Kanal24, Malang — Di tengah derasnya arus dakwah digital yang membanjiri ruang media sosial, pesan tentang kesantunan dan etika dalam berdakwah kembali mengemuka. Era serba daring memang memudahkan umat Islam untuk mengakses kajian keagamaan di mana pun dan kapan pun. Namun di sisi lain, muncul tantangan baru: bagaimana memastikan nilai dakwah tetap mencerminkan akhlak Rasulullah.
Pesan inilah yang diangkat dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang mengangkat tema “Kesantunan Rasulullah sebagai Bekal Dakwah di Era Digital.” Acara yang digelar oleh Majelis Taklim Nurul Iman di kediaman Rita Anggraini, S.AB., M.AB. ini berlangsung khidmat dan penuh kehangatan, dengam menghadirkan Ustaz Syamsul Arifin, M.Pd., Sabtu (27/9/2025).

Lantunan shalawat diiringi irama hadrah bergema mengawali rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Suasana penuh khidmat itu memancarkan semangat kebersamaan dan kecintaan para jamaah kepada Rasulullah.
Dalam suasana hangat ini, Ustaz Syamsul Arifin menyampaikan tausiyah tentang pentingnya meneladani kesantunan Rasulullah sebagai bekal utama berdakwah di era digital, di mana pesan kebaikan dapat menyebar luas sekaligus berpotensi disalahartikan.
Dengan gaya ceramah yang ringan, interaktif, dan jenaka, Ustaz Syamsul Arifin mengajak jamaah untuk merenungi kembali makna dakwah yang sejati—bukan sekadar viral di dunia maya, tetapi menyentuh hati dan membawa rahmat bagi semesta.

Dakwah di Tengah Dunia Digital
“Kalau bicara digital, berarti kita bicara internet—bisa lewat media, komputer, laptop, atau smartphone,” tutur Ustaz Syamsul Arifin. “Alhamdulillah, sekarang handphone kita sudah cerdas. Tapi karena terlalu cerdas, kadang kita yang jadi bodoh kalau tidak hati-hati.” Tawa jamaah pun pecah. Namun, keheningan segera kembali ketika sang ustaz menambahkan,
“Sekarang foto dua orang bisa digabung, bisa berpelukan. Kalau suami istri tidak apa-apa, tapi kalau bukan, ini bahaya. Maka penting tahu bagaimana berdakwah dan bersikap di era digital ini.”
Ustaz Syamsul menegaskan bahwa dunia digital adalah ladang dakwah baru, sekaligus ujian bagi umat. Teknologi, katanya, memberi peluang luar biasa untuk menyebarkan kebaikan tanpa batas ruang dan waktu.
“Sekarang kita bisa ngaji di mana saja. Mau di rumah, di kantor, bahkan sambil masak. Cukup buka YouTube, kita bisa mendengarkan ceramah dari ulama mana pun,” jelasnya.

Antara Peluang dan Bahaya Dunia Maya
Namun, di balik kemudahan itu, ada jebakan yang tak kalah besar. “Banyak orang sekarang tertipu karena tidak tabayun. Ada yang kirim pesan minta transfer uang pakai foto ustaz, padahal bukan. Ada juga video yang disunting, suaranya diubah. Kalau kita tidak hati-hati, bisa ikut menyebarkan kebohongan,” tegasnya.
Ustaz Syamsul Arifin menekankan pentingnya tabayun — memeriksa kebenaran sebelum membagikan informasi. “Kalau ada berita viral, jangan langsung disebar. Ukurannya bukan viral, tapi benar. Kalau tidak tahu manfaatnya, lebih baik diam. Karena setiap yang kita kirim, setiap jempol kita gerakkan, ada catatannya di sisi Allah,” pesannya.

Kesantunan dan Kehati-hatian
Suasana pengajian semakin hidup ketika Ustaz Syamsul melontarkan pertanyaan ringan.“Kalau Bapak Ibu dapat video ustaz, langsung percaya apa enggak?” tanyanya.
Sebagian jamaah tersenyum, sebagian lagi menggeleng. “Nah itu, jangan mentang-mentang tampil bersurban dan bertasbih langsung kita anggap benar. Sekarang banyak yang kelihatannya alim, padahal cuma pintar kamera,” ujarnya disambut tawa.
Namun di balik canda, terselip pesan mendalam: kesantunan dan kehati-hatian adalah inti dari dakwah Rasulullah.
“Nabi itu kalau berdakwah tidak memukul, tapi merangkul. Kalau ada orang Badui kencing di masjid, Nabi tidak marah. Beliau menasihati dengan lembut. Itulah etika berdakwah yang harus kita teladani, baik di dunia nyata maupun digital,” jelasnya.

Teknologi Sebagai Ladang Amal
Tak hanya mengingatkan soal bahaya, Ustaz Syamsul juga mengajak jamaah memanfaatkan teknologi untuk dakwah positif.
“Saya tiap malam Jumat ngaji lewat streaming, jamaahnya dari Malaysia, Hong Kong, sampai Singapura. Mereka para TKW yang ingin tetap dekat dengan agama. Bayangkan, dari ruang kecil di Malang, dakwah bisa sampai ke luar negeri. Ini bukti bahwa teknologi juga membawa barokah,” ucapnya penuh syukur.
Dengan gaya yang cair dan komunikatif, Ustaz Syamsul Arifin memadukan candaan dengan ajaran akhlak, membuat jamaah terlibat aktif dari awal hingga akhir.
Jejak Digital yang Bernilai Pahala
Di akhir tausiyah, ia mengajak jamaah untuk tidak takut menghadapi kemajuan zaman.
“Gunakan teknologi untuk kebaikan. Kita jadikan dunia digital ini sebagai ladang amal. Sekecil apa pun kebaikan yang kita tulis, rekam, atau bagikan, akan menjadi jejak pahala yang bisa dilihat oleh anak cucu kita kelak,” ujarnya disambut lantunan shalawat badar.

Rita Anggraini, tuan rumah acara, menyampaikan rasa syukur atas kegiatan tersebut. “Kami senang karena Ustaz Syamsul mampu menyampaikan dakwah dengan ringan tapi mengena. Banyak jamaah yang merasa tercerahkan,” tuturnya.
Acara ditutup dengan doa bersama dan suasana penuh kekeluargaan. Beberapa jamaah tampak berdiskusi ringan tentang isi ceramah sambil menikmati teh hangat. “Saya baru sadar, kalau kita asal kirim pesan tanpa tahu sumbernya, itu bisa jadi dosa juga,” kata salah satu jamaah.
Lewat gaya yang lugas, hangat, dan jenaka, Ustaz Syamsul Arifin berhasil mengingatkan bahwa dakwah di era digital bukan sekadar menyebarkan pesan, tapi menjaga akhlak, adab, dan kesantunan.
Di tengah derasnya arus informasi, ajaran Rasulullah tetap menjadi kompas moral umat Islam agar tetap santun, bijak, dan rahmatan lil alamin — di dunia nyata maupun dunia maya.(Din)










