Kanal24, Malang – Insiden rombongan diplomat Indonesia dan Singapura ditembaki di Myanmar sebenarnya membuktikan ketidakmampuan ASEAN dalam membangun legitimasi sebagai organisasi regional. Myanmar sebagai negara anggota masih menganggap ASEAN sebagai organisasi yang tidak memiliki “taring”. Hal ini diungkapkan oleh Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Brawijaya (UB), Adhi Cahya Fahadayna, S.Hub.Int., M.S.
“Hal ini sebetulnya membuktikan ketidakmampuan ASEAN dalam membangun legitimasi sebagai organisasi regional.” kata Adhi Cahya.
Berdasarkan reportase dari bbc.com (08/05/2023) penembakan dilakukan oleh kelompok bersenjata di Negara Bagian Shan, Myanmar Selatan kepada Rombongan ASEAN yang terdiri dari diplomat Indonesia dan Singapura yang tengah perjalanan ke kantor penghubung Tentara Pembebasan Nasional Pa-O (PNLO) untuk mendiskusikan penyaluran bantuan bagi pengungsi. Namun mereka dipaksa untuk putar balik.
Melihat dari insiden tersebut, kondisi Myanmar dinilai oleh Adhi Cahya masih tidak stabil, sehingga potensi kekacauan masih tinggi. Menurutnya, kelompok-kelompok bersenjata bisa dengan mudah bermunculan karena ketidakmampuan pemerintah untuk menjaga stabilitas keamanan nasional.
Namun, pemerintah Myanmar harus bertanggung jawab atas insiden penembakan tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Adhi Cahya. Ia mengatakan hal tersebut dikarenakan secara diplomatik rombongan yang ditembaki di Myanmar tersebut dilindungi oleh hukum internasional.
“Keselamatan dan kelangsungan misi diplomatik adalah tanggung jawab negara host, yaitu Myanmar,” ujar Adhi Cahya.
Pemberian bantuan kemanusiaan adalah bentuk tanggung jawab kolektif komunitas internasional. Namun, menurut Adhi Cahya, seharusnya yang menjadi prioritas adalah penyelesaian krisis Myanmar. Namun, ketidakberdayaan ASEAN sebagai organisasi regional untuk mengatasi hal tersebut menjadikan permasalahan Myanmar menjadi sangat kompleks. Sehingga, pemerintah Indonesia melalui Presiden RI Joko Widodo hanya mampu mengambil kebijakan normatif saja.
Menaggapi kasus penembakan tersebut, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa isu Myanmar tersebut akan menjadi topik diskusi dalam KTT ASEAN 2023. Namun, Dosen HI UB menanggapi bahwa menjadi isu atau tidak, menjadi hal yang kurang signifikan karena limitasi ASEAN untuk menyelesaikan persoalan di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai Dosen HI UB, ia pesimis Presiden Jokowi sebagai negara dominan di ASEAN bisa berbuat banyak terkait konflik di Myanmar. Hal tersebut lagi-lagi terjadi karena prinsip ASEAN Way, prinsip intervensi dan prinsip non binding.
Melihat hal tersebut, Adhi Cahya berharap bahwa Indonesia mampu mengambil langkah dengan memperbaiki legitimasi dan kredibilitas ASEAN sebagai organisasi regional untuk bisa mengesampingkan ASEAN Way dan melakukan intervensi humaniter ke Myanmar untuk meredakan kekacauan dan konflik yang sedang terjadi.(nid)