Setiap kita berhutang budi kepada setiap kaum muslimin dimana pun berada. Sebab setiap jumat khotib pasti mendoakan setiap kaum muslimin, “Allahumma ighfir lil muslimiina wal muslimaat al ahyaai minhum wal amwaat…” Yaa Allah, ampunilah dosa bagi kaum muslimin dan muslimat baik yang hidup ataupun yang telah mati…” dan semua jamaah mengamininya bahkan jika doa ini tidak dibacakan oleh khotib maka tidak sah lah solat jumat yang dilakukan sebab hal itu adalah salah satu rukun khotbah jumat.
Artinya setiap muslim minimal sepekan sekali telah mendoakan saudara muslim lainnya untuk diampuni dosanya oleh Allah SWT, hal ini merupakan hadiah terbesar kaum muslimin bagi saudaranya yang dengan doa itu tersambung hati antar sesama muslim menjadi penguat ikatan persaudaraan (brotherhood) yang kokoh.
Untuk itu setiap diri kita sangat layak untuk berterima kasih kepada kaum muslimin seluruhnya dimanapun mereka berada, termasuk yang berada di belahan bumi manapun karena mereka telah mendoakan kebaikan bagi diri kita. Sehingga tidaklah pantas terhadap sesama muslim dongkol, saling membenci, saling hasud, saling tuduh bahkan saling fitnah.
Namun di zaman medsos saat ini, tidak jarang diantara sesama muslim hanya sebab perbedaan pemikiran, sudut pandang atau berbeda organisasi dan berbeda pilihan politik rela saling tuding, saling fitnah, saling mencaci, tebar kebencian dan permusuhan antar sesama muslim padahal diantara mereka saling berhutang budi atas doa yang setiap pekan dihaturkannya kepada Allah SWT?? Tidakkah ini sebuah keanehan yang harusnya tidak terjadi…???
Inilah yang dicontohkan oleh generasi terbaik umat ini, antara kaum muslimin muhajirin dan anshar, dalam membangun ikatan hati guna mewujudkan hubungan persaudaraan diantara mereka di bawah bimbingan langsung manusia terbaik, Rasulullah saw.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr : 10)
Membuang jauh ghil, yaitu perasaan benci, dongkol pada orang lain yang samar dalam hati. Imam Qurthubiy dalam Jamiul Ahkamil menerangkan bahwa Ghil adalah hiqdan wa hasadan,kebencian, dendam dan hasad, yaitu perasaan benci yang sangat samar dan kecil muncul dalam hati. Sementara hasad adalah iri hati dan dengki yang termanifestasi.
Tidaklah masuk surga seseorang yang di hatinya masih ada perasaan dongkol, benci dan iri hati pada sesama muslim. Karena Allah SWT menjadikan surga hanya diperuntukkan bagi mereka yang telah benar-benar bersih dari sekecil apapun dosa. Merekalah yang nantinya akan berjumpa dengan Allah SWT.
“Pada hari yang harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan kalbu yang bersih.” (asy-Syu’ara: 88—89)
Doa kita pada saudara muslim sejatinya adalah cara untuk membersihkan dosa atas sesama muslim dan sekaligus menguatkan ikatan hubungan keimanan.
Inilah dasar membangun ukhuwah, persaudaraan dan persatuan umat Islam yang kemudian mampu menjadikan Islam berkembang pesat menyebarkan sayap dakwahnya ke seluruh penjuru dunia. Dan ini pulalah yang harusnya dijadikan landasan bagi seluruh kaum muslimin dalam membangun ikatan persaudaraannya di seluruh dunia. Karena selain diikat oleh ikatan keimanan, kita juga telah diikat oleh rasa saling berhutang budi doa antar sesama muslim.
Lalu bagaimana kita membalas hutang budi doa sesama muslim? Tentu cara membalasnya adalah dengan saling membangun rasa persaudaraan dengan perasaan ibarat satu tubuh dan menjauhkan diri dari sikap-sikap yang dapat menyakiti diantara sesama. Tahanlah untuk (tidak) berkomentar negatif atas saudara muslim. Tahan diri untuk (tidak) menyebarkan aib sesama saudara muslim. Saling ingatkan (taushiyah) dalam kebaikan dan kesabaran dengan cara yang tidak menyakiti perasaan mereka
“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya, kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?” Beliau menjawab, “Yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dzalim, tidak iri, dan juga tidak dengki.” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu ‘Asakir).
Semoga dosa dan kesalahan kita diampuni oleh Allah SWT terlebih dosa kepada sesama saudara muslim lainnya dan semoga hati kita dibersihkan dari berbagai penyakit hati sekecil dan sesamar apapun dan dijadikan hati kita selamat (qalbun salim). Semoga Allah SWT meridhoi diri kita semua. Aamiiiin..
Penulis Akhmad Muwafik Saleh Dosen FISIP, Motivator dan Penulis Buku