KANAL24, Jakarta – Industri penambangan batubara yang cenderung landai pada paruh pertama tahun 2019 berpengaruh pada permintaan alat berat. Pasalnya permintaan batubara berkalori rendah melemah, sementara sekitar 70 – 80 persen penambang di Indonesia menghasilkan batubara jenis ini.
Akibat aktifitas penambangan yang berkurang sejumlah pengusaha alat berat pun turut merasakan dampak penurunan tersebut. Ini ditandai dari masih lesunya impor alat berat. Dari catatan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) pada periode tersebut pertumbuhan impor kargo alat berat dan spareparts (potongan/bagian dari alat berat) justru turun.
Pada segmen alat berat di terminal internasional, untuk impor di bulan Juni 2019 turun 51,55 persen menjadi 657 unit dibandingkan Juni 2018 sebesar 1.356 unit. Sementara, ekspor naik 44,35 persen dari 239 unit di Juni 2018 menjadi 345 unit. Secara akumulasi selama enam bulan tahun ini, impor dan ekspor terlihat turun dengan penurunan masing-masing 29 persen 2,95 persen.
“Akumulasi impor sepanjang semester pertama 2018 sebesar 7.614 unit dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar 5.406 unit dan akumulasi ekspor sepanjang semester pertama 2018 sebesar 2.366 unit dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar 1.823 unit,” kata Investor Relation IPCC
, Reza Priyambada dalam keterangannya, Kamis (25/7/2019).
Untuk spareparts, impor di bulan Juni 2019 turun 25,43 persen dari 4.938 M3 menjadi 3.682 M3. Sedangkan ekspor turun 59,77 persen menjadi 1.498 M3 dari sebelumnya 4.625 M3. Secara akumulasi pada semester I 2019, impor dan ekspor turun masing-masing 16,83 persen dan 43,03 persen.
Akumulasi impor sepanjang semester pertama 2018 sebesar 23.378 M3 dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar 19.443 M3 dan akumulasi ekspor sepanjang semester pertama 2018 sebesar 24.975 M3 dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar 14.227 M3.
Sementara itu, lanjut Reza, kegiatan bongkar muat alat berat di Terminal Domestik cenderung lebih baik. Pada bulan Juni 2019 mengalami peningkatan 100,79 persen menjadi 10.969 unit dibandingkan Juni 2018 sebanyak 5.463 unit. Secara akumulasi, segmen alat berat terlihat meningkat sebanyak 370,42 persen menjadi 101.625 unit dibandingkan tahun 2018 pada periode yang sama sebanyak 21.603 unit.
Untuk spareparts, di bulan Juni 2019 cenderung turut mengalami penurunan. Pada impor turun 25,43 persen menjadi 3.682 M3 dari Juni 2018 sebanyak 4.938 M3 dan ekspor turun 67,60 persen dari 4.625 M3 di Juni 2018 menjadi 1.498 M3.
Secara akumulasi, sepanjang pertengahan tahun ini, kegiatan impor sebanyak 19.443 M3 atau menurun 16,83 persen dibandingkan akumulasi semester pertama 2018 sebanyak 23.378 M3. Adapun ekspor turun 43,03 persen dari 24.975 M3 menjadi 14.227 M3.
“Untuk domestik, di bulan Juni 2019 kegiatan bongkar muat spareparts mengalami kenaikan 822,49 persen. Sementara itu, untuk akumulasi sepanjang semester pertama 2019 mengalami kenaikan 1.273,30 persen dari 564 M3 menjadi 7.751 M3,” sambung Reza.
Lebih lanjut, penurunan yang terjadi pada segmen alat berat mayoritas berasal dari terminal internasional seiring berkurangnya impor dan ekspor dari sejumlah perusahaan alat berat. Penurunan tersebut sering dengan kondisi industri pertambangan maupun konstruksi yang belum meningkat signifikan. Dengan berkurangnya kegiatan impor dan kenaikan tipis pada ekspor alat berat maka spareparts pun ikut terkena dampaknya.
Sementara itu, peningkatan pada Terminal Domestik disebabkan karena masih adanya bongkar muat alat berat dan spareparts maupun permintaan penggunaan alat berat antar wilayah di Indonesia.
Terkait dengan penurunan impor alat berat juga dipengaruhi oleh sikap “wait and see” para investor terkait kepastian politik Indonesia.
“Diharapkan di semester kedua, pertumbuhan alat berat dapat lebih baik terutama dengan meningkatnya aktivitas pertambangan dan konstruksi,” pungkas Reza.(sdk)