Kanal24, Malang – Perkawinan campuran antara warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) kerap menimbulkan persoalan hukum, terutama dalam pembagian harta bersama setelah perceraian. Kekosongan aturan dalam sistem hukum nasional menjadikan kasus-kasus tersebut rawan menghadapi ketidakpastian hukum, baik di ranah notariat maupun peradilan. Persoalan ini tidak hanya menyangkut keadilan bagi pasangan yang berpisah, tetapi juga berkaitan dengan kepastian hukum yang harus dijamin oleh negara.
Untuk menjawab problematika tersebut, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menyelenggarakan Ujian Terbuka Disertasi pada Kamis (11/9/2025) di Auditorium lantai 6 A. Promovenda Dr. Fitri Khairunnisa, S.H., M.Kn., memaparkan hasil penelitiannya berjudul “Pengaturan Harta Bersama Perkawinan Campuran Pasca Perceraian Dalam Sistem Hukum Perkawinan Nasional”.
Baca juga:
UMM Buka Pesmaba Gen25, Angkat Tema Ketahanan Pangan dan Energi

Fokus Penelitian
Dalam paparannya, Dr. Fitri menekankan bahwa kajiannya berangkat dari banyaknya kasus perkawinan campuran yang tidak memiliki dasar hukum jelas dalam pembagian harta bersama. Padahal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memang memperbolehkan perkawinan campuran, tetapi tidak mengatur secara rinci bagaimana harta bersama diperlakukan ketika terjadi perceraian.
“Disertasi saya menyangkut soal harta bersama perkawinan campuran pada pasangan WNI dan WNA, terutama ketika mereka bercerai. Bagaimana konsep pembagian hartanya masih belum diatur secara rinci. Keunggulan dari penelitian ini adalah menawarkan suatu konsep baru agar Mahkamah Agung dapat membuat peraturan atau Surat Edaran terkait,” ujar Dr. Fitri.
Sebagai notaris, ia mengakui kerap menemui persoalan hukum praktis yang sulit diselesaikan karena tidak adanya pedoman baku. Oleh sebab itu, penelitian ini sekaligus menawarkan garis besar solusi bagi para pemangku kepentingan—baik notaris, Pengadilan Negeri, maupun Pengadilan Agama.
Apresiasi Promotor
Prof. Suhariningsih, S.H., S.U., selaku promotor, memberikan apresiasi atas ketekunan dan capaian akademik Dr. Fitri. Ia menilai disertasi ini berhasil mengidentifikasi kekosongan hukum yang nyata dalam praktik perkawinan campuran.
“Perkawinan campuran antara WNI dan WNA memang diperbolehkan. Permasalahannya muncul ketika perkawinan itu putus. Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, tanpa memperhitungkan asal-usulnya. Namun, bagaimana pembagiannya pasca perceraian, terutama jika menyangkut aset tanah atau barang tidak bergerak, masih menjadi persoalan,” jelas Prof. Suhariningsih.
Beliau juga menyinggung keterkaitan isu ini dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Menurutnya, semangat nasionalisme dalam UUPA membatasi kepemilikan hak atas tanah oleh warga negara asing. Hal tersebut membuat pembagian harta bersama pada perkawinan campuran semakin kompleks.
Inovasi dalam Penelitian
Temuan utama dalam disertasi ini adalah adanya kebutuhan mendesak untuk menghadirkan regulasi khusus terkait harta bersama perkawinan campuran. Dr. Fitri mengusulkan agar Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif tertinggi menyusun peraturan atau Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) guna memberikan pedoman yang seragam.
Ia juga menegaskan pentingnya percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia agar pasangan perkawinan campuran memiliki payung hukum komprehensif. Dengan begitu, putusan pengadilan tidak lagi bergantung pada interpretasi yang berbeda-beda.
Implikasi Akademik dan Praktis
Topik ini dinilai memiliki relevansi tinggi baik di ranah akademik maupun praktis. Dari sisi akademik, penelitian ini memperkaya khazanah ilmu hukum perdata dan hukum keluarga di Indonesia. Sementara dari sisi praktis, hasil kajian dapat membantu aparat peradilan dan notaris dalam mengambil keputusan yang adil dan konsisten.
Prof. Suhariningsih menegaskan perlunya keberanian dari pembuat kebijakan. “Kalau ada guidance atau petunjuk dari Mahkamah Agung maupun kementerian terkait, maka putusan-putusan pengadilan bisa seragam. Selama ini banyak hakim yang ragu karena memang tidak ada aturan yang spesifik,” ujarnya.
Ujian terbuka ini juga dihadiri akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum yang antusias memberikan pertanyaan serta masukan. Forum tersebut memperlihatkan bahwa permasalahan harta bersama dalam perkawinan campuran merupakan isu nyata yang membutuhkan jawaban hukum.
Dr. Fitri berharap temuannya dapat dijadikan rujukan tidak hanya dalam praktik peradilan, tetapi juga dalam pembentukan regulasi baru. “Semoga penelitian ini dapat membantu memberikan kepastian hukum, khususnya bagi pasangan perkawinan campuran yang menghadapi perceraian,” pungkasnya.

Baca juga:
Kepemimpinan Baru FIA UB, Siap Tingkatkan Reputasi
Penyelenggaraan ujian terbuka ini kembali menegaskan komitmen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dalam mendukung pengembangan ilmu hukum yang responsif terhadap dinamika masyarakat. Disertasi Dr. Fitri Khairunnisa menjadi bukti bahwa penelitian akademik dapat menghadirkan solusi praktis untuk persoalan hukum kontemporer.
Dengan capaian ini, FH UB menunjukkan perannya sebagai institusi pendidikan yang tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga mendorong lahirnya gagasan baru yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi sistem hukum nasional. (nid/dht)