oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Perintah untuk saling kenal mengenal adalah perintah Tuhan Sang Pencipta kepada manusia sebagai konsekwensi atas terciptanya manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dan dari keduanya berkembang biak ummat manusia hingga mereka hidup bersama yang kemudian terbentuk kelompok, suku-suku hingga suatu bangsa. Sejak awal manusia dicipta dari jenis yang berbeda namun dengan satu maksud tujuan yang sama, yaitu untuk mengabdikan dirinya (ibadah) pada Tuhan Sang Pencipta. Ibadah adalah melayani. Sebagaimana dalam teks sumber wahyu disebutkan:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. Al-Hujurat, Ayat 13)
Apabila pesan ayat ini ditarik dalam ranah kajian komunikasi publik maka hal ini memberikan suatu kesan bahwa ada perintah yang kuat dari Tuhan tentang pentingnya upaya saling mengenal dalam pelaksanaan pelayanan publik (ibadah). Artinya proses kenal terjadi dalam konteks yang mutual, yaitu suatu organisasi layanan harus mampu mnngenali publiknya dengan baik, sebaliknya pula publik harus juga mampu mengenali kemampuan organisasi dengan baik.
Pada sisi pengelanan pertama adalah berada pada ranah pemberi layanan yaitu suatu organisasi wajib mengenali publiknya secara detail agar proses pemberian layanan dapat tercapai dengan baik sesuai kebutuhan, keinginan dan harapan.
Disisi yang lain publik juga perlu mengetahui dan memahami tentang sejauh mana kemampuan yang dimiliki oleh suatu organisasi layanan sehingga dapat bersedia untuk memahami keterbatasan yang ada. Proses saling mengenal (ta’aruf) membutuhkan kesediaan kedua belah pihak untuk bergerak keluar dari zonanya masing-masing kemudian saling mendekat untuk dapat memahami lebih dekat dari potensi dan kebutuhan kedua belah pihak.
Konsep li ta’aarafuu memberikan sebuah pemahaman bahwa seorang petugas layanan harus bersedia membuka ruang pada dirinya untuk menerima kehadiran orang lain agar bisa saling mengenal. Sehingga manakala setiap orang bersedia saling mengenal maka akan membuat keduanya bisa saling memahami atas berbagai kebutuhan yang dimiliki pada masing-masingnya sehingga keduanya dapat bekerja sama dengan lebih baik lagi atas dasar saling pengertian tadi. Sehingga sejatinya partisipasi adalah kesediaan setiap individu untuk membuka ruang saling memberikan kontribusi atas dasar pengertian yang sama.
Dua keterampilan penting di dalam melakukan proses pengenalan dan pendalaman terhadap publik adalah kemampuan bertanya yaitu untuk mendalami dan mengetahui tentang orang lain terkait dengan berbagai hal yang dibutuhkan dalam upaya memudahkan pelayanan dengan cara memberikan informasi yang diperlukan (give good information). Kedua adalah kemampuan mendengar yaitu kesediaan untuk mendapatkan informasi melalui mendengarkan segala hal yang diungkapkan publik atas apa saja yang diinginkan sehingga informasi menjadi lebih detail (get good information). kedua kemampuan ini manakala dikelola dengan baik dan penuh pengertian.antara dua kelompok tersebut maka akan mampu mengarahkan pada upaya pengenalan (taaruf) yang baik antar kedua belah pihak sehingga tercipta realitas komunikasi pelayanan yang mutual.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB