Suatu ketika ada seorang dosen bertanya pada mahasiswanya tentang berapa berat gelas yang ada isi air yang sedang dia pegang saat menunjukkannya di hadapan mereka. Dengan antusias para mahasiswa memberikan jawaban beragam. Ada dari mereka menjawab beratnya sekitar 10 ons, ada pula yang menjawab setelah liter, 1 kilogram dan beragam macam jawaban lainnya. Namun sang dosen memberikan jawaban luar biasa di luar dugaan para mahasiswa, “Sesungguhnya berat gelas ini bukan masalah utama. Beratnya tergantung berapa lama saya memegang gelas ini”, demikian jawab sang dosen. Semua mahasiswa mengangguk anggukkan kepala tanda paham atas apa yang akan disampaikan sang dosen.
Lalu sang dosen melanjutkan argumumentasinya, “Jika saya memegang gelas ini selama satu menit, mungkin memang tidak ada efeknya. Tapi jika saya pegang 1 jam maka lengan saya mulai terasa sakit. jika saya pegang seharian maka lengan saya akan kaku dan mati rasa. Berat dari gelas tidak berubah, tapi makin lama dipegang maka akan makin berat. Stress dan kekhawatiran hidup seperti gelas ini…”, demikian penjelasan sang dosen. Para mahasiswa semakin terdiam dan mulai mendapatkan pencerahan.
Demikianlah masalah, jika kita membawanya dalam pikiran kita dan memikirkannya sebentar, tentu tidak akan jadi beban. Namun jika memikirkannya agak lama maka akan mulai terasa berat. Bahkan apabila kita memikirkannya terus menerus maka kesulitan demi kesulitan akan terus menghampiri hingga diri kita tidak sanggup bergerak untuk menyelesaikannya.
Demikianlah sifat dari masalah, apabila terus dipikirkan maka akan semakin menakut-nakuti diri kita dan masalah akan semakin membesar dan menghimpit diri kita, hingga menelan habis keberanian kita untuk bangkit dan keluar dari masalah. Untuk itu letakkan gelas anda, jangan berlama-lama memegang dan membawanya, cukup sekedarnya saya. Bolehlah bersedih, namun sekedarnya saja. Letakkan gelas itu segera, lupakan masalah, kemudian bangkit dan bekerjalah kembali, sibukkan diri dengan aktifitas.
Sadarilah bahwa masalah cara Allah swt untuk memastikan bahwa kita layak disebut orang beriman. Karena keimanan itu butuh pengujian, dan mengujinya adalah dengan menghadirkan masalah.
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (QS. Al-Ankabut : 2)
Keimanan perlu diuji untuk mengetahui kualitasnya. Sehingga semakin berat ujian menandakan semakin tinggi kualitas keimanan. Karenanya, ujian terberat pasti dihadapi oleh para nabi, kemudian para ulama dan pemimpin, baru kemudian mereka yang berjuang di jalan para nabi. Semua mereka akan diuji dengan beragam level ujian berdasarkan level keimanannya. Karena itu, kunci segala persoalan adalah kesabaran. Bersabar berarti berdiam diri atas masalah yang dihadapi. Saat masalah menghadang, maka diamlah sejenak lalu bergeraklah kembali. Bersabar adalah cara berdiam sejenak atas masalah dengan meletakkannya di meja dan tidak terus menerus memegangnya agar diri kita bebas bergerak mewujudkan beragam impian yang ada di hadapan.
Demikianlah Allah swy telah menetapkan untuk diri kita, bahwa sabar dan shalat adalah solusi atas segala sesuatu, sebagaimana Firman-Nya :
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, ( Al-Baqarah : 45)
Sabar dan shalat, keduanya berada dalam gelombang ketenangan, relaksasi, yang akan mengarahkan diri pelakunya memperoleh suasana penuh bahagia. Demikianlah solusi rabbaniy atas persoalan hidup manusia. Semoga Allah swt memberikan bimbingan kepada diri kita dan menjadikan hidup kita dalam kebahagiaan di dunia hingga akhirat. Aamiiin….
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar