Kanal24, Malang — Tantangan krisis iklim dan tekanan terhadap ekosistem laut menjadikan inovasi dalam perikanan dan sumber daya kelautan kebutuhan mendesak bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan manusia global. Dalam konteks ini, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (FPIK UB) menyelenggarakan The 6th International Conference on Fisheries and Marine Research (ICoFMR 2025) di Grand Mercure Malang pada 3–4 Oktober 2025. Konferensi ini menjadi panggung utama pertukaran gagasan riset, kolaborasi lintas negara, dan pendorong publikasi ilmiah dalam bidang perikanan dan kelautan.
Konsep konferensi bersifat hybrid — dengan peserta hadir secara luring di lokasi sekaligus daring via Zoom — memungkinkan jangkauan global namun tetap mempertahankan interaksi tatap muka. Acara ini mengangkat tema “Sustainable Fisheries and Marine Resources for Food Security and Human Prosperity”, menggarisbawahi bahwa konservasi dan inovasi dalam bidang laut harus menjawab kebutuhan pangan sekaligus keberlanjutan ekosistem.
Kolaborasi Ilmiah Lintas Negara
Heder Djamaludin, M.Si. sebagai Ketua Pelaksana menjelaskan visi di balik konferensi ini. Ia menyebut bahwa panitia berharap mampu menggaet para peneliti, pembuat kebijakan (policy makers), dan dosen dari berbagai negara untuk membagikan hasil kajian mereka dan mendorong kolaborasi riset baru.
“Target kami adalah kehadiran 151 peserta baik secara online maupun offline, dari Indonesia (kampus negeri dan swasta) serta luar negeri — Thailand, Malaysia, Korea Selatan, China, Taiwan, hingga Inggris,” kata Heder.

Ia menjelaskan bahwa panitia memilih empat keynote speaker yang mewakili aspek berbeda bidang perikanan: Prof. Soottawat Benjakul dari Thailand untuk pengolahan hasil perikanan; Dr. Sebastian C.A. Ferse dari Jerman untuk ekologi dan karang; Prof. Hu dari Taiwan pada budidaya; serta Prof. Rahmi Nurdiani dari UB yang fokus pada inovasi pemanfaatan hasil laut.
Menurut Heder, output konferensi diharapkan melahirkan kerja sama antara UB dan institusi kampus di negara mitra, serta publikasi riset di prosiding IOP dan jurnal internasional terindeks Scopus.
Ekspektasi dari Akademisi dan Praktisi
Konferensi ini menjadi momentum strategis dalam memperkuat posisi FPIK UB sebagai pusat riset kelautan yang berjejaring internasional. Melalui sinergi antara akademisi, industri, dan kebijakan publik, para peserta memiliki peluang untuk mengubah ide menjadi aksi nyata di pasar perikanan dan ekosistem laut.
Adanya sesi paralel dan diskusi panel memungkinkan topik-topik krusial seperti dampak perubahan iklim, teknologi pengolahan ikan, bioteknologi laut, rencana ruang laut (marine spatial planning), dan mikroplastik diperbincangkan secara mendalam.
Para keynote speaker, lewat presentasi mereka, diharapkan tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga studi kasus dan model yang bisa diadaptasi di Indonesia, terutama di kawasan pesisir yang rentan terhadap degradasi ekosistem laut.
Meski antusiasme tinggi, penyelenggaraan konferensi ini tidak tanpa tantangan. Format hybrid menuntut kesiapan teknis tinggi agar peserta daring tetap bisa berinteraksi secara optimal. Selain itu, menjaga kualitas presentasi, pertukaran gagasan antar benua, dan memastikan implementasi hasil riset menjadi tantangan yang akan terus diuji.
Sehingga, konferensi ini bisa mendorong kebijakan perikanan yang lebih responsif, kolaborasi riset antar negara, dan pemanfaatan teknologi baru di sektor perikanan kecil.
“Kami berharap konferensi ini jadi jembatan kolaborasi baru antara UB dan institusi luar negeri — agar riset yang dibagikan di forum ini tidak berhenti di kertas, tetapi memberi dampak nyata di laut Indonesia dan global,” pungkas Heder. (Din/Dhit)