Kanal24, Malang – Fakultas Hukum Universitas Brawijaya mengadakan Seminar Nasional dengan tema Rancangan KUHAP dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana: Menggali Kelemahan dan Solusi. Seminar ini bertujuan untuk mengkaji rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) guna menjamin keseimbangan antara penegakan hukum oleh negara dan perlindungan hak asasi manusia bagi tersangka, terdakwa, maupun terpidana.
Dalam seminar tersebut, Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum., mengungkapkan bahwa masih banyak perkembangan hukum acara pidana yang belum diakomodasi dalam KUHAP yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, menurutnya, revisi KUHAP merupakan suatu keharusan.
“Kami baru saja melakukan kajian terhadap rancangan KUHAP ini. Harapannya, hasil kajian tersebut bisa menjadi masukan bagi DPR sebagai bahan perbandingan dalam penyusunan KUHAP yang baru,” kata Prof. Pujiyono. Ia menegaskan bahwa proses perubahan KUHAP harus berlandaskan kajian akademik yang mendalam agar tidak didasarkan pada kepentingan parsial dari masing-masing aparat penegak hukum.
Lebih lanjut, Prof. Pujiyono menyoroti bahwa rancangan KUHAP yang ada saat ini masih mengacu pada draft tahun 2012, yang perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum yang lebih baru. KUHAP yang baru dijadwalkan berlaku mulai 2 Januari 2026, sehingga perlu pembaruan yang komprehensif agar dapat menyesuaikan dengan konsep-konsep terkini dalam hukum acara pidana.
“Sebetulnya, kita masih berdebat dengan draft RUU tahun 2012 yang merupakan produk pemerintah, sedangkan sekarang inisiatifnya berasal dari DPR. Saat ini, DPR belum menyusun draft RUU KUHAP, melainkan baru sebatas naskah akademik. Oleh karena itu, terlalu prematur jika perdebatan ini mengacu pada draft RUU tahun 2023 yang belum final,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa evaluasi terhadap KUHAP harus bersifat positif, dengan melihat ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada sebagai bahan analisis. Menurutnya, diferensiasi fungsional dalam sistem hukum acara pidana saat ini masih terlalu terkotak-kotak, seolah masing-masing bagian berdiri sendiri tanpa kesinambungan. Oleh sebab itu, pembaruan KUHAP menjadi penting untuk mengakomodasi berbagai perkembangan baru dalam hukum pidana.
“Kita harus membangun KUHAP yang baik dan benar, bukan sekadar menyesuaikan dengan kepentingan kelompok tertentu. Oleh karena itu, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama dan mendiskusikan rancangan ini secara objektif, tanpa adanya resistensi sejak awal,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa, Dr. Setiawan Noerdjasakti, S.H., M.H., menyoroti aspek keseimbangan hukum dalam proses pidana. Menurutnya, rancangan KUHAP yang baru harus mampu menjamin hak-hak individu yang berhadapan dengan hukum tanpa mengesampingkan kepentingan negara dalam penegakan hukum.
“Setelah membaca secara keseluruhan rancangan KUHAP ini, saya belum bisa menyimpulkan secara utuh. Namun, saya berharap dan percaya bahwa penyusunan KUHAP ini akan tetap menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi tersangka, terdakwa, dan terpidana,” ujar Dr. Setiawan.
Ia juga menegaskan pentingnya solusi normatif dan institusional dalam proses legislasi agar keadilan dalam sistem peradilan pidana tidak tergerus. “Harapan saya, dalam rancangan KUHAP ini, kita harus memastikan bahwa solusi normatif dan institusional yang diterapkan benar-benar mendukung keadilan proses pidana,” tambahnya. Dr. Setiawan juga menekankan pentingnya diskusi akademik seperti seminar ini guna mengurangi perbedaan persepsi yang mungkin timbul dalam penerapan hukum pidana.
Seminar ini menjadi momentum penting bagi kalangan akademisi dan praktisi hukum untuk bersama-sama mengkaji arah perubahan KUHAP. Dengan diskusi yang komprehensif, diharapkan revisi KUHAP dapat menghasilkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan menjamin perlindungan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara.(fan)