oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Salah satu fokus dalam kajian komunikasi organisasi adalah komunikasi kepemimpinan. pemimpin adalah sesuatu yang sentral dalam sebuah organisasi pemimpin memberikan arah sekaligus panduan langkah atas perjalanan roda organisasi pemimpin adalah roh yang membangkitkan anggota organisasi perusahaan mengalami suasana keterpurukan pemimpin memotivasi anggota organisasi dan meyakinkan mereka untuk terus selalu bersemangat dalam organisasi untuk itu keberadaan pemimpin sangat menentukan terhadap wajah dan masa depan suatu organisasi serta kewibawaan organisasi di hadapan organisasi lainnya sangat ditentukan oleh faktor kepemimpinan ini sehingga kualitas akan menentukan terhadap kualitas suatu organisasi sehingga keberadaan pemimpin sangatlah strategis dalam konteks ini
Komunikasi organisasi profetik memberikan perhatian serius terhadap persoalan kepemimpinan, bahkan memiliki konsep yang sangat detail dan jelas dalam persoalan ini. Kepemimpinan adalah fitrah dari kemanusiaan, dengan dinyatakan bahwa setiap individu adalah pemimpin dan setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah kepemimpinannya. Berorganisasi adalah kesediaan berkumpul dan kesediaan taat atas kepemimpinan dalam kehidupan bersama. Sebab tidak akan ada organisasi tanpa kepemimpinan dan tidaklah ada kepemimpinan tanpa sebuah ketaatan. Karena itu persoalan ketaatan atas kepemimpinan menjadi persoalan penting yang disebutkan dalam teks sumber wahyu,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’, Ayat 59)
Bahkan fitrah kepemimpinan merupakan maksud dari rencana awal penciptaan manusia. Sebagaimana di Firmankan oleh Allah swt :
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 30)
Sang Pencipta menetapkan tugas utama kepemimpinan adalah untuk mengelola kehidupan di alam semesta ini agar berjalan dengan baik dan berada dalam ketundukan kepada Allah, agar perintah Allah swt dapat dijalankan dengan sempurna dalam kehidupan, serta agar bumi ditegakkan dengan kebenaran dan kebaikan. Artinya tugas pemimpin adalah menjadi jalan petunjuk dan memastikan bahwa aturan Allah dijalankan dan kehidupan dipenuhi dengan kebaikan. Sebagaimana Firman Allah:
وَجَعَلۡنَٰهُمۡ أَئِمَّةٗ يَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡهِمۡ فِعۡلَ ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَإِقَامَ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءَ ٱلزَّكَوٰةِۖ وَكَانُواْ لَنَا عَٰبِدِينَ
Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah. (QS. Al-Anbiya’, Ayat 73)
Artinya tugas pemimpin adalah menjadi jalan petunjuk menuju terlaksanakan kebaikan sebagaimana diperintahkan oleh Allah swt (QS. As Sajadah :24). Menjadi penegak keadilan dan sebagai pemutus perkara atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia demi kemashlahatan kehidupan di muka bumi (QS.An Nisa’:135, QS. Shad: 26). Memastikan agar amanah berjalan dengan baik agar tidak ada orang yang berlaku sewenang-wenang atas orang lain (QS. An Nisa’:58).
Siapakah yang layak menjadi pemimpin dan bagaimana kriterianya? . Islam memberikan arahan bahwa seseorang untuk dapat dipilih sebagai pemimpin setidaknya memenuhi dua kriteria utama yaitu, kuat (mampu) dan amanah, demikian pula yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya as siyasyah asy syar’iyah. Hal ini mendasarkan pada arahan dalam Firman Allah swt :
إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Sesungguhnya manusia terbaik yang anda tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah.” (QS. Al-Qashas: 26).
Sebagaimana pula pujian yang diberikan oleh penguasa Mesir kepada Nabi Yusuf, yang diabadikan oleh Allah swt dalam alquran:
إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
“Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi (kuat secara posisi) lagi dipercayai pada sisi kami”. (QS. Yusuf: 54).
