Kanal24, Malang – Di tengah tantangan sebagai seorang ibu, dosen, dan klinisi, Dr. dr. Astrid Kristina Kardani, Sp.A, Subsp. Nefro., M.Biomed, berhasil menorehkan prestasi membanggakan sebagai wisudawan terbaik Program Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) dengan IPK sempurna 4.00. Tak hanya unggul secara akademik, ia juga menjadi lulusan by research pertama di UB dengan waktu studi hanya dua tahun.
Disertasinya yang bertajuk “Pengaruh Ekstrak Physalis Angulata Terhadap Imunoglobulin G Anti-Nefrin, Interleukin-4, Proteinuria, Nefrin, Podokaliksin, Dan Glomerular Epithelial Protein-1 Tikus Model Sindrom Nefrotik Melalui Hambatan B Cell Activating Factor (BAFF)” menjadi bentuk nyata dedikasinya sebagai dokter spesialis anak subspesialis nefrologi dalam mencari solusi terapeutik baru untuk pasien sindrom nefrotik atau penyakit ginjal bocor, terutama yang tidak merespons terapi standar dengan optimal.
Dari Ciplukan Harapan Baru Pengobatan
Dalam penelitiannya, Astrid mengangkat potensi tanaman Physalis angulata, yang dikenal masyarakat sebagai ciplukan. Tanaman herbal yang banyak tumbuh di lahan-lahan kosong ini telah dikenal memiliki efek antiinflamasi dan imunomodulator. Ia melihat potensi besar ciplukan untuk dijadikan terapi adjuvan dalam mengatasi cedera ginjal yang dimediasi oleh respons imun, terutama dalam konteks sindrom nefrotik.
“Harapan saya dengan hasil penelitian ini bisa berdampak dalam memperbaiki efektivitas terapi bagi pasien-pasien sindrom nefrotik,” ujar Astrid dalam sambutannya usai wisuda Universitas Brawijaya di Samantha Krida, Sabtu (19/07/2025).
Melalui riset tersebut, Astrid menemukan bahwa ekstrak ciplukan berpotensi memperbaiki podositopati—kerusakan pada sel-sel podosit ginjal—dengan cara menghambat aktivasi BAFF, suatu faktor aktivasi sel B yang berperan dalam autoimunitas. Ini menunjukkan jalur baru dalam pengobatan yang dapat memperkuat terapi konvensional yang selama ini menjadi andalan dalam penanganan sindrom nefrotik.
Meski hasilnya menjanjikan, ia menekankan perlunya riset lanjutan mengenai keamanan jangka panjang, optimalisasi dosis, dan potensi penggunaan pada manusia dalam konteks klinis.
Membagi Peran: Peneliti, Ibu, dan Dokter
Pencapaian Astrid tak datang tanpa tantangan. Ia mengaku masa studi doktoralnya dijalani bersamaan dengan kehamilan, melahirkan, menyusui, dan tetap menjalankan perannya sebagai dosen serta dokter klinis. Konsistensi menjadi ujian terbesarnya.
“Tantangan terbesar selama saya pendidikan S3 adalah konsistensi. Banyak distraksi, dari keluarga hingga pekerjaan klinis. Tapi saya tetap berusaha berada di jalur penelitian ini,” ungkapnya.
Astrid menceritakan bagaimana dukungan dari suami, anak-anak, rekan sejawat, serta para promotor dan dosennya, menjadi kekuatan utama dalam menyelesaikan studi. Tak lupa ia menyebut bahwa motivasi terbesarnya datang dari pasien-pasien kecilnya yang kerap kali menghadapi ketidakpastian terapi.
Ia juga mengenang kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia sebelum ia memutuskan menempuh pendidikan doktoral.
“Sekolah ini sebenarnya tidak ada dalam rencana awal, tapi ini adalah impian almarhum ayah dan ibu saya. Jadi saya merasa menyelesaikan ini adalah bentuk penghormatan untuk mereka,” ujarnya haru.
Apresiasi Pengobatan Berbasis Herbal
Disertasi Astrid mendapatkan apresiasi tinggi dari para penguji dan sejawat. Penelitiannya dianggap sebagai langkah berani dan inovatif dalam mengembangkan pengobatan berbasis herbal yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia.
“Ini adalah salah satu terobosan yang sangat bermanfaat, memanfaatkan potensi lokal untuk menjawab masalah kesehatan masyarakat,” ujar salah satu pengujinya.
Astrid menyelesaikan disertasi tersebut di bawah bimbingan para pakar FK UB: Prof. Dr. dr. Loeki Enggar Fitri, M.Kes., Sp.ParK; Dr. dr. Nur Samsu, SpPD-KGH., FINASIM; serta Dr. dr. Krisni Subandiyah, Sp.A, Subsp.Nefro. Penguji lainnya termasuk Prof. Agustina Tri Endharti, S.Si., Ph.D, Dr. dr. Dian Nugrahenny, M.Biomed, dan Dr. dr. Risky Vitria Prasetyo, Sp.A, Subsp.Nefro.
Dengan disertasi ini, Astrid tidak hanya mempersembahkan kontribusi bagi dunia akademik dan klinik, tetapi juga membuka jalan untuk penelitian lanjutan yang berpotensi diterapkan secara luas di Indonesia.
“Menurut saya, selesainya pendidikan ini bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab besar untuk mengaplikasikan penelitian ini agar benar-benar bermanfaat bagi pasien,” pungkasnya.(Din/Ptr)