Setiap orang berharap bahwa dalam melakukan interaksi antar manusia selalu berada dalam suasana harmonis, saling mendukung dan saling bantu. Sebaliknya setiap kita juga pasti tidak menginginkan suasana disharmoni, adanya konflik antar individu. Sebab energi yang dikeluarkan dalam suasana konflik jauh lebih besar dibandingkan dalam suasana yang harmonis.
Namun konflik dalam realitas komunikasi antar manusia adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Realita konflik telah ada semenjak sebelum manusia dicipta bahkan saat manusia pertama ada di muka bumi telah diwarnai oleh konflik. Salah satu bentuk tindakan komunikasi disaat orang sedang berkonflik adalah tindakan menghalang-halangi atau mengganggu orang lain agar apa yang dimaksud tidak tercapai. Dalam pengertian ini disebut pula dengan istilah disrupsi (disruption).
Secara bahasa, disruption artinya gangguan atau kekacauan; gangguan atau masalah yang mengganggu suatu peristiwa, aktivitas, atau proses (disturbance or problems which interrupt an event, activity, or process). Menurut Merriam-Webster, disrupsi adalah tindakan atau proses mengganggu sesuatu: istirahat atau gangguan dalam perjalanan normal atau kelanjutan dari beberapa kegiatan, proses, dll.
Tindakan menghalang-halangi tergolong dalam tindakan disrupsi, yaitu salah satu bentuk tindakan komunikasi manusia (human communication) dalam mengganggu maksud atau tujuan orang lain sebagai bentuk ketidaksukaan atas sesuatu terhadap orang lain disaat berinteraksi agar apa yang dimaksud atau diinginkan oleh orang lain tersebut tidak terwujud dalam kenyataan. Tindakan ini biasanya terekspresikan dalam bentuk penolakan disertai perasaan emosi atau mungkin pula diungkapkan dengan kata-kata negatif. Dalam realitasnya kemudian muncul tindakan-tindakan persekusi, yaitu menghalang-halangi dan mungkin pula penganiayaan.
Dalam mengungkapkan suatu penolakan atas atas apa yang tidak disuka, maka islam memberikan sebuah arahan kepada ummat manusia tentang bagaimana mengekspresikan ketidaksukaan tersebut. Batasan utamanya adalah Islam menolak segala bentuk tindakan kemungkaran dan melarang seseorang untuk menghalang-halangi atau menolak dengan ekstrem, mempersekusi segala tindakan yang mengarah pada kebaikan. Sebagaimana diindikasikan dalam Firman Allah swt:
وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ أَن يُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ مَا كَانَ لَهُمۡ أَن يَدۡخُلُوهَآ إِلَّا خَآئِفِينَۚ لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ
Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat. (QS. Al-Baqarah, Ayat 114)
Mempersekusi kebaikan atau bertindak disruptif dengan menghalang-halangi orang lain untuk melakukan kebaikan merupakan tindakan yang dilarang oleh Islam. Hal ini disebabkan Islam sangat menganjurkan setiap manusia berbuat baik, membiasakan diri dengan kebaikan, serta menciptakan kehidupan yang penuh dengan nuansa kebaikan. Guna mewujudkan realitas demikian tentu membutuhkan media dan ruang berkumpul sebagai upaya menciptakan budaya kebaikan tersebut. Untuk itu Masjid berfungsi dalam mewujudkan tujuan tersebut. Masjid sebagaimana dimaksud adalah sebagai tempat ibadah, tempat kaum muslimin bersujud melakukan peribadatan kepada Allah. Demikian pula masjid sebagai tempat berkumpul untuk mengkaji ilmu dan berbagai hal tentang kebaikan. Dalam pengertian ini masjid adalah media memperdalam ilmu pengetahuan yang mampu mendekatkan pada Allah (majelis ilmu), sebagai tempat berkumpulnya masyarakat guna mendalami berbagai hal keilmuan yang bernilai kebaikan dan kemanfaatan dalam membangun peradaban. Masjid juga sebagai tempat kaum muslimin meneguhkan niat dalam melakukan perubahan diri dan pengembangan kapasitas dirinya menuju pribadi yang berkualitas.
