KANAL24, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa isu perubahan iklim sudah sangat sering dibicarakan di dalam pertemuan-pertemuan global. Namun faktanya aksi di lapangan oleh negara-negara anggota forum pertemuan tingkat dunia itu belum memperlihatkan aksi nyata.
Dijelaskan Jokowi bahwa perubahan iklim ini berpotensi menimbulkan dampak yang luar biasa dan mengerikan bagi kehidupan makhluk di bumi. Oleh sebab itu perlu ada mobilisasi kebijakan-kebijakan yang nyata dan faktual agar implementasi di lapangan bisa riil terjadi.
“Hal yang sering kita lakukan, sering kita bicarakan, sering diputuskan di dalam pertemuan-pertemuan global, tetapi aksi lapangannya belum kelihatan,” ujar Jokowi saat membuka Sidang Ke-144 Assembly of The Inter-Parliamentary Union (IPU) and Related Meetings yang digelar di Mangupura Hall, Bali Internasional Convention Center ( BICC ),
Jokowi mengungkapkan risiko perubahan iklim bisa mendistrupsi berbagai aspek kehidupan global mulai dari kelangkaan energi dan pangan, hingga gangguan logistik dalam pengiriman. Apabila hal itu terjadi maka dampaknya bisa mendorong kenaikan inflasi hampir di semua negara sehingga rakyat kesulitan dalam menjangkau harga-harga yang naik.
Dalam laporan Food and Agriculture Organisasi (FAO) mengatakan bahwa kerusakan tanah dan perubahan iklim bisa menyebabkan penurunan produksi pertanian hingga 50 persen di beberapa wilayah. Apalagi status kesuburan tanah di negara seperti Amerika Serikat sudah kehilangan top soil (lapisan tanah atas) sebanyak 50 persen. Kemudian sekitar 75 persen – 85 persen tanah pertanian di Eropa hanya memiliki 2 persen kandungan organik. Sedangkan tanah pertanian di Indonesia hanya memiliki 0,5 persen kandungan organik.
Menanggapi hal tersebut, Melli Darsa, Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, mengatakan bahwa saat ini sudah tidak bisa dipungkiri langkah dunia ke depan haruslah kompak dan sejalan dengan prinsip ekologi. Melli mendukung pernyataan Presiden Jokowi yang meminta dunia melihat tantangan dan risiko perubahan iklim secara holistik.
“Ekosistem dan strategi pembangunan peradaban dunia ke depan, harus seimbang antara, ekonomi, kemanusiaan, dan ekologi. Sayangnya pada saat kemarin di COP26 Glasgow, aspek ekologi tidak diangkat secara holistik khususnya tentang resiko kepunahan tanah,” kata Melli.
Melli berharap pertemuan forum parlemen global IPU ke-144 tersebut dapat membahas perubahan iklim secara lebih holstik, mencakup ketersediaan energi, air, dan kondisi tanah. Dengan begitu diharapkan ada langkah nyata untuk mendorong terjadinya transisi energi yang lebih bersih dan ramah terhadap lingkungan.(sdk)