KANAL24, Malang – Tidak semua kata manipulasi berkonotasi negatif. Salah satunya adala manipulasi habitat ala Bambang Tri Rahardjo yang berbuah gelar profesor. Rekayasa manipulasi habitat dapat dilakukan untuk mengembalikan keseimbangan alam. Diungkapkan oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Tri Rahardjo, SU pada konferensi pers pengukuhan profesor, hari ini (19/11/2019) di Universitas Brawijaya. Bambang memaparkan, Salah pengertian terhadap definisi hama, menyebabkan masyarakat begitu khawatir bahwa setiap binatang pasti akan menjadi masalah (entomophobia). Tindakan selanjutnya pasti akan dilakukan penyemprotan dengan pestisida.
Pengertian hama tanaman seringkali rancu dengan pengertian penyakit tanaman. penyebab hama adalah binatang tetapi ada unsur kerugian ekonominya. Sebab mungkin saja suatu tanaman rusak karena dimakan binatang, tetapi jika tidak menimbulkan kerugian ekonomi, berarti binatang tersebut bukan disebut sebagai hama. Sebagai contoh, serangan ulat Cricula trifenestrata pada tanaman alpukat yang sampai menghabiskan seluruh daun tanaman, tetapi justru membuat tanaman berbuah Iebat. Hal ini, karena ulat mengandung enzim dan kotoran (fras) yang memberikan tambahan nutrisi bagi tanaman alpukat itu sendiri.
Manipulasi habitat dalam perspektif pengelolaan hama tanaman penting dilakukan karena sampai saat ini, umumnya petani masih menggunakan pestisida secara intensif dalam sistem budidaya tanaman. Sehingga berdampak buruk karena matinya berbagai jenis binatang bermanfaat.
“Di alam telah tersedia faktor pengendali alami (natural control) tetapi terabaikan akibat sistem budidaya tanaman yang tidak ramah lingkungan. Perlu upaya untuk menumbuh kembangkan faktor pengendali alami melalui manipulasi habitat (Ecological engineering), sehingga keseimbangan alam akan kembali normal,” terang Bambang.
Lanjutnya, manipulasi habitat merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan keseimbangan alam dalam agroekosistem. Berbagai contoh pengendalian hama melalui manipulasi habitat antara lain budidaya tanaman sehat atau pertanian organik, pertanian ramah lingkungan, penanaman tumbuhan untuk menarik serangga bermanfaat, seperti tanaman sejenis sawi, bunga matahari, wortel, marigold, jagung, dan tanaman buncis.
Kajian tentang manipulasi habitat pada tanaman pertanian masih terus dilakukan sampai diperoleh model yang konsisten berdasarkan kondisi agroekologi setempat. Perlu diusulkan masuk dalam undang-undang sistem budidaya tanaman, yang mungkin salah satu klausulnya adalah mengatur tentang pentingnya melakukan manipulasi habitat dalam suatu kawasan atau landscape.
Pakar pertanian UB itu juga memberikan contoh bagaimana melakukan manipulasi habitat. Seperti yang sudah dilakukan di daerah Cilacap yang mana peraturan Bupati menginstruksikan bahwa petani disana diberi burung hantu yang berguna untuk mengusir tikus. Burung hantu ini dalam kurun waktu semalam mampu memangsa hingga 15 ekor tikus, akan tetapi kurangnya sosialisasi ke masyarakat, menyebabkan banyak burung hantu yang diburu. (meg)