oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Kepemimpinan adalah tanggungjawab, yaitu bagi dirinya dan bagi orang lain yang menjadi amanahnya. Menjadi pemimpin berarti berani untuk mengambil alih urusan orang lain dan bersedia untuk melayaninya. Karena pemimpin adalah pelayan publik. Sebagai seorang pelayan publik maka tentu harus berlaku jujur agar publik tetap memberikan rasa kepercayaan atas dirinya, public trust. Hanya dengan kepercayaan publik maka kepemimpinan dapat dijalankan yang akan menjadikan diri pemimpin dipercaya dan menjadikan pula dirinya tenang dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab merasa dapat tidur dengan nyenyak tenang dan nyaman di bawah pepohonan tanpa ada rasa khawatir sedikit pun sekalipun tidak dikelingi oleh para ajudan dan tim pengamannya.
Ketenangan diri pemimpin disebabkan dia mampu menjalankan amanah kepemimpinan dengan sepenuh hati penuh pelayanan terbaik pada masyarakat yang dibangun atas dasar niat memberikan kemudahan dan kemanfaatan yang besar.
Semangat menjaga nilai-nilai kebaikan berupa penghayatan dan pemahaman yang kuat atas konsepsi keteladanan sehingga mampu mendorong konsistensi bersikap akan melahirkan penilaian integritas dalam pandangan masyarakat.
Tentu, sikap integritas tidak akan dapat hadir dengan tiba-tiba, melainkan hasil proses konsisten atas kejujuran dan menjaga amanah. Sebagaimana diceritakan tentang Kisah amirul mukminin khalifah Umar bin Khattab saat kedatangan seorang utusan dari Azerbaijan yang datang untuk menghadap Amirul Mukminin demgan membawa oleh-oleh khas sana. Alih-alih mendapatkan ucapan terima kasih, melainkan mendapatkan amarah dari Amirul Mukminin, disebabkan bahwa oleh-oleh itu hanya dikhususkan untuk beliau. Maka seketika itu Umar memerintah untuk membagikan oleh-oleh tersebut kepada fakir miskin yang ada disana dengan mengatakan, “barang itu haram masuk ke perutku. Kecuali kalau kaum muslimin memakannya juga. Dan kamu cepat-Cepatlah kembali ke negerimu. Beritahukan kepada yang mengutusmu, kalau mengulanginya kembali, akan kupecat dia dari jabannya”.
Komunikasi pemimpin yang berintegritas. Integritas kepemimpinan dicirikan oleh 3 hal:
1. Dibangun atas kejujuran komunikasi. Integritas bermula dari kesediaan untuk berbicara secara jujur, apa adanya serta menjauhkan dari sikap dusta dan bohong. Integritas adalah hasil suatu proses tindakan kejujuran yang dilakukan secara konsisten. Hal ini disampaikan pula oleh Nabi bahwa
2. Konsisten dengan janji-janji dan komitmen layanan yang akan diucapkan . Janji adalah hutang bagi siapa saja yang mengucapkannya. Seseorang akan memiliki integritas manakala berkonsisten dengan dengan apa yang telah diucapkannya.
3. Bertanggungjawab penuh atas tugas yang diamanahkan pada dirinya seraya menjauhkan diri dari tindakan dan perilaku khianat. Pengkhianatan hanya akan menghilangkan integritas diri karena menyalahi atas amanah dan lari dari tanggung jawab.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB