Kanal 24, Malang – Indonesia tengah bersiap menyongsong masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah mengumumkan akan mulai mengembangkan dua sumber energi baru strategis: pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dan pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL).
RUPTL sendiri merupakan dokumen resmi yang disusun oleh pemerintah dan PLN untuk memetakan kebutuhan dan rencana pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan selama 10 tahun. RUPTL menjadi acuan utama pembangunan pembangkit, transmisi, distribusi, serta pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
Baca juga:
Solidaritas BRICS Menguat, Indonesia Tegaskan Sikap Internasional
Langkah ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, dalam program Economic Update CNBC Indonesia, Selasa (8/7/2025). Menurutnya, untuk pertama kalinya dalam sejarah perencanaan energi Indonesia, energi nuklir dan arus laut masuk ke dalam dokumen RUPTL sebagai bagian dari peta jalan transisi energi nasional.
“Potensi nuklir yang akan kita manfaatkan sekitar 500 MW. Untuk arus laut, kita perkirakan potensinya 40 MW, dan ini menjadi awal dari studi lebih lanjut,” ujar Eniya.
Dua Sumber Energi, Satu Tujuan
Pengembangan kedua jenis pembangkit ini bukan tanpa alasan. PLTN dipilih karena kemampuannya menghasilkan energi besar dan stabil, sedangkan arus laut dinilai memiliki potensi besar khususnya di kawasan timur Indonesia.
Rencananya, PLTAL akan dikembangkan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), masing-masing berkapasitas 20 MW, dengan target operasi sekitar tahun 2028.
Meski kapasitas awal terbilang kecil, Kementerian ESDM menilai keduanya sangat strategis dalam mendukung ketahanan energi nasional, kemandirian kelistrikan, serta transisi menuju energi rendah karbon, terutama di wilayah kepulauan.
“Pengembangan PLTN diupayakan dimulai 2029–2032, sedangkan pembangkit arus laut dimulai 2028–2029. Ini sudah masuk prioritas kebijakan pemerintah,” jelas Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI pada (23/01/2025).

Investasi Besar untuk Masa Depan
Pembangunan PLT arus laut diperkirakan membutuhkan investasi sebesar USD 220 juta atau sekitar Rp3,58 triliun. Teknologi yang akan digunakan sangat beragam, mulai dari turbin arus laut dengan poros horizontal, turbin pasang surut, hingga pemanfaatan perbedaan suhu laut (OTEC).
Proyek ini akan melibatkan kerja sama internasional dengan perusahaan-perusahaan seperti NOVA Innovation (Inggris), SBS Indonesia, serta mitra dari Belanda, guna mempercepat implementasi teknologi.
Dalam RUPTL 2025–2034, pemerintah menargetkan total penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 GW hingga 2034. Dari jumlah tersebut, sebanyak 42,6 GW atau 61% akan berasal dari pembangkit berbasis EBT.
Energi surya menjadi kontributor terbesar (17,1 GW), disusul tenaga air (11,7 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), bioenergi (0,9 GW), nuklir (0,5 GW), dan arus laut (40 MW). Selain itu, sistem penyimpanan energi juga ditargetkan menyumbang 10,3 GW melalui pumped storage dan baterai.
Baca juga:
Dies Natalis Ke-68, FH UB Usung Sinergi Demi Keadilan Nasional
Energi Berkelanjutan, Masa Depan Indonesia
Pemerintah juga berupaya mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit berbasis fosil, khususnya PLTU batu bara, yang akan secara bertahap digantikan melalui teknologi co-firing biomassa serta penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS).
Dengan langkah strategis dari dasar laut hingga atom, Indonesia tidak hanya mengejar target Net Zero Emission 2060, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata menuju kemandirian energi dan masa depan berkelanjutan.
Inovasi dan investasi ini menjadi simbol bahwa energi bersih bukan sekadar wacana, melainkan arah nyata kebijakan negara untuk melindungi bumi dan generasi masa depan. (han)