Diberi amanah berarti diberi kepercayaan. Disaat seseorang telah diberi kepercayaan, berarti orang lain bersedia penuh untuk menyerahkan urusan dirinya pada orang yang diberi amanah tersebut agar dijalankan sebagaimana kepercayaan yang telah diberikan maka jagalah dengan sungguh-sungguh sekuat tenaga, jangan dikhianati. Amanah adalah hutang yang harus dibayar atau dipenuhi. Dianggap hutang karena seseorang telah memberikan atau meminjamkan kepercayaan dirinya kepada orang lain atas suatu persoalan tertentu agar dijaga dengan baik, sehingga penyelewengan atas kepercayaan dianggap suatu pengkhianatan dan mengecewakan orang yang memberi kepercayaan.
وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِي ٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥۗ وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَۚ وَمَن يَكۡتُمۡهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٞ قَلۡبُهُۥۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 283)
Amanah adalah sesuatu yang berat. Pada awalnya amanah oleh Allah swt diberikan kepada Langit, bumi dan gunung, namun semuanya menolak. Tetapi disaat amanah itu diberikan kepada manusia, maka manusia dengan senang hati menerimanya.
إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومٗا جَهُولٗا
Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh, (QS. Al-Ahzab : 72)
Lihatlah, betapa manusia amatlah senang jika diberi amanah sesuatu semisal jabatan, kedudukan, peran, harta, keluarga, keturunan atau segala macamnya sekalipun lisannya mengatakan berat namun sesungguhnya hatinya senang. Karena seringkali dalam setiap amanah yang diberikan padanya, ada suatu keuntungan.
Amanah selalu menyertai terhadap segala macam pola hubungan antar manusia dalam menjalani realitas kehidupannya. Terdapat amanah dalam hubungannya dengan Allah swt berupa ibadah. Hubungan antar manusia ada amanah dalam muamalah (antara hubungan banyak pola, kaya miskin, proses belajar antara guru danmurid dsb). Dalam hubungan keluarga ada amanah antara suami istri, orang tua dan anak-anak, termasuk terkait dengan hubungan dalam urusan dunia baik masalah ekonomi (berupa harta benda), masalah politik (berupa jabatan dan kedudukan), masalah sosial (berupa peran dan fungsi). Seseorang dalam menjalankan amanah-amanah maka ada suatu mekanisme dan tata aturan bahwa disana terdapat hak dan kewajiban yang harus saling dipenuhi. Sehingga seseorang yang telah diberi amanah berarti dia telah siap menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain dan Allah swt. Disaat suatu amanah ditinggalkan maka hilanglah kepercayaan orang lain terhadap dirinya.
Seorang pejabat yang telah mempermainkan amanah, misal dengan suap menyuap dan korupsi maka orang lain akan kehilangan kepercayaan atas dirinya bahkan jika tidak serius diselesaikan maka ketidakpercayaan publik akan berdampak pada rusak dan ketidakpercayaan publik atas institusi.
Seorang istri yang telah mempermainkan amanah yang diberikan pada istri (seperti menjaga harta, menjaga diri disaat suami tidak di rumah dengan tidak berselingkuh, dsb) maka menjadi hilanglah kepercayaan sang suami atas dirinya.
Pengkhianatan atas amanah akan berdampak pada rusaknya pola hubungan dan komunikasi antar manusia. Disaat sebelumnya seseorang percaya yang ditandai dengan keterbukaan komunikasi (discloser) dan intensitas komunikasi atau interaksi lalu manakala kepercayaan telah dikhianati maka hilanglah semua realitas komunikasi harmonis itu dan berganti dengan disharmoni, yaitu mulai tertutupnya pintu komunikasi yang menjadikan jarak informasi semakin jauh dan lebar, tidak lagi intensitas komunikasi hingga munculnya kesan atau image negatif atas setiap tindak komunikasi yang dilakukan sehingga lahir banyak kecurigaan sebagai akibat terkhianatinya kepercayaan. Sebuah ungkapan mengatakan, sekali lancing ke ujian, selamana ia tidak akan dipercaya’.
