oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Realitas akhir zaman dicirikan dengan mengemukanya life style sebagai tolok ukur keberhasilan seseorang. Manusia modern menganggap bahwa gaya hidup seakan melebih substansi. Gaya hidup (life style) adalah sebuah kemasan (packed) atas sesuatu agar tampak baik dan bagus mempesona. Sementara ilmu, pengetahuan dan adab adalah substansi sesuatu yang menentukan atas suatu kualitas. Demikianlah logika yang sedang berkembang dalam realitas transaksi pasar, bahwa kemasan mengalahkan isi suatu produk. Inilah realitas penuh kamuflase dan kebohongan. Hal demikian sangat tepat dengan ramalan (nubuat) Nabi dalam sabdanya :
سيصيب أمتي داء الأم فقالوا: يا رسول الله وما داء الامام؟ . قال: الأشر و البطر والتكاثر والتناجس في الدنيا والتناغض والتحاسد حتي يكون البغي
“Kelak umatku akan dilanda penyakit umat-umat terdahulu. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah itu penyakit umat-umat terdahulu? Beliau menjawab: Kufur terhadap nikmat, penyalahgunaan karunia, bermegah-megahan dengan harta benda, berlomba-lomba menumpuk dunia (kekayaan), saling membenci dan saling mendengki hingga ke batas tindakkan semena-mena.” (HR. Al Hakim).
Gaya hidup yang dibangun oleh sudut pandang cara berpikir barat (worldview) yang liberal dan materialistik dengan menekankan pada penguasaan harta secara bebas (macheavellism) melalui penguasaan berbagai aset-aset ekonomi secara mutlak (monopolistik) dengan menggunakan berbagai kekuatan atau kemampuan produksi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup yang lebih tinggi. Cara pandang ini dibangun atas sebuah asumsi bahwa manusia hidup di muka bumi untuk menikmati fasilitasnya untuk memenuhi berbagai kesenangan yang diinginkan dan diharapkannya. Konsekwensi cara pandang (worldview) ini adalah bahwa tolak ukur keberhasilan adalah terpenuhinya berbagai keinginan dan kesenangan hidup. Sehingga tidaklah menjadi sebuah persoalan disaat seseorang menghabiskan berbagai kekayaannya selama dapat mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan hidup.
Cara berpikir seperti ini akan mendorong lahirnya sikap hedonisme dan keinginan diri untuk menikmati kesenangan hidup semata. Hal ini karena mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah memang untuk bersenang-senang sehingga lahirlah sikap boros. Sebagaimana Firman Allah swt:
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ
Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu. (QS. Al-Hadid : 20)
Sementara dalam pandangan Islam (Islamic worldview) memahami bahwa hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt sebagai wujud syukur atas segala nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah swt pada dirinya. Sehingga kaum muslimin dalam menikmati hidup tidaklah untuk kesenangan semata melainkan untuk sarana ibadah mendekat (taqarrub) kepada Allah sehingga dalam menikmati kesenangan hidup hanya cukup sekedarnya saja.
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash : 77)
Pernahkah kita berpikir, jika ada seseorang yang memperoleh harta sangat banyak, namun tidak diliriknya sama sekali bahkan lebih mendahulukan untuk beribadah kepada Tuhannya dan kemudian harta yang melimpah banyak tersebut dibagi-bagikannya pada orang lain hingga habis seketika itu juga tanpa sedikitpun harta yang ada di tangannya serta peristiwa demikian tidak hanya sekali dia lakukan, namun berulang kali setiap mendapatkan harta. Adakah realitas ajaib yang seperti ini terjadi dalam kehidupan manusia ?. Maka jawabnya adalah “ada ‼”, itulah kehidupan Rasulullah Muhammad saw yang Agung.
Dari sahabat Anas bin malik meriwayatkan:
“Rasulullah dibawakan harta dari Bahrain, maka Rasulullah bersabda, “Sebarkanlah (letakkanlah) di masjid.” Ini adalah uang paling banyak yang pernah didatangkan kepada beliau. Saat beliau pergi untuk shalat di masjid, beliau tidak meliriknya. Setelah beliau selesai shalat, baru kemudian mengambil uang itu dan membagi-bagikannya. Tidaklah Rasulullah melihat melainkan beliau memberikan sebagian darinya.
Kemudian Abbas datang dan berkata, “Wahai Rasulullah, berikanlah sebagian untukku, karena aku menebus diriku dan ‘Aqil (keduanya diambil menjadi tawanan perang Badar).” Rasulullah menjawab, Ambillah sebagian darinya.’ Maka Abbas memasukkan sebagian darinya ke dalam kain, dan berusaha mengangkatnya tetapi terlalu berat untuknya. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, mintakanlah bantuan seseorang untuku mengangkat ini.”
Rasulullah menjawab, ‘Tidak.’ Dia kemudian berkata, “Kalau begitu bantulah aku.” Rasulullah menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian dia mengeluarkan sebagian dari harta itu, dan berusaha mengangkatnya lagi tetapi masih terlalu berat untuknya. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, mintakanlah bantuan seseorang untukku mengangkat ini.” Rasulullah menjawab, Tidak.’ Dia kemudian berkata, “Kalau begitu bantulah aku Rasulullah menjawab, ‘Tidak.” Maka, dia mengeluarkan lebih banyak lagi, sampai dia mampu mengangkat di atas pundaknya, dan kemudian pergi. Kemudian Rasulullah tidak pergi sampai harta itu sepenuhnya dibagikan.”
Sikap nabi Muhammad saw ini adalah mengimplementasikan worldview islamnya yang menganjurkan untuk lebih banyak berbagi dan menekan diri dari tindakan sikap boros karena hal itu akan merugikannya sendiri. Sebagaimana dalam riwayat Abi Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta ( boros dengan semena-mena) .” (HR. Muslim no.1715)
Oleh karena itu Islam sangat melarang sikap berlaku sewenang-wenang terhadap harta yaitu berupa sikap boros. Larangan ini tercantum dalam FirmanNya :
وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (QS. Al-Isra’ : 26)
Tidaklah diragukan lagi bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang sangat sempurna dan paling lengkap dalam mengatur hidup dan kehidupan manusia. Tidak ada satupun sebuah konsepsi hidup yang se-komprehensif melebih daripada konsepsi islam dalam mengatur kehidupan ini. Islam memandang harta adalah sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Sementara kalangan non Islam menganggap bahwa harta adalah tujuan dari segala aktifitas, hingga mereka menganggap bahwa seluruh waktu yang dilaluinya haruslah bernilai uang, sebagaimana yang dikenal dalam ungkapan Time is Money. Hingga mereka rela menghabiskan waktunya untuk bekerja menumpuk sejumlah modal materi demi memenuhi kesenangan hidupnya. Hingga manakala sejumlah materi telah mampu mereka peroleh, maka mereka menghambur-hamburkannya dengan alasan yang sama yaitu untuk kesenangan hidup, sehingga lahir sikap hidup hidup yang hedonis sebagai konsekwensi dari cara pikir sekular liberal, buah dari ideologi kapitalisme.
Cara pandang yang berbeda ini disebabkan konsep dirinya dalam memahami kehidupan, world view. Dalam pandangan worldview islam, kehidupan adalah serangkaian realitas yang dicipta oleh Allah swt dan seluruh aktivitas kehidupan haruslah tunduk patuh pada aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya sebagai pencipta kehidupan sekaligus suatu konsekwensi atas komitmen kemanusiaannya pada saat di awal penciptaan (QS. Al A’raf: 172) dan sekaligus sebagai konsekwensi atas keimanan yang telah diyakini dan dideklarasikannya.
Prinsip pengelolaan harta dan gaya hidup (life style) dalam pemahaman worldview islam, antara lain: Pertama, segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini baik yang ada disekitar diri manusia (lingkungan dengan segala yang berhubungan dengannya) ataupun yang melekat pada diri manusia adalah milik kepunyaan Allah swt (QS. Al Baqarah: 284) yang diberikan dan dititipkan pada manusia sebagai suatu amanah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan dan penggunaannya harus tunduk pada aturan Allah swt atas hak milikNya. Sehingga harta dan segala kekayaan adalah milik Allah swt semata (penguasa hak milik) dan manusia hanyalah sebatas menggunakan dan mentasharrufkannya saja (hak guna) sehingga harta dalam islam dipahami hanyalah sarana dalam beribadah kepada Allah
Kedua, dalam Islam harta dipahami sebagai amanah, bukan hak milik mutlak, sehingga tugas seorang muslim hanyalah menjaganya dan mentasharrufkan (membelanjakan) sesuai dengan aturan dari si Pemilik. Ibarat seorang tukang parkir atau seseorang yang dititipi kendaraan yang dirinya diamanahi untuk menjaga kendaraan, maka dia tidak berhak apapun atas penggunaan kendaraan tersebut tanpa seijin, sepengetahuan dan berdasarkan aturan penggunaan yang ditetapkan oleh si pemilik kendaraan. Tugas utamanya hanya menjaga agar kendaraan tersebut aman sebagaimana maksud harapan si pemilik, sehingga tidak boleh dipergunakannya secara dhalim, karena hal itu dianggap tidak amanah.
Ketiga, harta yang dimiliki manusia bukanlah apa yang ada pada dirinya melainkan apa yang telah dikeluarkannya atau dibelanjakannya di jalan kebaikan dan hal itu menjadi simpanan miliknya yang akan kekal hingga akhirat. Hal ini memberikan sebuah pengertian bahwa harta dalam islam bukanlah semata pada kuantitas jumlah melainkan pada nilai kualitas dan kebermanfaatannya (quality dan utility). Sebagaimana FirmanNya :
وَآَتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آَتَاكُمْ
Berikanlah kepada mereka harta Allah yang telah Allah berikan kepada kalian. (QS. an-Nur: 33).
Keempat, cara perolehan harta dan cara penggunaannya akan dimintai pertanggungjawaban. Hal ini dikarenakan harta bukanlah hak milik pribadi melainkan hanyalah titipan dari Allah sehingga wajar sang Pemilik aslinya akan meminta pertanggungjawabannya. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :
اَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ … وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ…
Kaki seorang hamba di hari kiamat tidak akan bergeser sampai dia ditanya tentang (beberapa hal, diantaranya) tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan untuk apa dia gunakan… (HR. Turmudzi 2602, ad-Darimi 546)
Untuk itu sikap muslim terhadap harta adalah sebagai berikut : pertama, jangan berlaku kikir dan pula jangan rakus. Sebagaimana Firman Allah swt:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ هُوَ خَيۡرٗا لَّهُمۖ بَلۡ هُوَ شَرّٞ لَّهُمۡۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِۦ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَلِلَّهِ مِيرَٰثُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali ‘Imran : 180).
Begitu pula Firman Allah swt yang melarang sikap rakus atas harta.
وَإِنَّهُۥ لِحُبِّ ٱلۡخَيۡرِ لَشَدِيدٌ
dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan. (QS. Al-‘Adiyat : 8)
Kedua, tidak boleh bersikap boros dan berlaku sewenang-wenang terhadap harta. Bersikap boros adalah tindakan meremehkan sekaligus kurangnya kepedulian dan tanggungjawab atas masa depan.
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورٗا
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ : 27)
وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
Janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, (Qs. Al-An’am : 141)
Ketiga, Tidak boleh bersikap dan bergaya hidup yang hedonis, suka bermegah megahan dengan harta. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. At Takaatsur:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).(QS.At-Takatsur:1-8)
Keempat, memperoleh harta tidak boleh dilakukan dengan cara yang dhalim dan riba, karena hal demikian akan merusak keberkahan harta sebab dalam setiap kedhaliman dan merugikan orang lain maka ada hati yang tersakiti yang akan menjadi penghalang jalan sukses seseorang.
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah : 275)
Kelima, bahkan seharusnya seorang muslim memperhatikan betul dari mana hartanya diperoleh, tentu yaitu dari cara yang baik dan kemudian bersikap dermawan.
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa. (QS Al-Baqarah : 276)
Untuk itu, Islam sangat memberikan anjuran agar dalam menggunakan harta dilakukan dengan cara baik dan untuk kebaikan agama dan ummat ini. Yaitu antara lain : Pertama, harta haruslah digunakan sebagai sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sebagaimana dalam FirmanNya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datangnya hari ketika saat itu tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Dan adapun orang-orang kafir, mereka itulah orang-orang yang dzalim. – (Q.S Al-Baqarah: 254)
Kedua, gunakanlah harta untuk membangun kepedulian pada sesama melalui zakat, infaq sedekah kepada fakir miskin dan yatim. Sebagaimana Firman Allah swt:
۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah ; 177)
Ketiga, harta akan sangat bermakna dalam Islam manakala digunakan untuk mendukung usaha dakwah, jihad fi sabilillah bahkan harta dalam islam dikategorikan sebagai usaha transaksi bisnis dan simpan pinjam dengan Allah artinya harta bukan semata aset material melainkan bernilai transenden spiritual. Materi yang awalnya rendah di mata Allah akan merubah menjadi jalan kehormatan apabila disandingkan dengan Sang Pemilik Kehormatan pula, yaitu untuk menegakkan dan memuliakan agamanya. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. – (Q.S Al-Baqarah: 195)
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki), dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. – (Q.S Al-Baqarah: 245)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ هَلۡ أَدُلُّكُمۡ عَلَىٰ تِجَٰرَةٖ تُنجِيكُم مِّنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ. تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٰلِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedi
(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. (QS. As Shaaf: 11-12)
Adakah ideologi selain islam memiliki konsepsi pemikiran yang sangat detail dan mampu mengalahkan keagungan ide islam..? Lalu masihkah kita berpaling kepada ide selain islam untuk mengatur kehidupan kemanusiaan..?? Hanya orang berakallah yang mampu menerimanya. Wallahu a’lam.
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar