Kanal24, Malang – Isu krisis iklim menjadi sorotan utama dalam kegiatan bertajuk “Bilik Suara Bincang Isu Krisis Lingkungan” yang digelar pada Selasa (03/06/2025). Acara ini diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) 2025, dengan tujuan untuk meningkatkan wawasan dan kepekaan masyarakat, khususnya mahasiswa, terhadap berbagai persoalan lingkungan yang mendesak di tingkat lokal maupun global.
Ketua pelaksana kegiatan, Yurcellent Farih Faiz Asharli, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB angkatan 2024, menjelaskan bahwa “Bilik Suara” merupakan forum diskusi terbuka yang berangkat dari proses pengkajian mendalam terhadap tiga isu utama: pertambangan, ketahanan pangan (food estate), dan krisis iklim. Setelah melalui berbagai diskusi internal, tim memutuskan untuk mengangkat isu krisis iklim sebagai topik utama.
Baca juga:
FKH UB Lepas Petugas Pemeriksa Hewan dan Daging Kurban

“Kami memilih isu iklim karena dampaknya sangat luas dan cenderung negatif. Tidak seperti tambang yang meski problematik, masih memberikan kontribusi ekonomi. Krisis iklim adalah ancaman yang tidak bisa ditunda penyelesaiannya,” ujar Farih.
Acara ini sukses menarik partisipasi sekitar 80 peserta dari berbagai kampus, tidak hanya dari Universitas Brawijaya, tetapi juga dari Universitas Muhammadiyah Malang dan Politeknik Negeri Malang. Kegiatan berlangsung interaktif dan konstruktif, dimulai dengan pemaparan hasil riset oleh tim data dan riset Bilik Suara. Presentasi tersebut membahas latar belakang pemilihan isu serta urgensi penanganan krisis iklim secara multidisipliner.
Yang menjadi kekuatan utama dalam forum ini adalah hadirnya empat pemateri dari berbagai latar belakang, yaitu aktivis lingkungan, akademisi, hingga perwakilan pemerintah. Dengan pendekatan lintas perspektif, peserta diajak memahami bahwa krisis iklim tidak dapat ditanggapi hanya dari satu sudut pandang, melainkan perlu langkah strategis dari berbagai sektor.
“Dengan menghadirkan sudut pandang yang beragam, peserta bisa melihat bahwa penanganan krisis iklim harus menyentuh aspek kebijakan, pendidikan, sosial, dan budaya. Ini bukan masalah satu golongan saja,” jelas Farih.
Baca juga:
Dari FKUB, dr. Avisa Cetta Siap Berkiprah di Dunia Medis
Farih juga menyampaikan harapan besar dari pelaksanaan acara ini. Ia berharap kegiatan ini dapat menjadi pemantik kepedulian dan tindakan nyata dari generasi muda. “Semoga peserta bisa meningkatkan kepekaan terhadap isu-isu lingkungan, tidak hanya isu iklim tapi juga permasalahan lingkungan lain, baik yang terjadi di tingkat internasional maupun di sekitar kita,” pungkasnya.
Melalui Bilik Suara, Kementerian Lingkungan Hidup EM UB 2025 menunjukkan komitmennya dalam membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga bumi. Acara ini menjadi contoh nyata bahwa ruang dialog kritis tentang lingkungan harus terus diperluas agar perubahan bisa benar-benar terjadi.(Nid/Zid)