Kanal24, Malang – Salah satu isu strategis yang mengemuka dalam The 6th International Conference on Fisheries and Marine Research (ICoFMR) 2025 adalah pentingnya penerapan circular economy di sektor perikanan. Isu ini menjadi pembahasan keynote speaker asal Universitas Brawijaya, Assoc. Prof. Rahmi Nurdiani, Ph.D., yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Umum, Keuangan, dan Sumber Daya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UB.
Dalam paparannya, Rahmi menekankan bahwa ekonomi sirkular bukan sekadar konsep ramah lingkungan, melainkan strategi kunci dalam menciptakan industri perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
Baca juga : ICoFMR 2025: UB Pimpin Kolaborasi Riset Laut untuk Ketahanan Pangan Global
“Pada konvensi ini saya lebih menekankan pada aplikasi circular economy di perikanan. Harapannya akan banyak terjadi pemanfaatan hasil samping perikanan sehingga tidak menjadi limbah saja, karena keuntungannya sangat banyak dan potensinya besar untuk dikembangkan menjadi industri yang menguntungkan, terutama bagi Indonesia,” ungkapnya.
Dari Limbah ke Industri Bernilai
Rahmi menjelaskan, sektor perikanan Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait banyaknya produk ikan yang terbuang atau tidak dimanfaatkan. Kondisi ini berdampak tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada perekonomian nasional
“Di Indonesia ini salah satu masalah yang sangat krusial adalah banyaknya fish waste atau produk perikanan yang tidak lagi dimanfaatkan. Secara lingkungan ini bermasalah, padahal secara ekonomi sangat potensial untuk diolah menjadi produk bernilai,” ujarnya.
Melalui berbagai riset yang telah dilakukan, Rahmi berfokus pada pemanfaatan hasil samping perikanan menjadi fish protein hydrolysate (FPH)—produk turunan protein ikan yang dapat dimanfaatkan untuk industri pangan dan kemasan ramah lingkungan.
“Kami meneliti bagaimana hasil samping perikanan bisa dijadikan FPH atau untuk packaging yang eco-friendly dan sustainable. Ini sangat bermanfaat tidak hanya bagi dunia penelitian, tetapi juga industri dan pendidikan,” tambahnya.

Tantangan Aplikasi dan Keterlibatan Multi-Sektor
Rahmi menegaskan bahwa meskipun potensi circular economy di sektor perikanan sangat besar, penerapannya membutuhkan waktu dan dukungan dari berbagai pihak.
“Untuk riset sebenarnya aplikasinya memang perlu waktu, tidak bisa langsung diimplementasikan. Perlu sosialisasi dan penyuluhan tentang teknologi serta ekonomi pemanfaatannya agar masyarakat juga bisa ikut berperan,” jelasnya.
Baca juga : Prof. Soottawat Benjakul Paparkan Inovasi Aditif Alami untuk Pangan Laut Aman di ICoFMR 2025
Ia menilai, keberhasilan implementasi ekonomi sirkular di sektor ini tidak bisa dilepaskan dari sinergi antara pemerintah, industri, akademisi, dan organisasi non-pemerintah.
“Circular economy secara luas memang melibatkan banyak pihak agar bisa teraplikasi dengan baik—baik dari pemerintah, industri, maupun akademisi. Universitas Brawijaya punya peran strategis di sini untuk memperkuat riset dan edukasi publik,” tegasnya.
Mendorong Transformasi Berkelanjutan
Sebagai bagian dari forum internasional yang menghadirkan peneliti dari berbagai negara seperti Thailand, Jerman, Taiwan, hingga Inggris, gagasan Rahmi menambah dimensi penting dalam pembahasan inovasi perikanan berkelanjutan. Pemanfaatan limbah perikanan menjadi produk bernilai tambah diharapkan mampu memperkuat daya saing industri kelautan Indonesia di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan penurunan stok ikan.
“Penerapan circular economy bukan hanya tentang efisiensi sumber daya, tapi juga tentang perubahan paradigma. Dari membuang menjadi memanfaatkan, dari konsumsi berlebih menjadi produksi yang bertanggung jawab,” pungkas Rahmi optimistis.(Din/Dht)