Demikian pula karakter Jibril yang Allah amanahi menyampaikan wahyu kepada para rasul-Nya, karakter Jibril yang Allah puji dalam al-Quran,
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ . ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ . مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ
Sesungguhnya Al Qur’aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril). yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi amanah. (QS. At-Takwir: 19 – 21).
Dua kriteria utama sebagai pemimpin, yaitu kuat atau tegas, berani (termasuk dalam kriteria ini adalah kompetensi fisik dan profesional) dan amanah. Kriteria pertama adalah mengandung unsur kompetensi individu yang berdampak pada sosial, sementara pada kriteria kedua adalah kompetensi individu yang sangat personal. Kuat atau mampu bertindak profesional, batasannya adalah kemampuannya dalam menangani situasi secara profesional dan keberaniannya untuk menegakkan aturan tanpa takut diintervensi oleh pihak lain. Sementara batasan amanah adalah kemampuan personalnya untuk dengan sungguh-sungguh takut kepada Allah, tidak memperjual belikan ayat Allah untuk kepentingan dunia, dan tidak takut dengan ancaman manusia. Kriteria yang kedua ini lebih pada sifat keshalehan personal seorang pemimpin.
Persoalannya adalah bagaimana jika kedua kriteria tersebut tidak bersatu dalam diri seorang pemimpin, mana yang harus diprioritaskan. Maka yang menjadi pertimbangannya adalah mana yang lebih dibutuhkan oleh masyarakatnya pada saat itu. Bisa jadi, dalam suasana tertentu seperti saat negara sedang menghadapi intervensi kekuatan bangsa lain atau terkait kemampuan pertahanan bangsa maka kriteria kemampuan, kuat, tegas atau profesional tentu lebih dibutuhkan dan diprioritaskan. Namun dalam keadaan tertentu kriteria amanah lebih diprioritaskan misalkan disaat rakyat membutuhkan seorang manajerial yang baik seperti dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi bangsa. Artinya penentuan skala prioritas sangat ditentukan oleh tingkat kebutuhan masyarakat dan kondisi bangsa pada saat itu.
Lalu, bagaimana cara memilih pemimpin dalam pendekatan profetik?. Maka Allah swt memberikan arahan melalui teks FirmanNya bahwa hendaklah memilih berdasarkan keimanannya terlebih dahulu baru kemudian kompetensi personal yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena tugas utama kepemimpinan adalah memastikan terlaksananya aturan Allah swt dalam praktek kehidupan. Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ عَلَيۡكُمۡ سُلۡطَٰنٗا مُّبِينًا
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)? (QS. An-Nisa’, Ayat 144)
Hal senada juga Allah swt sebutkan dalam QS. Al Mumtahanah: 1, QS. At Taubah: 23, QS. Al Imran:28, QS. Al Maidah: 51,57. Siapa yang harus dipilih sebagai pemimpin dalam ayat-ayat tersebut sangatlah tegas yaitu menetapkan keimanan sebagai dasar utama dan kriteria utama seseorang layak dan boleh dipilih sebagai seorang pemimpin. Keimanan sebagai dasar memilih dalam persepktif profetik disebabkan kepemimpinan adalah cara dalam menegakkan keimanan dengan segala konsekwensinya dalam ranah kekuasaan.
Dari sini dapat dipahami bahwa komunikasi profetik telah menjadikan keimanan sebagai sentral kajian sehingga semua aspek yang terkait kajian komunikasi dalam perspektif ini juga berlandaskan pada landasan yang sama. Sehingga dengan menjadikan keimanan sebagai titik sentral dalam kajian maka seluruh praktek dan tindakan komunikasi kepemimpinan dalam menjalankan roda organisasi juga haruslah berlandaskan pada nilai keimanan pula. Untuk itu gaya kepemimpinan apapun yang dilakukan tidaklah menjadi persoalan manakala standart penilaiannya adalah keimanan. Sebab pada pemimpin yang beriman maka semua tindakan seorang pemimpin dan arah kebijakan kepmimpinan tentulah dalam rangka untuk menegakkan keimanan dengan segala konsekwensinya, yaitu memuliakan Islam dan Ummatnya serta menghormati dan menghargai setiap ummat lain yang berbeda keyakinan dengannya karena islam mengajarkan akan pernghormatan dan kedamaian. Karena Islam adalah rahmatan lil alamiin.