Kanal24, Malang – Kedaulatan pangan di Indonesia, perlu adanya peninjauan kembali mulai dari pola kebijakan pemerintah, efektivitas kebijakan pemerintah, bahkan pola perubahan ekonomi yang terjadi.
Sebagai salah satu bentuk tinjauan tersebut, BEM Fakultas Pertanian UB menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional dengan tema, “Dialog Kedaulatan Pangan dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045” di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya pada Senin. (10/4/2024)
Seminar Nasional ini juga menjawab keresahan para akademisi dan mahasiswa terhadap permasalahan pangan, salah satunya terkait kejelasan food estate. Dekan Fakultas Pertanian UB, Prof. M. Purnomo, S.P., M.Si. Ph.D (Dekan Fakultas Pertanian UB) mempertanyakan arah program kedaulatan pangan food estate yang hampir berpuluh-puluh tahun tidak membuahkan hasil dan minimnya keterlibatan para institusi.
“Kenapa tidak ada debat dan diskusi di kampus untuk mengkritisi dan mempertanyakan arahnya kemana kedaulatan pangan, apakah cukup dengan estate atau apakah membangun secara sistemik?. Seharusnya dibangun dari sumber daya manusia, tata ruang, yang kemudian sampai kepada infrastruktur. Seperti jaman dulu dimana kedaulatan pangan pernah kita peroleh, melibatkan para cendikiawan, ” ujar Prof. Purnomo.
Prof. Mangku Purnomo, Ph.D (Dekan FP UB) dalam Seminar Nasional Dialog Kedaulatan Pangan (Sukana/Kanal24)
Berbeda dengan zaman dahulu, dimana pemerintah melibatkan institusi dalam memperkuat negara. 10 tahun terakhir, pelibatan akademisi hanya sebagai tim sukses yang berada di balik suatu politisi, tanpa adanya responsibility dari institusi.
“Keterlibatan akademisi sekarang dianomalikan semacam diculik oleh politisi untuk menjadi staf ahli yang kemudian akan bersuara terkait kebijakannya. Kalau zaman dulu, keterlibatan akademisi ada dua, yaitu sebagai teknokratik dan institusi. Sehingga, apabila terjadinya kegagalan, yang gagal adalah instansinya karena membawa nama instansi. Jadi yang gagal juga institusinya dalam memperkuat negara.” jelas Prof. Purnomo
Prof. Purnomo menambahkan, Agenda lainnya yang melatarbelakangi diadakannya acara ini juga sebagai dorongan agar kedaulatan pangan dengan fakultas pertanian selaras. Mencoba melakukan suatu perubahan mendasar tentang visi fakultas pertanian Indonesia, supaya betul-betul bisa berkontribusi kepada pembangunan bangsa terutama peningkatan pencapaian pangan menjadi lebih tertata.
“Saat ini, protein sudah disediakan di lab, tidak lagi dari sapi. Karbohidrat sebentar lagi juga tidak diproduksi dengan akar, melainkan dengan pemuliaan-pemuliaan lainnya, Bisa jadi, nantinya produksi karbohidrat dilakukan di lab dengan teknologi tanpa menggunakan akar. Inilah yang harus kita rebut dan kuasai, sehingga bisa menjadi pemimpin pangan di dunia.”
Prof. Purnomo berharap kedepannya kepada akademisi untuk tidak mudah dibeli sebagai tulang punggung dari para politisi untuk menjudgement kebijakannya. Tetapi lebih berada pada posisi yang setara, berdiskusi dan mewakili institusi yang menyumbangkan pemikirannya.
“Semoga kegiatan seminar ini menjadi titik awal yang baik bagi kedaulatan pangan di Indonesia dan membawa perubahan yang baik, karena perubahan adalah suatu keharusan yang disongsong secepat-cepatnya,” tuturnya (rbs)