Oleh
Khusnul Hadi Kusuma
ASN Pemkab Tuban, Kandidat Doktor Ilmu Administrasi UNTAG Surabaya
“Bus Omni” memang mengagetkan.
Saat itu, tahun 1820, pertama kali dipakai di Paris. Kok ada kendaraan yang bisa dipakai mengangkut orang begitu banyak dan pula plus berbagai jenis barang milik penumpang. Apa saja bisa masuk. Semua bisa dimuat.
Paris pula yang pertama kali menggunakan istilah Omnibus. Bus jenis Omni.
Tapi baru menjadi istilah generik ketika dipakai di Amerika Latin. Di sana segala sesuatu yang bisa dimasuki apa saja disebut Omnibus.
Seorang yang sangat rakus makan disebut punya perut Omnibus.
Bus Omni lantas sangat populer. Itulah kendaraan besar “pengangkut berbagai jenis” keperluan. Omnibus pun dipakai sebagai istilah generik. Apa pun yang bisa dipakai ramai-ramai disebut Omnibus.
Omnibus Law adalah konsolidasi besar-besaran.
” Kita tahu bahwa program Omnibus Law itu berat sekali. Bahkan berani memulainya saja sudah hebat. Apalagi bisa melakukannya – ini adalah sebuah langkah besar dan semoga sukses.” Pun di bidang hukum. Omnibus Law adalah satu paket hukum yang isinya berbagai jenis hukum. Atau, satu UU yang di dalamnya melingkupi banyak UU terkait.
Maka UU seperti itu disebut Omnibus Law.
Misalnya UU Investasi. Yang, katakanlah, isinya sudah sangat bagus. Tapi bisa jadi UU Investasi itu sulit mencapai tujuan : meningkatkan modal masuk ke Indonesia.
Bisa saja investasi terhambat oleh UU yang lain. Misalnya UU Otonomi Daerah, UU Ketenagakerjaan, UU Lingkungan Hidup/Amdal, UU Bangunan/IMB. Dan banyak lagi.
Mengubah salah satu UU itu saja tidak menyelesaikan masalah. Bahkan bisa saja isinya bertabrakan lagi dengan UU lain. Repotnya sama dan hasilnya tidak tuntas.
Maka dilakukanlah paket Omnibus Law. Semua UU yang terkait akan dijadikan satu. Akan diangkut dalam satu bus besar Omni: Omnibus Law.
(contoh kecilnya seperti Samsat. Three In One. Polisi, Jasa Raharja, Dipenda), mempermudah urusan konsumen.
Betapa besar pekerjaan itu. Betapa mendasarnya. Belum pernah yang seperti ini bisa dilakukan presiden siapa pun.
Di Amerika sudah lama pemerintah mengajukan paket RUU Omnibus Law: menyempurnakan banyak UU dalam satu payung. Misalnya saat Amerika kesulitan mengatasi meningkatnya kriminalitas.
Kita bisa membayangkan betapa rumitnya pengajuan satu RUU Omnibus Law. Terutama menyusun RUU-nya. Misalnya satu Omnibus Law itu akan diberi nama ‘Cipta Lapangan Kerja’. Lebih dari 7 UU berada dalam satu bus itu. Total berisi lebih dari 1.000 pasal.
Apalagi, pemerintah sekarang ini tidak hanya mengerjakan satu bus Omni. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan pemberangkatan sekaligus 11 bus Omni. Tiap bus akan ada namanya sendiri. Masing-masing bus mengangkut banyak UU terkait.
Sangat Dramatik.
Masing-masing bus punya sopir sendiri-sendiri –para Menko. Punya kernetnya sendiri –para menteri terkait. Punya ahli-ahli tekniknya sendiri –para Dirjen.
Juragan bus Omni tinggal memberi komando: kapan bus harus berangkat ke terminal.
Apakah harus berangkat satu persatu atau ke terminal ramai-ramai –konvoi 11 bus.
Apa itu OMNIBUS LAW yang baru saja di ketok palu DPR RI?
Secara terminologi, omnibus berasal dari Bahasa Latin yang berarti untuk semuanya. Dalam konteks hukum, omnibus law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu undang-undang yang mengatur banyak hal. Dengan kata lain, omnibus law artinya metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus law. Dalam omnibus law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Yang paling sering jadi polemik, yakni ombinibus law di sektor ketenagakerjaan yakni UU Cipta Lapangan kerja. Sebagaimana bahasa hukum lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.
