Kanal24, Malang – Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB) menggelar Seminar dan Diskusi Ilmiah bertajuk “Menata Ulang Sistem Penegakan Hukum: Tantangan dan Harapan” pada Selasa (18/02/2025) di Ruang Auditorium Raden Wijaya, Lantai 11, Gedung E FIA.
Seminar ini menghadirkan dua pakar terkemuka, yaitu Ahli Hukum Pidana, Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., dan Ahli Kebijakan Publik yang juga Dekan FIA UB, Prof. Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA., Ph.D.
Prof. Nyoman Nurjaya mengawali sesi dengan membahas RUU KUHAP yang sedang dibahas saat ini. Ia mengajak peserta untuk kritis mencermati RUU tersebut, terutama terkait dengan penghapusan tahap penyelidikan. Menurutnya, hal ini dapat menghilangkan hal-hal krusial dalam proses hukum.
Baca juga:
Dekan FIA UB: Efisiensi Pukul Rata Berpotensi Lumpuhkan Layanan Publik
“Jika RUU ini disahkan, penyelidikan akan ditiadakan. Ini tentu akan berdampak pada perlindungan hak asasi manusia, meskipun tersangka atau terpidana tetap memiliki hak dasar,” ujarnya.
Prof. Nyoman juga menyoroti potensi overlapping kewenangan antar lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Ia menekankan pentingnya independensi kewenangan dan penghapusan arogansi superbody atau pola hubungan koordinasi dan subordinasi.
“Intervensi kewenangan penyidik lembaga peradilan harus ditiadakan. Hakim pemeriksa akan menentukan sah atau tidaknya penutupan kasus,” tegasnya.
Selanjutnya, Prof. Andy Fefta Wijaya membahas tentang kebijakan publik dalam penegakan hukum. Ia menyoroti pentingnya proporsi antar pihak yang terlibat dalam sistem penegakan hukum.
“Jangan sampai semua fungsi dipegang oleh satu pihak. Ini bisa berbahaya dalam konteks check and balance,” katanya.
Prof. Andy juga menyoroti potensi “perang RUU” antar lembaga penegak hukum. Ia berharap adanya harmonisasi kebijakan, tidak hanya pada level koordinasi, tetapi juga kolaborasi.
“Kita perlu mengoptimalkan peran teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja aktor-aktor penegak hukum. Kolaborasi antar sektor, termasuk akademisi dan masyarakat, juga penting,” ujarnya.
Baca juga:
FIA UB Ingatkan Regulasi Hukum Baru Jangan Picu Ketimpangan Kewenangan
Selain itu, Prof. Andy juga menawarkan alternatif solusi baru dalam penegakan hukum, seperti penyidik swasta yang dapat membantu masyarakat yang mampu membayar layanan hukum.
“Kita perlu memikirkan alternatif cara untuk mengatasi keterbatasan SDM dan anggaran. Ini bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang membutuhkan layanan hukum,” pungkasnya.
Seminar dan diskusi ilmiah ini dihadiri oleh mahasiswa, akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat umum. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya menata ulang sistem penegakan hukum di Indonesia. (nid)