Kanal24, Malang – Sejak bulan lalu, publik sempat dikejutkan dengan wacana kebijakan pembebasan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa yang duduk di bangku SD dan SMP domisili Surabaya. Tepat pada tanggal 10 November 2022, Pemerintah Kota Surabaya dan Dinas Pendidikan Surabaya telah meresmikan kebijakan tersebut sesuai dengan rencana awal. Pemberian PR selanjutnya digantikan dengan digagasnya program penumbuhan karakter siswa.
Pihak berwenang telah menetapkan jam belajar aktif di sekolah hanya sampai pada pukul 12.00 WIB, kemudian akan dilanjutkan dengan kelas pengayaan untuk pendalaman karakter pada pukul 13.00 WIB hingga 14.00 WIB, di mana siswa dibebaskan mengikuti pola pembelajaran melalui pengembangan bakat masing-masing individu, seperti melukis, menari, mengaji, dan lainnya.
Selain untuk mengurangi beban siswa di luar sekolah, kebijakan pembebasan siswa dari pemberian PR tersebut bertujuan untuk memberi ruang kreatif, meningkatkan kemampuan bersosialisasi, sekaligus membentuk karakter siswa. Program pendalaman karakter yang diberlakukan juga diharapkan dapat melatih para siswa menjadi lebih aktif, mandiri, serta tidak takut untuk berpendapat. Kendati demikian, pemerintah serta beberapa pihak, seperti Wali Kota Surabaya— Eri Cahyadi, tetap menyarankan dan mengajak para orang tua untuk mengoptimalkan waktu yang ada di rumah sebagai sarana pembentukan karakter anak, mengingat merekalah yang memiliki fungsi utama dalam hal pengawasan dan penjagaan anak selama di lingkungan rumah.
Dilansir dari Kompas.com, seorang konselor anak dari Sekolah Cikal Surabaya— Nerinda Rizky Firdaus, mengatakan bahwa bukan PR yang dibutuhkan anak untuk memiliki kompetensi, menjadi sosok yang ingin tahu, dan memiliki motivasi belajar, melainkan pemberian pembelajaran bermakna dan diferensiasi di kelas, entah itu topik belajar, pertanyaan yang memantik rasa ingin tahu, serta penjelasan tentang pentingnya belajar suatu topik dan bagaimana kegunaan atau keterikatannya dengan realitas, lingkungan, dan diri sendiri. Oleh sebab itu, menurutnya kegiatan di rumah bersama orang tua juga dapat menjadi alternatif lain dari pemberian PR di mana anak dapat melakukan pengembangan diri.
Meskipun mendapat beragam reaksi pro maupun kontra dari pihak orang tua, kebijakan penghapusan PR ini tetap disambut baik oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Indonesia, Nadiem Makarim, sebab sudah semestinya eksistensi dan sifat PR tidak untuk memberatkan siswa. (nai)