Kanal24, Malang – Sampah organik merupakan salah satu permasalahan serius yang mengancam lingkungan dan kesehatan manusia. Sampah organik terdiri dari sisa-sisa makanan, tumbuhan, dan bahan-bahan organik lainnya yang mudah membusuk. Meskipun sampah organik secara alami dapat terurai, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan berbagai bahaya. Diantaranya peningkatan produksi gas rumah kaca, kontaminasi air tanah dan air permukaan, peningkatan penyebaran penyakit, peningkatan populasi hama, dan pencemaran udara.
Oleh karena itu, Komunitas EcoLiving mengajak para Ibu Rumah Tangga mengolah sampah sisa makanan atau sampah organik agar bermanfaat dan tidak merusak lingkungan.
Sampah organik dibagi menjadi dua jenis. Pertama, sampah organik kering yang biasanya dihasilkan oleh petani yang baru panen, seperti sisa daun atau serbuk kayu yang oleh petani diolah kembali dengan dimasukkan tanah dan menjadi pupuk. Kedua, sampah organik basah yang merupakan sampah sisa makanan dan mengandung air tinggi dan belum diolah dengan benar karena Ibu Rumah Tangga biasanya hanya membuang sampah organik mereka ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Mahasiswa FP UB sebagai salah satu anggota Komunitas EcoLiving, Christoforu (Dok. Komunitas EcoLiving)
Melihat hal ini, salah satu anggota Komunitas EcoLiving yang merupakan Mahasiswa Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB), Christoforu mewakili komunitasnya menceritakan bagaimana ia bersama teman-temannya yang tergabung dalam Komunitas EcoLiving mengajak Ibu Rumah Tangga (IRT) di beberapa kawasan yang ada di Kota Malang untuk mengenal dan mengolah sampah organik atau sampah rumah tangga agar bermanfaat.
Christoforu mendapatkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang bahwa Malang menjadi kota penghasil sampah organik atau sampah makanan terbanyak kedua di Indonesia. Sehingga, ia bersama timnya mengajak para ibu di beberapa kawasan yang ada di Malang untuk mengolah sampah dengan teknik komposting.
“Jadi bersama ibu rumah tangga untuk mengolah sampah rumah tangga dengan teknik Komposting. Sampah-sampah kita terima dan kita olah menjadi bubur. Lalu dicampur dengan tanah,” kata Christoforu.
Baca juga :
Tahun 2029 Indonesia Targetkan Penghentian Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Mengenal EcoLiving, Komunitas Pengelola Sampah Organik Inovasi Mahasiswa FP UB
Teknik komposting merupakan teknik untuk mereduksi sampah organik menggunakan cacing. Jadi, komunitas EcoLiving menerima sampah makanan rumah tangga dari ibu-ibu. Lalu, sampah tersebut dihancurkan hingga berbentuk bubur dan dicampur dengan tanah dan bahan Effective Microorganism 4 (EM4). Lalu, menjadi makanan cacing. Keuntungan dari teknik komposting ini akan mendapatkan keuntungan dari penjualan cacing tanahnya. Selain itu, juga dapat menjual media cacingnya juga.
Hasil budidaya cacing tanah oleh para ibu rumah tangga dari Rampal, Malang (Dok. Komunitas EcoLiving)
“Kita melakukan pelatihan untuk ibu-ibu melakukan budidaya cacing tanah dan para ibu antusias apalagi mendapatkan keuntungan dari penjualan cacing tanahnya,” terang Christoforu.
Meski begitu, agar para ibu tetap konsisten mengumpulkan sampah organik ke EcoLiving untuk diolah. Para ibu mendapatkan kartu kendali yang dapat diisi dengan tanggal penyetoran dan berat sampah organik. Lalu, sampah organik tersebut akan dikalkulasikan waktu panen hari raya sebagai reward.
Melalui kegiatan budidaya cacing tanah dari pengolahan sampah organik ini, Christoforu bersama komunitas EcoLiving berharap semakin banyak ibu rumah tangga yang mengerti cara mengolah sampah organik dari sisa makanan untuk mengurangi sampah organik yang tidak terolah. Ia bersama komunitasnya juga berharap dapat melakukan perluasan kawasan ke para ibu rumah tangga di Kota Malang. (nid)
Komunitas EcoLiving dan para Ibu Rumah Tangga Rampal, Malang (Dok. Komunitas EcoLiving)
Baca juga
Tahun 2029 Indonesia Targetkan Penghentian Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Mengenal EcoLiving, Komunitas Pengelola Sampah Organik Inovasi Mahasiswa FP U