Untuk itu Allah sangat melarang perbuatan khianat atas amanah karena akan menghilangkan kepercayaan pada diri seseorang. Orang yang berkhianat sebenarnya sadar dan mengetahui bahwa dirinya telah keluar dari kepercayaan yang diberikan atau diamanahkan sebelumnya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal : 27)
Sikap amanah sangatlah terkait dengan masalah keimanan. Bahkan unsur kata dari keduanya amatlah dekat, iman – amanah – aman. Ketiga kata ini seakan memberikan sebuah pesan kepada kita bahwa sikap amanah adalah buah dari nilai keimanan yang melekat pada diri seseorang, dan apabila seseorang itu amanah atau menjaga kepercayaan yang diembakan atas dirinya maka amanlah ia. Hingga seseorang yang beriman tentulah perlu diuji dengan amanah atas apa yang dipercayakan pada dirinya. Jika hilang amanah maka berarti hilang pula keimanannya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَه
“Tidak ada iman bagi yang tidak ada amanat padanya (menjaga amanat) dan tidak ada agama bagi yang tidak ada janjinya baginya (memenuhi janji).”(H.R. Imam Ahmad)
Seorang yang tidak menjaga kepercayaan berarti mereka telah mencuri kepercayaan orang lain secara dhalim yang dipergunakannya untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa sepengetahuan si pemberi kepercayaan. Artinya seseorang melakukan penyelewengan di belakang si pemberi kepercayaan. Hal ini tentu sangat menyakitkan bagi orang lain yang telah memberinya kepercayaan.
Dalam sebuah riwayat terdapat suatu kisah ketika Perang Khaibar, Rasulullah Saw dan kaum Muslimin berada dalam keadaan sangat sulit. Hingga seorang laki-laki datang menghadap Rasul Saw. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku adalah seorang Yahudi dan mengembala adalah pekerjaanku. Aku sedang membawa domba-domba orang Yahudi yang ingin aku kembalikan lagi kepada pemiliknya. Sekarang, aku ingin engkau menjelaskan kepadaku tentang hakikat Islam. Sehingga aku bisa bangga menjadi seorang Muslim.” Rasulullah saw memandangnya dengan penuh welas dan asih. Lalu, beliau mengajarkan tentang Islam hingga dua kalimat syahadat kepadanya.
Setelah memeluk agama Islam, laki-laki tersebut pergi dan tak lama kemudian kembali lagi ke sisi Rasulullah dengan domba-domba yang banyak.
“Wahai Rasulullah! Ini adalah domba-domba orang-orang Yahudi yang sekarang sedang berperang denganmu. Sekarang engkau dan pasukan Muslimin sedang kesulitan. Menurutku, ambillah domba-domba ini sebagai harta rampasan perang, sehingga kesulitan ini dapat teratasi.” jelasnya.
Rasul Saw menatapnya dan bersabda, “Wahai Fulan! Khianat dalam amanah merupakan sebuah dosa besar dalam agama Islam. Sekarang kamu adalah seorang Muslim maka kamu harus menjalankan ajaran Islam dan menjaga amanah adalah sesuatu yang wajib. Maka pergilah engkau ke Benteng Khaibar dan kembalikanlah domba-domba ini kepada pemiliknya!
Untuk itu berlakulah jujur, amanah dan jagalah kepercayaan yang telah diberikan oleh orang pada diri kita (tentang apapun dan oleh siapapun). Karena menjaga kepercayaan atau amanah adalah jalan keberhasilan dunia dan akhirat. Kelak Allah swt akan memberikan derajat tertinggi di surgaNya, jannah firdaus. Demikianlah Firman Allah swt :
وَٱلَّذِینَ هُمۡ لِأَمَـٰنَـٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَ ٰعُونَ وَٱلَّذِینَ هُمۡ عَلَىٰ صَلَوَ ٰتِهِمۡ یُحَافِظُونَ أُو۟لَـٰۤئكَ هُمُ ٱلۡوَ ٰرِثُونَ ٱلَّذِینَ یَرِثُونَ ٱلۡفِرۡدَوۡسَ هُمۡ فِیهَا خَـٰلِدُونَ)
dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya. serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi. Yakni yang akan mewarisi (surga) Firdaus, mereka kekal di dalamnya Surat Al-Mu’minun 8 – 11)
Menjaga amanah berarti menjaga kepercayaan orang lain atas diri kita dan menjadikan citra diri (self image) diri kita tetap terjaga dalam kebaikan. Semoga Allah swt mengampuni dosa kita dan selalu membimbing di jalanNya. Aamiin..