Dalam pengertian diatas itulah maka tindakan menghalang-halangi, penolakan, persekusi, dan segala tindakan disruptif lainnya adalah sesuatu yang sangat dilarang keras dalam pandangan Islam, sebagaimana kerasnya ancaman dalam surat al Baqarah ayat 114 tersebut, karena hal demikian dapat merusak dan mengganggu terwujudkan upaya membangun peradaban kebaikan bagi ummat manusia.
Untuk itu, Islam sebagai jalan hidup (way of life) memberikan arahan tentang cara dalam menangkal tindakan distruptif ini sebagaimana disebutkan dalam teks-teks wahyu, yaitu antara lain :
Pertama, Menetapkan iman sebagai bangunan dasar persaudaraan. Hal utama dan terpenting dalam sudut pandang islam atas seseorang adalah keimanannya sebab nilai keimanan sangat sentral dalam wordview islam. Keimanan seseorang telah menjadi jaminan bagi seseorang untuk dijaga dan dihormati harga diri, harta dan jiwanya. Sehingga melakukan tindakan disruptif terhadap ummat Islam merupakan tindakan yang sangat tidak patut dan berdosa. Sebagaimana dalam cuplikan khutbah nabi saat haji wada’ (haji perpisahan).
عن ابن عباس رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ النَّاسَ يَوْمَ النَّحْرِ فَقَالَ: (( يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟ قَالُوا: يَوْمٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَأَيُّ بَلَدٍ هَذَا؟ قَالُوا: بَلَدٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَأَيُّ شَهْرٍ هَذَا؟، قَالُوا: شَهْرٌ حَرَامٌ ، قَالَ: فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فَأَعَادَهَا مِرَارًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ – قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى أُمَّتِهِ – فَلْيُبْلِغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ ، لاَ تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ )) رواه البخاري .
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hari Idul Adha. Beliau bersabda: “Wahai manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: “Hari ini hari haram (suci)”. Nabi bertanya lagi: “Lalu negeri apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini tanah haram (suci)”. Nabi bertanya lagi: “Lalu bulan apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini bulan suci”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, adalah haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini”. Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang lalu setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: “Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Maka demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh wasiat tersebut adalah wasiat untuk ummat beliau”. Nabi bersabda: “Maka hendaknya yang hari ini menyaksikan dapat menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku, sehingga kalian satu sama lain saling membunuh”. (HR. Al Bukhari).
Kedua, Islam menetapkan konsep hubungan antar sesama muslim bahwa seorang muslim itu bersaudara. Sehingga tidaklah pantas sesama saudara menunjukkan sikap disruptif, saling menganiaya dan merugikan antar keduanya dalam interaksi dan komunikasi antar mereka. Bahkan dianjurkan untuk menjadi bagian utuh bagai satu tubuh yang saling menguatkan. Sebagaimana sabdanya:
اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى هَهُنَا. يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh tidak menzaliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini. – Beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali-. (kemudian beliau bersabda lagi:) Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain; haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. (HR. Muslim)
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan. (Muttafaq ‘Alaihi)
Ketiga, menjadikan mekanisme taushiyah sebagai cara untuk saling mengingatkan dan saling tolong menolong dalam kebaikan, sehingga tidak perlu terjadi tindakan disruptif terhadap sesama muslim.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan melampaui batas.” (QS. Al Maidah: 2)
Keempat, jika ada kesalahan atau keburukan pada orang lain maka seorang muslim harus bersikap bijak dengan fokus pada kesalahannya dan bukan pada pribadi orangnya.
Kelima, tetap berlaku adil sekalipun terhadap orang lain yang berbeda keyakinan atau tidak kita sukai, atau kita benci, maka keadilan bersikap harus tetap lebih didahulukan. Sebagaimana Firman Allah swt :
… وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوكُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
… Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. (QS. Al-Ma’idah, Ayat 2)
Demikianlah panduan risalah kenabian (prophetic treatise) dalam menyelesaikan konflik antar manusia dengan menekankan agar tidak melampaui batas dalam kebencian yang berakibat pada rusaknya pola hubungan komunikasi dan interaksi antar manusia, sebab Islam lebih menekankan pentingnya komunikasi yang harmonis guna mewujudkan realitas masyarakat madani yang beradab.
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar