KANAL24, Jakarta – Kementerian Perindustrian fokus mendorong produktivitas lima sektor industri manufaktur sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional, yakni sektor makanan dan minuman (mamin), tekstil dan produk tekstil (TPT), kimia, otomotif, serta elektronika.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan lima sektor ini dipilih berdasarkan evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup kontribusi PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar. Selama ini tercatat lima sektor manufaktur tersebut terbukti mampu memberikan kontribusi signifikan hingga lebih dari 60 persen terhadap share ke PDB, nilai ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
“Apabila lima sektor ini kita garap bersama – sama dan kita garap setiap roadmap yang ada, ini akan menjadi triger bagi pertumbuhan ekonomi di masa mendatang dengan lebih signifikan,” kata Sigit dalam workshop pendalaman kebijakan kebijakan industri dengan media nasional di Padang, Sumatra Barat, Selasa (8/10/2019).
Sigit menyebutkan industri mamin dalam kurun lima tahun terakhir kinerjanya konsisten positif bahkan melampaui dari pertumbuhan ekonomi. Sektor ini tumbuh rata-rata di atas 8-9 persen per tahun. Apabila industri mamin ini didukung dengan pemanfaatan teknologi tinggi diperkirakan pertumbuhannya akan mencapai double digit.
“Sektor ini memang mempunyai nilai tambah paling tinggi, karena seluruh komponen bahan bakunya sebagian besar itu berasal dari dalam negeri. Apalagi, sektor ini didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) sehingga bisa mewujudkan ekonomi yang inklusif,” imbuhnya.
Sementara itu, mengenai pengembangan di sektor industri kimia, pemerintah sedang gencar menarik investasi untuk memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri. Pihaknya mendorong agar investasi yang massif pada sektor ini nantinya dapat menghasilkan produk yang bias mensubstitusi impor sehingga bisa menakan defisit neraca perdagangan.
Terkait industri TPT, saat ini memang sedang mengalami kontraksi lantaran sedikit kalah saing dengan industri TPT dengan Negara lain seperti dari Vietnam atau China. Hal ini terjadi karena industri tertua di Indonesia ini terlambat dalam melakukan restrukturisasi mesin produksi dengan yang lebih modern.
“Oleh sebab itu kita terus mendorong agar industri hulu ini bisa kita modernisasi untuk kejar negara lain yang lebih maju, peran dari revolusi industry 4.0 ini akan cukup penting bagi pengembangan industri TPT,” sambung Sigit.
Sementara itu untuk industri elektronika, Kemenperin juga sedang mendongkrak kinerjanya melalui peningkatan investasi. Komitmen investasi dari calon investor asing maupun domestik banyak diarahkan untuk dapat direalisasikan pada sektor ini. Kemudian untuk industri otomotif, Sigit menilai kinerjanya mulai bergerak naik signifikan dibanding 20 tahun lalu. Hal ini seiring terjadinya peningkatan investasi di dalam negeri, di mana sejumlah produsen global menjadikan Indonesia basis produksinya untuk mengisi pasar ekspor.
“Saat ini perkembangan teknologinya pun terus berkembang, seperti pada pengaruh mesinnya terhadap lingkungan. Maka itu, pengembangan kendaraan listrik menjadi prioritas ke depannya. Jadi, nanti ada aturan mengenai PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) yang didasarkan pada emisi yang dikeluarkan. Kalau emisinya rendah, PPnBM-nya akan rendah,” jelasnya. (sdk)