Kanal24 – Kelompok pengusaha muda menunjukkan peran aktifnya mendukung pemerintah dalam pengurangan emisi karbon. Seperti yang dilakukan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) melalui Gerakan Nol Karbon.
Ketua Pelaksana dan Inisiator Gerakan Nol Karbon HIPMI, Muh Aaron A Sampetoding mengatakan, gerakan ini merupakan inisiatif pengusaha muda untuk turut berperan aktif mendukung pemerintah dalam pengurangan emisi karbon sekaligus menyambut penyelenggaraan KTT G20 di Bali (15/11/2022).
Melalui gerakan ini diharapkan dapat mengidentifikasi kesenjangan kebijakan yang menghambat transformasi kendaraan listrik sebagai transformasi publik serta ekosistem yang dapat mendukungnya.
Peluncuran gerakan ini dibarengi dengan diskusi tentang “Pengusaha dalam Rencana Elektriflkasi di Indonesia”, yang mengajak pihak swasta dan pemerintah untuk membahas rencana dan tujuan elektrifikasi pemerintah Indonesia serta mendukung partisipasi perusahaan swasta dalam pengadopsian dan percepatan kendaraan listrik di Indonesia.
Diskusi ini menghasilkan kesepahaman (konsensus) antara HIPMI dengan pemangku kepentingan industri EV nasional dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memperbaiki regulasi.
HIPMI secara resmi akan mengkomunikasikan konsensus dan rekomendasi ini kepada pemerintah melalui acara G20 di Bali.
Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Jakarta Raya, Sona Maesana menungkapkan kesiapan pihaknya menjadi motor penggerak gerakan bebas karbon untuk mencetak wirausahawan muda yang tidak hanya akan memajukan perekonomian Indonesia, tetapi juga bersama-sama menjaga lingkungan.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy Asia Tenggara, Faela Sufa yang hadir dalam diskusi tersebut menjelaskan pentingnya menganalisis kerangka politik yang mendukung rencana eletrifikasi Indonesia.
Melalui diskusi tersebut, muncul beberapa rekomendasi. Pertama, perlunya sinkronisasi kebijakan pemerintah untuk fokus pada kendaraan listrik. Saat ini, beberapa kebijakan seperti PPN nol atau rendah untuk sepeda motor biasa dan LCGC yang berpihak pada kendaraan bermotor tradisional masih berlaku.
Kedua, dukungan fiskal dari pemerintah dan lembaga keuangan, seperti suku bunga “sewa” yang lebih rendah, jangka waktu pinjaman yang lebih lama, harga kendaraan listrik dan baterai bersubsidi.
Selain itu, kuota keuangan khusus untuk industri kendaraan listrik dan insentif pajak impor CBU untuk jangka waktu terbatas. Diperlukan payung wajib, yang menjadi dasar dukungan fiskal.
Standarisasi baterai bisa menjadi langkah untuk mendorong pertumbuhan infrastruktur, khususnya SPBKLU, namun harus direncanakan dengan matang, karena teknologi baterai masih berkembang di Indonesia.
Selain baterai, infrastruktur pengisian daya juga harus diperluas untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Harus ada insentif nyata dari pemerintah untuk menggenjot infrastruktur pengisian daya.
Tidak hanya itu, menurut HIPMI, perlu menyesuaikan beberapa aturan teknis dalam peraturan yang berlaku saat ini, seperti berat dan dimensi maksimum kendaraan, terutama untuk bus listrik.
Selain itu, penghargaan atau insentif ditawarkan kepada bisnis dan konsumen yang telah mencoba mengurangi emisi karbon dioksida di sektor transportasi.
Menurut HIPMI, perlu adanya dukungan infrastruktur jalur khususnya jalur sepeda untuk mendorong masyarakat beralih dari sepeda motor diesel ke sepeda listrik rendah emisi.
Juga kampanye dan edukasi publik diperlukan sejak dini untuk meningkatkan pengetahuan tentang kendaraan listrik, kesadaran akan krisis iklim dan juga keselamatan jalan.