Kanal24, Malang – Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) melalui Medical Technology Global Partnership Association (MTGPA) menyelenggarakan kegiatan Penyusunan Roadmap pada Selasa, (3/12/2024), bertempat di Ruang Kuliah RK 3 GPP Lat 6 FK UB. Acara ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat kolaborasi internasional dan memajukan teknologi medis di Indonesia.
Dalam pembukaannya, Dekan FK UB, Prof. dr. Wisnu Barlianto, M.Si.Med, Sp.A(K), menyoroti pentingnya kemandirian dalam penyediaan alat kesehatan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa pandemi COVID-19 menjadi momentum untuk mengevaluasi ketergantungan negara pada impor alat medis.
“Kebutuhan alat kesehatan di Indonesia sangat tinggi, terutama saat pandemi COVID-19, di mana permintaan terhadap alat medis meningkat pesat. Selama ini, kita cenderung bergantung pada impor. Banyak dari kita berpikir sebagai pembeli atau pedagang, bahkan sebagai broker. Namun, sudah saatnya kita beralih menggunakan teknologi untuk memperkuat ketahanan kesehatan di Indonesia,” ujar Prof. Wisnu.
Ia juga berharap roadmap yang disusun dapat mengarah pada pengembangan alat-alat kesehatan yang praktis dan relevan, seperti dry kit untuk daerah terpencil. Selain itu, masukan dari para klinisi diperlukan untuk memastikan solusi yang dirancang benar-benar sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Sementara itu, Dr. Husnul Khotimah, S.Si, M.Kes, Wakil Dekan Bidang Umum, Keuangan, dan Sumber Daya FK UB, menyampaikan bahwa inisiatif kolaborasi ini melibatkan akademisi dan asosiasi keilmuan, bukan hanya antar institusi formal.
“Program ini memilih teknologi kedokteran sebagai salah satu unggulan di Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran. Salah satu kolaborasi yang sangat kami harapkan adalah dengan Universiti Teknologi Malaysia (UTM). Teknologi di Malaysia sudah maju, tetapi UTM tidak memiliki fasilitas komputasi kedokteran. Ini menjadi keuntungan bagi kita, karena kolaborasi ini terasa saling melengkapi,” jelasnya.
Ia mencontohkan salah satu kolaborasi berupa pengembangan nanospray antibakteri dan nanolipid yang saat ini telah memasuki tahap publikasi bersama. Selain itu, FK UB juga akan memulai kerja sama dalam teknologi cetak 3D dan 4D. Rencana pembangunan laboratorium inovasi pada 2025 menjadi salah satu tonggak penting.
“Kami telah diundang untuk berkolaborasi dengan UDM dan Jandong University di China, serta Nagoya City University di Jepang untuk bidang neuroscience. Kami juga berharap dapat memulai kerja sama dengan Oxford University untuk pengembangan teknologi medis,” tambah Dr. Husnul.
Ketua MTGPA, Prof. Agustina Tri Endharti, S.Si., Ph.D., dalam paparannya menekankan pentingnya kolaborasi multidisiplin di tingkat internasional. Ia memaparkan visi MTGPA untuk menjadi wadah pengembangan, implementasi, dan penyebaran inovasi teknologi medis secara global.
“Strategi kami meliputi kolaborasi global, inovasi berkelanjutan, serta peran sebagai katalisator dalam teknologi medis skala internasional. Dalam era Society 5.0, kita harus beradaptasi dan memanfaatkan jaringan global untuk mempercepat inovasi di bidang kesehatan,” ujarnya.
MTGPA juga berfokus pada program seperti joint research, publikasi bersama, pertukaran peneliti dan mahasiswa, serta pengembangan kurikulum internasional. Selain itu, pendanaan global dari organisasi internasional menjadi salah satu peluang yang akan dimanfaatkan.
“Kami ingin menciptakan dampak nyata melalui peningkatan inovasi, pertukaran pengetahuan, penguatan sistem kesehatan global, dan keberlanjutan inovasi. Dengan merek yang kami bangun, kami berharap dapat menciptakan reputasi yang dikenali secara global,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, FK UB tidak hanya menegaskan perannya dalam dunia pendidikan kedokteran, tetapi juga ambisinya untuk menjadi pionir dalam pengembangan teknologi medis di tingkat global. Dengan melibatkan mitra dari berbagai negara seperti Jepang, Malaysia, dan Inggris, roadmap yang disusun diharapkan menjadi pedoman strategis untuk membangun masa depan teknologi kesehatan Indonesia yang mandiri dan inovatif.
Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai bidang, menjadikan penyusunan roadmap ini sebagai langkah kolektif untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional dan memperluas jejaring kolaborasi internasional.(Din)