Memahami Omnibus Law Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara. “Omnibus Law itu satu UU yang dibuat untuk menyasar isu besar dan mungkin mencabut atau mengubah beberapa UU. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah. Selain itu, menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. “Idealnya bukan cuma penyederhanaan dari segi jumlah, tapi juga dari segi konsistensi dan kerapihan pengaturan. Jadi bisa prosedur juga lebih bisa sederhana dan tepat sasaran, idealnya ya, terobosan ini akan sangat menantang jika dilakukan di Indonesia. Pasalnya Indonesia belum pernah menerapkan Omnibus Law sebelumnya.
Omnibus law juga bukan barang baru. Di Amerika Serikat, omnibus law sudah kerap kali dipakai sebagai UU lintas sektor. Ini membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung mengamandemen beberapa UU sekaligus. Omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill. Pemerintahan Presiden Jokowi sendiri mengidentifikasi sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari omnibus law.
Artinya, omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Ditargetkan bisa dibahas di Desember 2019, draft RUU Omnibus Law molor dan baru secara resmi diserahkan pemerintah pada DPR untuk dibahas pada pekan lalu.
Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat omnibus law. Salah satunya sektor ketenagakerjaan. Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan. Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan. Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami penyusutan. Di dalam omnibus law, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Omnibus Law Cipta Kerja Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi. Ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan. Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:
1. Penyederhanaan perizinan tanah,
2. Persyaratan investasi,
3. Ketenagakerjaan,
4. Kemudahan dan perlindungan UMKM,
5. Kemudahan berusaha,
6. Dukungan riset dan inovasi,
7. Administrasi pemerintahan,
8. Pengenaan sanksi,
9. Pengendalian lahan,
10. Kemudahan proyek pemerintah,
11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Sementara itu, UU Cipta Kerja, yang baru saja disahkan, terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Akhirnya, bus itu sudah tiba di terminal awal bulan Oktober ini. Kita dapat membayangkan betapa banyak pekerjaan di kandang bus masing-masing sekarang ini. Betapa rumitnya menyingkronkan 1.000 pasal. Bisa jadi mereka tidak punya kesempatan libur akhir tahun. Apalagi jenis penumpang bus itu begitu beragam. Punya keinginan sendiri-sendiri. Ada yang ingin bawa kopi. Ada juga yang ingin bawa rendang. Bahkan ada yang tidak ingin berangkat –dengan alasan masuk angin. Semua penumpang adalah jenis UU yang rewel-rewel.
Saya menunggu dengan berdebar: bus apa yang akan duluan berangkat ke terminal. Saya ingin memberikan handuk putih kepada Menko-nya. Untuk lap keringatnya yang berlelehan. Agar selamat sampai ke terminal. Terminalnya ada di Senayan –di gedung yang atapnya seperti pantat wanita cantik sedang telungkup itu: DPR. Masuk terminalnya mudah. Tinggal bayar karcis retribusi masuk terminal. Tapi kita belum tahu: diapakan bus Omni itu di dalam terminal DPR. Saya juga tidak tahu apakah banyak preman di terminal itu. Apakah preman-preman itu punya bos masing-masing: preman besar. Misalnya preman khusus yang tugasnya mencopet penumpang. Yang menyedot bensin. Yang memalak sopir. Dan seterusnya. Atau terminal itu sekarang sudah bersih dari preman. Sehingga bus Omni yang masuk ke situ segera diizinkan berangkat mengantar penumpang sesuai tujuan. Koalisi besar di Senayan ternyata diperlukan. Agar ban bus Omni tidak digembosi di situ. Bulan depan terminal itu akan sibuk sekali. Bayangkan: membahas satu UU saja ruwet. Apalagi ini akan membahas UU induk yang di dalamnya banyak UU bidang masing-masing. Apalagi kalau 11 Omnibus Law benar-benar tiba di terminal dalam waktu berdekatan. Periode kedua kepresidenan Jokowi ternyata benar-benar untuk membenahi hukum, Selamat pak Jokowi sudah berhasil mengandangkan 1 Omnibus law.
Semua penumpang sekarang sedang menunggu penawaran pelayanan-pelayanan terbaik yang berwujud PP. Semoga awal tahun akan banyak diskon, potongan harga atau pelayanan privat terbaik bagi kami para penumpang.