KANAL24, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga dan investasi (pembentuk modal tetap bruto/PMTB) menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi triwulan I 2022 dari sisi pengeluaran. Konsumsi rumah tangga berkontribusi 2,35 persen dan investasi sebesar 1,33 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,01 persen pada periode itu.
Kepala BPS, Margo Yuwono, menjelaskan konsumsi rumah tangga konsisten menjadi penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini menegaskan bahwa sektor ini harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah agar kedepan konsumsi rumah tangga tetap menjadi andalan bagi pertumbuhan ekonomi.
Menurut Margo, pada triwulan I 2022 konsumsi rumah tangga tumbuh 4,34 persen dengan besaran distribusi mencapai 53,65 persen. Pertumbuhan yang tinggi ini sejalan dengan semakin longgarnya mobilitas masyarakat seiring semakin terkendalinya wabah Covid-19.
“Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2022 tumbuh cukup tinggi, penyebabnya karena faktor mobilitas penduduk yang semakin baik sehingga meningkatkan konsumsi masyarakat. Di sisi lain juga telah melakukan konsumsi di sektor tersier seperti hotel, angkutan dan lainnya,” ungkap Margo dalam konferensi pers virtual, Senin (9/5/2022).
Sementara itu investasi tumbuh 4,09 persen dengan distribusinya mencapai 30,44 persen pada periode itu. Dijelaskan pertumbuhan tingkat invetasi didorong oleh penjualan semen di dalam negeri yang tumbuh signifikan. Kemudian juga dipicu oleh peningkatan penjualan kendaraan untuk barang modal.
Selanjutnya untuk net ekspor tercatat memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,82 persen. Untuk belanja pemerintah, andilnya sangat minim bahkan tingkat pertumbuhannya mengalami kontraksi 7,74 persen pada periode itu. Ini dipicu oleh penurunan belanja pemerintah untuk barang dan sosial lantaran pandemi yang semakin terkendali.
“Konsumsi pemerintah terkontraksi karena belanja barang dan sosial menurun seiring kondisi pandemi yang makin baik. Kita tahu tahun lalu kasus melonjak tinggi sehingga pemerintah alokasikan belanja barang dan sosial untuk penanganan covid sangat tinggi. Tapi sekarang karena kondisi membaik maka belanjanya berkurang,” pungkasnya.(sdk)