Kanal24, Malang – Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan inovasi layanan keuangan berbasis digital seperti pinjaman online (pinjol), namun di sisi lain membuka ruang terhadap praktik yang merugikan masyarakat. Fakta inilah yang menjadi fokus utama disertasi yang diangkat oleh Muhammad Fajar Hidayat, S.H., M.H., dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) pada Jumat (04/07/2025).
Disertasi bertajuk “Pengaturan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai Cacat Kehendak untuk Mewujudkan Perjanjian Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang Berkeadilan” ini menyoroti realita hukum yang belum sepenuhnya berpihak pada penerima dana dalam skema pinjaman daring berbasis aplikasi.
Baca juga:
Disertasi FH UB: Paradigma Baru Hakim dalam Harta Bersama

Ketidakadilan dalam Perjanjian Digital
Dalam paparannya, Fajar mengungkapkan bahwa banyak masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan akibat perjanjian yang tidak transparan dalam layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi. Selain ketidakpahaman terhadap isi perjanjian, penyalahgunaan data pribadi hingga perubahan bunga sepihak juga menjadi praktik yang kerap merugikan konsumen.
“Selama ini penyalahgunaan keadaan hanya dikenal dalam doktrin dan yurisprudensi, namun belum diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan. Padahal, praktik ini telah nyata-nyata menimbulkan kerugian bagi masyarakat,” ujar Fajar.
Ia mengusulkan agar konsep misbruik van omstandigheden atau penyalahgunaan keadaan diakomodasi secara eksplisit dalam revisi pasal 1320 KUHPerdata atau melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Kontrak. Dengan demikian, terdapat dasar hukum yang kuat untuk menindak praktik tidak adil dalam dunia pinjaman digital.
Dukungan Promotor dan Relevansi Sosial
Promotor disertasi, Prof. Suhariningsih, S.H., S.U., menyatakan bahwa disertasi ini hadir di momen yang sangat tepat, mengingat maraknya keluhan masyarakat terhadap layanan pinjol.
“Kasus pinjol berkembang sangat luas dan menyusahkan masyarakat. Doktor Fajar hadir mencoba menyelamatkan posisi peminjam. Dulu orang harus bertatap muka untuk pinjam uang, sekarang hanya klik, tanpa kenal, tanpa pertimbangan. Ini harus diantisipasi lewat aturan yang berpihak kepada rakyat,” ujarnya.
Prof. Suhariningsih juga menekankan bahwa tugas Fajar tidak berhenti sampai disertasi, melainkan harus terus menggali dan menyuarakan urgensi pengaturan yang adil dalam ekosistem digital keuangan.
Dorongan Revisi Regulasi dan Political Will
Fajar menegaskan pentingnya political will dari pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Hukum Kontrak yang memuat ketentuan penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu cacat kehendak.
“Selama belum ada pengaturan tertulis, maka akan terus terjadi ketidakpastian dan ketidakadilan. Sistem hukum kita menganut civil law, artinya hukum harus tertulis untuk dapat diberlakukan secara adil,” tegasnya.
Ia mencontohkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yang masih digunakan di Indonesia merupakan warisan kolonial Belanda yang sudah sangat usang. Sementara Belanda sendiri telah memperbarui sistem hukumnya sejak 1992 melalui New BW.

Baca juga:
FH UB Angkat Isu Penculikan Anak dalam Perkawinan Campuran
Harapan ke Depan
Dengan disertasi ini, Fajar berharap kontribusinya bisa menjadi pijakan awal dalam merumuskan kebijakan yang lebih berkeadilan dalam praktik perjanjian layanan keuangan digital. Terutama dalam menjamin hak dan posisi konsumen agar tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan.
Sidang ujian terbuka ini juga menjadi penegas peran Fakultas Hukum Universitas Brawijaya sebagai institusi yang terus berkontribusi dalam pembangunan hukum nasional, tidak hanya lewat teori, namun juga melalui respons terhadap isu-isu kontemporer yang nyata dirasakan masyarakat. (nid)