oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Citra adalah kumpulan persepsi-persepsi yang lahir dari sebuah stimulus yang diterima oleh otak melalui proses penginderaan oleh indra manusia terdapat 6 jalur menuju otak manusia yaitu dari apa yang dilihat, dari apa yang didengar, dari apa yang dicium, dari apa yang di kecap, dari apa yang disentuh, dan dari apa yang dilakukan. Menurut Confusius bahwa apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham. Hal ini menandakan bahwa efektivitas penerimaan otak adalah dari apa yang dilakukan oleh seseorang. Itulah interaksi dalam hubungan antar manusia dan sosial.
Salah satu faktor dalam pembentuk citra adalah melalui pola hubungan yaitu interaksi yang dilakukan oleh lembaga dengan publiknya secara nyata dalam realitas komunikasi dengan beragam kondisi dan karakter yang berbeda. Dari sini kita memahami alasan, mengapa tindakan menempati posisi tertinggi dalam efektivitas daya ingat manusia, karena dalam interaksi seseorang yang menggunakan seluruh potensi indranya secara optima,l baik berkaitan dengan stimulus penglihatan, pendengaran, daya penciuman, mungkin pula sentuhan bahkan juga perasaan, pada saat seseorang melakukan proses interaksi tersebut. Sebab pula dalam interaksi seseorang tidak hanya merespon verbal, namun pula non verbal serta perasaan (sense) dan respon orang lain dalam komunikasi diadik antar personal.
Rasulullah saw adalah sosok pribadi yang seluruh tindakannya adalah penuh keteladanan yang sangat patut dijadikan contoh dan ditiru dalam seluruh realitas pola hubungan. Dengan keteladanan sikap perilakunya menjadikan setiap kawan semakin mendekat dan setiap lawan menjadi segan, bahkan para pembencinya berubah menjadi mencintainya dan setiap pencintanya akan selalu ingin membersamainya hingga lahir loyalitas puncak yang tidak pernah ada sebelum dan setelahnya.
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab, Ayat 21)
Rasulullah saw memiliki keteladan paling sempurna sehingga sikap perbuatannya menjadi citra diri positif yang mampu menggerakkan perubahan menuju peradaban tinggi lagi mulia. Keteladanan dalam berakhlaq mulia, bertoleransi, kasih sayang, rendah hati, keberanian, kedermawanan, keteguhan dan keyakinan dan segala tindakan lainnya dalam seluruh pola hubungan dan interaksinya.
Secara kontekstual dalam komunikasi pelayanan publik memberikan pelajaran bahwa petugas layanan ataupun lembaga pemberi layanan haruslah terus mampu menjaga hubungan baik dan interaksi yang dibangun dengan semangat keteladanan untuk menampilkan sikap terbaik penuh akhlaq dan kesantunan serta motivasi untuk memberikan kebaikan kepada siapa saja secara tulus. Karena publik akan menilai suatu lembaga melalui interaksi dan tindakan komunikasi yang ditampilkan oleh para petugas dan lembaga dalam membangun hubungan baik dengan publiknya.
Hubungan baik haruslah dilakukan dengan semangat ingin meninggalkan jejak kebaikan di tengah-tengah masyarakat sehingga mereka merasakan dan memperoleh kemanfaatan yang maksimal dari lembaga layanan. Melalui tindakan interaksi yang penuh ketulusan akan berdampak pada terciptanya persepsi positif dari publik atas lembaga pemberi layanan, yang tentu hal ini haruslah bermula dari para petugas layanannya yang bertindak merepresentasikan lembaga. Demikian pula penggunaan teknologi informasi yang mengikuti perkembangan perubahan realitas akan sangat membantu dengan cara mengupayakan terciptanya model pelayanan yang inovatif dan memberikan banyak kemudahan dan kemanfaatan.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB