan persyaratan formal. “Banyak perkara diputus dengan Gugatan Tidak Diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard) karena syarat formal tidak terpenuhi,” ujar Imam. Penelitian ini bertujuan mendorong penerapan pemeriksaan persiapan dalam hukum acara perdata untuk mempercepat proses peradilan sekaligus memberikan akses keadilan yang lebih luas.
Konsep Pemeriksaan Persiapan
Imam menjelaskan bahwa konsep dismissal process atau pemeriksaan pendahuluan sudah diterapkan dalam sistem peradilan seperti Mahkamah Konstitusi dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, konsep serupa belum dikenal dalam hukum acara perdata di Indonesia, yang masih menggunakan sistem warisan kolonial.
“Pemeriksaan persiapan memberikan ruang bagi hakim untuk memeriksa dan memberi arahan terhadap kekurangan berkas perkara sebelum masuk ke pokok perkara,” ungkapnya. Langkah ini, menurut Imam, tidak hanya mempercepat proses hukum tetapi juga mengurangi risiko gugatan tidak diterima.
Rekomendasi Penelitian
Melalui disertasinya, Imam memberikan rekomendasi agar pemeriksaan persiapan diterapkan melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) atau dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Ia juga menekankan pentingnya pengimplementasian asas hakim aktif dalam sistem hukum acara perdata.
“Dengan adanya asas hakim aktif, masyarakat tidak akan terbelenggu oleh syarat formal yang seringkali menjadi penghalang keadilan,” katanya. Imam berharap konsep ini segera diadopsi untuk mendorong reformasi sistem hukum perdata di Indonesia.
Tanggapan Penguji
Sidang terbuka ini juga menghadirkan tanggapan konstruktif dari penguji, Prof. Dr. A. Rachmad Budiono, S.H., M.H. Menurutnya, konsep pemeriksaan persiapan yang diajukan Imam sangat relevan dan solutif.
“Banding ke hasil itu sangat panjang. Kalau konsepnya seperti yang dijelaskan tadi diterima, prosesnya akan jauh lebih cepat,” ujar Prof. Rachmad. Ia juga menambahkan bahwa persoalan banyaknya perkara yang diputus Gugatan Tidak Diterima sering terjadi karena kesalahan formalitas, yang sebenarnya dapat diatasi jika hakim tingkat pertama turut memeriksa kekurangan berkas sebelum masuk ke tahap persidangan pokok.
“Empirisnya, banyak perkara yang diputus NU (Niet Ontvankelijk Verklaard) karena formalitasnya salah. Untuk menghindari itu, hakim di tingkat pertama bisa memeriksa lebih awal dan memberi arahan, seperti yang sudah diterapkan di pengadilan tata usaha negara atau Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Ketika ditanya tentang tahapan yang perlu dilakukan jika konsep ini diterapkan, Prof. Rachmad menjelaskan bahwa prosesnya tidak jauh berbeda. “Hakim hanya perlu memeriksa di tahap awal. Jika ada kekurangan, itu bisa segera diperbaiki, seperti yang dilakukan di pengadilan lain,” tuturnya.
Dukungan dan Harapan
Dalam wawancara setelah sidang, Imam mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya dan pihak-pihak yang mendukungnya. Ia juga mengajak advokat dan praktisi hukum untuk terus meningkatkan kompetensi akademik.
“Saya berharap teman-teman advokat lainnya termotivasi untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang doktoral. Universitas Brawijaya adalah tempat yang tepat untuk itu,” tutupnya.
Dengan gelar doktor yang diraihnya, Dr. Imam Hidayat, SH, MH. bertekad mendorong integrasi konsep pemeriksaan persiapan dalam sistem hukum acara perdata, agar masyarakat Indonesia dapat menikmati proses peradilan yang lebih cepat, efisien, dan berkeadilan.(din)