Tidak banyak diantara kita yang masih hidup dan sehat sejahtera mampu menghidupi orang lain yang ada di sekitar kita, bahkan tidak sedikit keberadaan seseorang yang ada saat ini malah menjadi beban bagi orang lain. Namun tidak sedikit dari yang telah wafat atau tiada masih mampu menghidupi banyak orang hidup saat ini yang ada di sekitar makam atau kuburannya. Kebermanfaatannya tidak hanya pada saat mereka hidup namun hingga jauh dari masa wafatnya masih saja meninggalkan kemanfaatan bagi orang yang hidup di sekitarnya. Itulah para wali-wali Allah swt. Fisik mereka memang telah tiada namun jejak kebaikannya masih terus menggema dan terasa dengan nyata oleh orang-orang yang hidup saat ini.
Lihatlah makam para waliyullah yang ada di sekitar kita, masih banyak orang yang bersilaturrahim mengunjunginya hingga menjadikan orang-orang yang ada di sekitar makamnya (pesarean) mampu mengambil manfaat atas kehadiran orang yang datang mengunjungi pesareannya itu, baik untuk berjualan, sebagai pelayan tamu, tukang parkir dan segala profesi apapun yang dapat mendatangkan keuntungan materi dan lainnya.
Janganlah kita mengira bahwa mereka para orang-orang shalih telah tiada dan tidak mampu membagi nikmat pada yang lainnya padahal mereka sesungguhnya masih hidup di sisi Allah swt, karena sesungguhnya pemberi nikmat adalah mutlak dari Allah swt namun sebagaimana manusia hidup maka seseorang bisa menjadi jalan perantara dalam membagikan nikmat yang diberikan oleh Allah swt kepada manusia lainnya. Benarlah apa yang disampaikan oleh Allah swt
وَلَا تَقُولُواْ لِمَن يُقۡتَلُ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتُۢۚ بَلۡ أَحۡيَآءٞ وَلَٰكِن لَّا تَشۡعُرُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.( Al-Baqarah : 154)
وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ
Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki. ( Ali ‘Imran, : 169)
Artinya para nabi dan rasul, orang-orang syahid dan orang-orang shalih para wali-wali Allah mereka tetap hidup dan memperoleh rezeqi dari Allah di alam barzakh, selayaknya mereka masih hidup yang mendapatkan rezeqi dari Allah dan dapat membagikannya pula para yang lainnya yang masih hidup sebagai wujud sebaik-baiknya teman. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَۚ وَحَسُنَ أُوْلَٰٓئِكَ رَفِيقٗا
Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya ( An-Nisa’, : 69)
Sebagaimana pula dijelaskan oleh nabi muhammad saw bahwa ketika beliau isra’ mi’raj, beliau bertemu dengan para nabi dan di antaranya adalah nabi Musa As, yang seperti dalam sabda beliau yang artinya :
“Pada malam saat aku mengalami isra’, aku menemui Musa yang sedang berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah” (HR. Muslim)
Artinya bahwa para nabi, waliyullah, orang-orang shalih dan syuhada, mereka terus hidup, berkomunikasi dan memberikan nilai kemanfaatannya kepada manusia hidup yang berinteraksi dengannya melalui karomah-karomahnya sekalipun setelah wafatnya. Demikian pula para ulama dan penyampai ilmu yang mampu mengantarkan manusia ke jalan kebenaran dan kedekatan serta pengagungan kepada Allah swt serta tentunya pula para penemu yang dengan penemuannya mampu memberikan kemanfaatan dan menjadikan manusia semakin dekat dengan Allah, maka mereka terus hidup dengan amal perbuatannya dan terus mengalirkan kebaikan bagi kehidupan berkat kebaikannya (amal shalih yang bermanfaat). Dia telah menjadi jalan petunjuk bagi manusia dan terus menerima kebaikan atas amalnya serta menebarkan kemanfaatan atas ilmunya.
Kedudukan (maqam) mulia yang mereka peroleh tentu tidaklah didapat dengan cara yang mudah dan hidup santai, namun mereka telah melaluinya dengan riyadhah (usaha olah bathin) yang luar biasa dengan menjalankan segala ketaatan dan kedekatan (taqarrub) kepada Allah swt. Jika mereka sekalipun telah tiada namun masih mampu menghidupi yang hidup, lalu bagaimana dengan kita yang hidup.?? Mampukah kita memberikan kemanfaatan bagi sesama..?. Jawabannya ada pada diri kita masing-masing, tentang bagaimana kita memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menanamkan jejak kebaikan serta usia yang tersisa dipergunakan untuk membangun kedekatan dengan Allah swt. Inilah makna umur yang panjang dan ilmu yang bermanfaat serta amal shalih yang pahalanya terus mengalir melampaui masa hidupnya di dunia.
Inilah pesan berharga Nabi untuk kita :
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Kematian yang menghidupi, itulah para wali-wali Allah yang terus sebuah bukti nyata yang terus Allah swt perlihatkan dihadapan manusia yang hidup belakangan agar mengambil pelajaran dan ibrah untuk dapat menjadikan sisa hidupnya semakin mendekat Allah swt dengan menjalankan amal ketaatan dan menjauh dari segala laranganNya.
Demikianlah realitas kehidupan yang sesungguhnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Asy-Syaikh As-Sayyid Abdullah bin Alwi al-Haddad radliyallahu’anh berkata:
“Sesungguhnya orang-orang pilihan (waliyullah) jika mereka wafat, tidak hilang dari mereka kecuali hanya jasad dan bentuknya saja. Adapun hakekatnya, mereka hidup dalam kubur mereka. Dan ketika seorang wali itu hidup dalam kubur mereka, sesungguhnya tidak lepas dari diri mereka sedikit pun ilmu, aqal, dan kekuatan ruhani mereka. Bahkan bertambahlah pada arwah-arwah mereka bashirah, ilmu, kehidupan ruhaniyyah, dan tawajjuh mereka kepada Allah setelah kematian mereka. Dan jika arwah-arwah mereka bertawajjuh kepada Allah Ta’ala dalam suatu hal (hajat), maka Allah Ta’ala pasti memenuhinya dan mengabulkannya sebagai kehormatan bagi mereka.”
Semoga Allah swt menjadikan sisa hidup kita sebagai jalan untuk semakin mendekat padaNya, menempuh jalan ridhoNya dan diberi kekuatan untuk menjauh dari laranganNya. Semoga kelak dijadikan hidup kita sebaik-baiknya hidup dan menjadikan kematian kita sebaik-baiknya akhir serta menjadikan kuburan kita sebagai sebaik-baiknya penantian. Aamiiin….
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar