Kanal24, Malang – Diagnosa penyakit hewan tak bisa dilepaskan dari pemahaman mendalam tentang darah. Inilah yang menjadi benang merah dalam sesi ilmiah yang dibawakan oleh drh. Leni Maylina, M.Si., Ph.D., dari Divisi Ilmu Penyakit Dalam Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, yang juga menjabat sebagai Asisten Direktur Bidang Informasi dan Pengembangan RSHP IPB. Materi ini disampaikan dalam program Continuing Professional Development di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Brawijaya (UB) pada Rabu (21/025/2025), dengan partisipasi penuh antusias dari mahasiswa maupun praktisi dokter hewan.
Dalam pemaparannya, drh. Leni mengangkat tema besar tentang bagaimana darah bisa menjadi jendela untuk melihat berbagai kondisi kesehatan hewan. “Hari ini kita eksplorasi bagaimana darah bisa menunjukkan gambaran sebuah penyakit. Tapi bagaimana kita tahu? Kita harus bisa interpretasinya. Itulah yang akan kita pelajari step by step hari ini,” ujarnya di awal sesi.
Baca juga:
FKH UB Mengambil Sumpah 92 Dokter Hewan Baru
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa darah hewan—baik itu sel darah merah, sel darah putih, maupun trombosit—memiliki peran penting sebagai indikator kesehatan. Perubahan pada masing-masing komponen tersebut dapat menunjukkan gejala berbagai penyakit, yang perlu dicermati secara saksama. Misalnya, perubahan warna cairan darah atau plasma bisa menunjukkan adanya kandungan bilirubin tinggi, yang biasanya berkaitan dengan gangguan fungsi hati.
“Kalau secara makroskopis saja, kita bisa lihat dari warna. Kalau cairan kuning banget, bisa jadi itu bilirubin tinggi. Tapi dari situ kita perlu eksplorasi lebih jauh, kenapa bisa tinggi? Itulah pentingnya interpretasi darah yang tepat,” jelasnya.
Dalam sesi kali ini, peserta tidak hanya mendapatkan materi teoritis, namun juga praktik langsung. Kegiatan ini mendapat dukungan sponsor yang menyediakan alat-alat diagnostik, sehingga peserta bisa secara langsung melihat perubahan pada sampel darah, dan memahami kaitannya dengan kondisi klinis hewan.
“Kita akan bahas secara khusus evaluasi hemogram—dari sel darah merah, putih, trombosit—juga biokimia darah. Fokus kita kali ini pada tiga organ penting: hati, ginjal, dan pankreas. Karena ini yang paling sering jadi masalah di lapangan,” tambahnya.
drh. Leni juga menekankan pentingnya penguasaan dasar bagi mahasiswa maupun praktisi. “Dasar ini penting sekali. Kalau dasar tidak dikuasai, bagaimana bisa paham advanced diagnostics?” katanya.
Kegiatan ini merupakan kali pertama bagi drh. Leni mengunjungi FKH UB, dan ia mengungkapkan kekagumannya terhadap fasilitas serta antusiasme peserta. “Saya jujur ya, ini pertama kali saya ke sini dan saya amazed. Tempatnya bagus, mahasiswanya antusias, yang daftar langsung penuh padahal dibatasi hanya 100 orang,” ungkapnya.
Mayoritas peserta merupakan mahasiswa profesi kedokteran hewan serta praktisi dari klinik hewan. Sesi ini juga menyoroti hewan-hewan yang umum menjadi pasien seperti anjing dan kucing, meskipun tak menutup kemungkinan bahasan meluas ke ternak konsumsi seperti sapi, kambing, atau domba.
Baca juga:
Komitmen FKH UB Membangun Zona Integritas di Kampus
Dengan penyampaian yang komunikatif dan disertai praktik langsung, kegiatan ini sukses memberikan wawasan baru bagi calon dokter hewan. Tak hanya memahami gambaran makroskopis darah, tetapi juga mampu mengaitkannya dengan perubahan fungsi organ dalam yang krusial dalam proses penegakan diagnosa.
Kegiatan ini juga membuktikan bahwa kolaborasi antara institusi pendidikan dan praktisi profesional dapat memberikan kontribusi besar dalam penguatan kompetensi klinis mahasiswa dan dokter hewan di Indonesia. (nid/rey)