KANAL24, Malang – Dua fakultas di UB yakni FMIPA dan FTP melakukan FGD bersama kelompok petani cabai di Dusun Wonokasian, Desa Pagedangan, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, sabtu (5/10/2019). FGD ini dalam rangka pengabdian masyarakat dan program 3 in 1.
Dari FMIPA diwakili oleh Prof. Dr. Ir. Estri Laras A., M. Sc. St dan Mufidah Afiyanti, SP., PhD yang merupakan dosen biologi. Sedangkan, FTP diwakili oleh Dr. Ir. Joni Kusnadi, M.Si, yang merupakan dosen teknologi hasil pertanian. Selain itu, hadir pula dosen dari Avinasilingam University, Kalaiselvi Senthul, M. Sc., Ph.D dan Gayatri Devi, M. Sc., M.Phill., Ph.D.
Laras mengungkapkan, FGD membahas tentang masalah-masalah petani dan barangkali ada penelitian di universitas yang bisa membantu memecahkan masalah mereka.
“Jadi, lebih pada komunikasi awal untuk mengetahui masalah, kemudian sharing hasil penelitian dan pengetahuan kami yang terkait dengan pertanian cabai, pasca panen, dan pemasaran,” terangnya.
Lebih lanjut, masalah-masalah yang dihadapi petani seperti pada proses setelah transplanting atau perpindahan setelah pembibitan, ada vektor penyakit virus “kutu kebul” yang muncul. Virus ini baru muncul 2 tahun belakangan.
“Kutu kebul itu adalah insekta yang merupakan pembawa virus dari satu tanaman ke tanaman lain. Virusnya kalau secara scientific dikatakan sebagai gemini virus. Jadi, virus ini menyebabkan daun cabai keriting dan kuning, sehingga hasil produksi cabai rendah. Kemudian, masalah kurangnya ketersediaan air karena kemarau,” jelas Laras yang juga alumni S3 UB.
Untuk masalah di pasca panen, berkaitan dengan harga yang fluktuatif sehingga membuat petani sering rugi.
Di FTP sendiri, ada penelitian pasca panen cabai yaitu dengan memperpanjang masa simpan cabai agar tidak segera rusak dengan melakukan coating, yakni pelapisan cabai dengan suatu edibel film, yang diharapkan cabai tidak segera busuk.
Terdapat masalah pada proses pemupukan yang banyak menggunakan N (Nitrogen) membuat cabai gampang busuk. Ini bisa diatasi dengan edibel coating tersebut.
“Untuk dosen dari India, memberikan masukan seperti sistem pengairan drip di India yang mana petani sini menyebutnya diinfus. Jadi, air diteteskan sesuai dengan kebutuhan tanaman supaya tidak berlebihan. Selain itu, praktek rotasi tanaman yang dilakukan disana, jadi untuk memotong siklus hidup virus “kutu kebul” adalah dengan mengganti tanaman. Misalnya sekarang cabai, musim berikutnya jangan tanam cabai. Tanam familia, misalnya graminae seperti jagung atau padi,” tambah pakar biologi molekuler itu.
Laras mengatakan keberlanjutan kegiatan ini adalah dengan melakukan penelitian dan memberikan masukan kepada pemerintah. Diantaranya mengenai pentingnya rotasi tanaman, yang dirasa perlu ada sedikit pemaksaan dari pemerintah kepada petani cabai dan masalah harga cabai yang diharapkan pemerintah bisa ikut andil didalamnya.
“Saat ini yang saya lakukan adalah melakukan penelitian mutasi dengan menggunakan bahan kimia. Tapi mutasi ini mutasi acak jadi harus dilakukan seleksi yang bisa jadi dari situ menghasilkan tanaman cabai yang tahan penyakit. Lalu, terkait ketersediaan air kalau di India ada subsidi listrik dari pemerintah untuk menyalurkan air dari sumber air tanah, ini juga perlu disampaikan,” pungkas profesor asal Trenggalek tersebut. (meg)