KANAL24, Malang – Glaukoma merupakan penyebab kebutaan irreversibel atau permanen kedua di Indonesia bahkan di dunia, yang ditandai dengan rusaknya sel ganglion retina yang tidak dapat diperbaiki. Perawatan bedah umum untuk glaukoma disebut trabeculectomy yang dilakukan dengan cara mengangkat bagian trabekuler mata untuk membuat saluran baru di bawah sklera, sehingga aqueous humor dapat diserap kembali ke dalam tubuh untuk menurunkan tekanan intraokuler.
Setelah operasi, jaringan yang sedikit terangkat karena cairan yang lewat yang disebut “bleb” akan muncul. Pengukuran bleb diperlukan untuk mengetahui keberhasilan operasi. Namun faktanya, dokter mata menilai ketinggian bleb tersebut secara subjektif. Sehingga pada trabeculectomy terdapat komplikasi yang tidak jarang terjadi, salah satu contohnya yaitu fibrosis pada jaringan episklera.
Lima mahasiswa UB yang berasal dari FK, FT, dan FILKOM yakni M. Fakhri Al Faruq sebagai ketua, Yusuf Giri Asmara, Syahrillah Mardiyyah Ahyani, Rakha Ghilman, dan Utara Setya sebagai anggota, dibawah bimbingan dr. Eriko Prawestiningtyas, Sp.F. menawarkan sebuah solusi yang tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan terkait penilaian subjektif dokter dan menjadi inovasi teknologi masa depan.

Solusi tersebut adalah sistem kamera 3D dengan program image processing yang terhubung antara slit lamp dengan monitor.
“Kami merancang alat ini dengan system kamera 3D sehingga memudahkan dokter dalam melakukan pemeriksaan dan mengambil keputusan,” kata Ketua Tim M. Fakhri Al Faruq, Rabu (18/8/2021).
Alat ini dimodifikasi dengan menggunakan program image processing agar tidak hanya menghasilkan data secara kualitatif namun juga data kuantitatif, karena pada monitor akan ditampilkan data dimensi bleb pada bola mata pasien. Program ini akan bekerja dengan cara mengumpulkan data gambar dalam bentuk 2D terlebih dahulu. Program tersebut akan membuat cahaya dari light beam berbentuk garis tipis, kemudian kamera akan mulai menangkap gambar. Garis cahaya dari light beam akan bergerak secara otomatis untuk memindai mata pasien. Setelah semua permukaan terpindai (scan) yakni telah terlewati oleh cahaya dari light beam dan tertangkap oleh kamera, maka program image processing akan bekerja. Program melakukan segmentasi benjolan mata dimana program tersebut akan membuat gambar-gambar yang sudah dikumpulkan akan direkonstruksi menjadi bentuk 3D. Dari hasil rekonstruksi, tentunya kita dapat menghitung ukuran pasti dari benjolan mata tersebut berdasarkan skala data gambar yang akan ditampilkan pada monitor.
Karya ini berhasil mendapatkan pendanaan riset dari Kementrian Pendidikan dalam ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta. Tim ini akan melanjutkan perjuangannya menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke 34 tahun ini.
“Saya berharap inovasi tim kami ini menjadi solusi di masa depan dan dapat dikembangkan di perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan sebagai salah satu cara mewujudkan perkembangan di sektor kesehatan. Sehingga mampu mendorong kegiatan pengembangan penemuan baru di bidang teknologi yang bermanfaat bagi fasilitas kesehatan demi menunjang kesehatan Indonesia yang lebih unggul,” pungkas Fakhri. (sdk)