Kanal24, Blitar – Pembakaran jerami padi yang lazim dilakukan petani setelah panen kerap menimbulkan polusi udara, merusak kesuburan tanah, dan mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Menanggapi persoalan tersebut, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) menginisiasi program pembuatan ecoenzyme fermentasi kompos dari jerami padi di Desa Bokor, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Kegiatan ini dirancang untuk mengedukasi dan mempraktikkan secara langsung bagaimana limbah jerami padi yang selama ini dianggap tak berguna dapat diubah menjadi pupuk organik bernilai tinggi dengan bantuan ecoenzyme. Program ini dijalankan oleh Mochammad Nezar Muzaki Arizal bersama petani lokal dan dilaksanakan di Lumbung GAPOKTAN Desa Bokor.
“Kami ingin menunjukkan bahwa jerami padi bukan sekadar limbah, tetapi bisa menjadi sumber nutrisi penting bagi tanaman. Dengan teknik fermentasi ecoenzyme, petani bisa menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Mochammad Nezar Muzaki Arizal, mahasiswa KKN FP UB di Desa Bokor.
Dari Limbah Menjadi Sumber Nutrisi Tanaman
Setiap musim panen, Desa Bokor menghasilkan limbah jerami padi dalam jumlah besar. Alih-alih dibakar, jerami kini dimanfaatkan sebagai bahan dasar pupuk padat melalui teknik fermentasi dengan ecoenzyme.
Ecoenzyme sendiri merupakan cairan hasil fermentasi sisa organik seperti kulit buah, air, dan gula, yang selama ini dikenal sebagai pembersih alami. Melalui program ini, cairan tersebut dimanfaatkan untuk mempercepat proses pengomposan jerami, memperkaya kandungan nutrisinya, dan membantu regenerasi mikroba tanah.
Edukasi Langsung dan Partisipatif di Lahan Petani
Rangkaian kegiatan dimulai dari sosialisasi, simulasi, hingga pendampingan teknis. Mahasiswa tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga mengajak petani secara langsung mencampur jerami cincang dengan larutan molase, EM4, dan air, kemudian memfermentasikannya dalam toples tertutup selama 7–14 hari.
Respon petani sangat positif. Mereka tidak hanya antusias mempraktikkan proses pembuatan, tetapi juga aktif dalam sesi tanya jawab. Beberapa petani menyampaikan ketertarikan untuk menerapkan metode ini secara mandiri di musim tanam berikutnya.
Menuju Pertanian Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan
Program ini memiliki sejumlah tujuan strategis, mulai dari mengurangi praktik pembakaran jerami, meningkatkan kesuburan tanah secara alami, hingga mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia. Selain itu, program ini juga dirancang untuk membekali petani dengan keterampilan baru dan mendorong terjalinnya kolaborasi berkelanjutan antara akademisi dan masyarakat tani.
Seiring waktu, penerapan metode ini diharapkan mampu menggantikan cara-cara konvensional yang berpotensi merusak lingkungan. Lebih dari itu, program ini diharapkan menjadi model pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal yang dapat direplikasi di berbagai desa lain.
Dampak awal dari program ini mulai terlihat. Petani mulai mengurangi kebiasaan membakar jerami, dan beberapa di antaranya telah mengadopsi metode pembuatan pupuk organik secara rutin.
Kegiatan ini tidak hanya memberi ilmu baru kepada petani, tapi juga menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap proses pertanian yang lebih ramah lingkungan.
Dengan semangat gotong royong, program ini menunjukkan bahwa solusi lingkungan bisa lahir dari desa. Mahasiswa berharap inisiatif ini dapat terus dilanjutkan oleh warga, didukung oleh pemerintah desa dan komunitas pertanian agar pertanian Indonesia tak hanya produktif, tetapi juga berkelanjutan.(Din)