Laa hijrata bakdal fathi, wa laakin jihaadun wa niyyatun. Demikianlah yang disabdakan oleh Nabi pasca fathu makkah (pembukaan kota makkah). Kalimat ini menjelaskan bahwa tidak ada lagi hijrah setelah terjadinya fathu makkah karena telah menjadi darul islam. Namun ditegaskan pula bahwa yang ada adalah niat dan jihad dalam kondisi dibutuhkan (darurat militer) untuk menegakkan agama. Namun dalam keadaan kondusif maka yang ada adalah niat sungguh-sungguh untuk berjuang merubah kualitas hidup menjadi lebih baik. Pada pengertian kedua inilah konteks tahun baru hijriyah bisa kita maknai.
Tahun baru hijriyah yang bertepatan dengan 1 muharram adalah hasil kesepakatan penting para sahabat nabi, yaitu Umar bin Khattab setelah bermusyawarah dengan sayyidina Ali pada tahun ke 16 Hijriyah, tepatnya setelah dua setengah tahun setelah Sayyidina Umar menjadi khalifah pada tahun 638 Masehi setelah mendapatkan surat dari Sahabat Abu Musa al Asy’ari yang menjabat sebagai gubernur Irak kala itu.
Tahun baru hijriyah, 1 muharram mengambil momentum peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari makkah ke madinah. Dari peristiwa itu awal sebuah perubahan besar dimulai, untuk menata kehidupan yang lebih baik hingga kemudian cahaya islam menyinari seluruh dunia dan membuat inspirasi perubahan-perubahan besar selanjutnya, yaitu mengeluarkan ummat manusia dari kegelapan berpikir menuju cahaya peradaban islam yang terang benderang (minadhdhulumaati ilan nuur).
Peristiwa hijrah dijadikan momentum oleh sayyidina umar atas usulan sayyidina Ali untuk dijadikan momentum awal penanggalan atau kalender islam, yaitu Hijriyah. Tentu ada sebuah pesan yang ingin diinspirasikan atas peristiwa ini kepada generasi islam selanjutnya bahwa momentum hijrah adalah memberikan kesan keberanian untuk meninggalkan gemerlap materi duniawi serta keberanian meninggalkan segala bentuk kegelapan realitas yang tidak baik untuk berpindah dan merubah diri menjadi kebaikan total.
Tahun baru hijriyah memberikan sebuah pesan agar setiap diri muslim mampu menjadikan setiap awal tahun islam ini sebagai momentum untuk melakukan peneguhan komitmen perubahan ke arah kebaikan. Menancapkan niat yang kuat untuk memulai sebuah rencana kebaikan yang akan dilaluinya secara istiqomah untuk satu tahun ke depan dan seterusnya. Sebagaimana disabdakan oleh nabi bahwa “tidak ada hijrah setelah fathu makkah, akan tetapi jihad dan niat”. Karena itu awal tahun baru hijriyah adalah momentum diri seorang muslim untuk “berhijrah” melalui peneguhan niat untuk bersungguh-sungguh (jihad) berupaya meningkatkan kualitas diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Tahun baru islam haruslah diniatkan untuk meningkatkan daya intelektualitas dengan meningkatkan hasil karya melalui banyak membaca dan menulis. Meningkatkan daya keterampilan melalui terus berlatih mengoptimalkan potensi diri serta meningkatkan kualitas perilaku melalui komitmen untuk menguatkan nilai-nilai moralitas dan akhlaq mulia dalam interaksi kehidupan.
Seorang muslim yang terbaik adalah manakala mampu menjadikan setiap kesempatan sebagai sebuah momentum untuk selalu memperbaiki dan memperbaharui komitmen kebaikan. Tahun baru hijriyah haruslah dapat dijadikan momentum untuk melakukan perbaikan diri dengan perencanaan menuju perubahan yang sistematik melalui penetapan target pencapaian yang terukur. misal meneguhkan komitmen untuk bangun malam (qiyamullail) setiap hari, dzikir subuh dan petang, bersedekah harian, baca alquran rutin setiap hari 1 juz (one day one juz), taklim, membaca buku dan menulis karya, solat dhuha, shalat wajib berjamaah dan istiqomah solat sunnah rawatib, melazimkan wudhu, dzikir istighfar dan shalawat mengiringi setiap langkah harian dan sebagainya.
Jadikan niat kebaikan di awal tahun baru hijriyah ini sebagai peneguhan kembali untuk melazimkan kebaikan agar jejak langkah mampu mengantarkan pada ujung dari kehidupan diri kita. Karena sejatinya penentu akhir kehidupan kita adalah apa yang paling sering kita lakukan mulai dari hari ini.
Mari kita hijrahkan hati kita menuju Allah, memenuhinya dengan keagungan namaNya dan memperindahnya dengan sifat-sifatNya. Semoga Allah menjadikan akhir kehidupan kita berada dalam kebaikan (husnul khatimah) dan kelak dikumpulkan oleh Allah dalam golongan orang-orang terbaik di sisiNya. Aamiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar