Kanal24, Malang – Pada debat calon wakil presiden (cawapres) perdana pekan lalu, rasio pajak atau tax ratio menjadi salah satu bahasan utama. Pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon) untuk periode 2024-2029 memasukkan peningkatan rasio pajak ke dalam visi misi mereka. Dalam upaya meningkatkan pendapatan negara, dua paslon terkemuka, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, menargetkan kenaikan rasio pajak dengan tujuan yang berbeda.
Paslon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), menetapkan target rasio pajak sebesar 13,0% hingga 16,0% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, menetapkan target yang lebih ambisius, yakni kenaikan rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 23%.
Tax ratio, yang merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dan PDB suatu negara, dianggap sebagai indikator kritis dalam menilai kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak. Menurut Kementerian Keuangan, tax ratio memiliki dua definisi di Indonesia, yaitu arti sempit dan arti luas. Arti sempit mencakup pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat dan daerah, sedangkan arti luas melibatkan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) SDA migas, dan PNBP mineral serta batubara.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tax ratio Indonesia mencapai 10,39% terhadap PDB pada tahun 2022, meningkat dari 9,12% pada tahun sebelumnya. Meski mengalami peningkatan, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dhenny Yuartha Junifta, menyoroti tantangan dalam mencapai rasio pajak yang lebih tinggi.
Dikutip dari bisnis.com, Dhenny menyatakan bahwa salah satu kendala utama adalah ketergantungan Indonesia pada sumber pendapatan jangka pendek, seperti penerimaan dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA). Ia juga mencatat bahwa tax ratio pernah mencapai puncak 13,3% pada 2008 dan kini berada di 10,4% pada 2022, dengan peningkatan kedua yang dipicu oleh booming komoditas.
Selain itu, Dhenny menyoroti permasalahan sektor yang masih di bawah target pajak dan adanya insentif besar yang memberikan dampak pada potensi penerimaan pajak. “Ada berbagai insentif perpajakan yang mesti dikelola, karena belanja perpajakan merupakan potensi penerimaan pajak yang akhirnya tidak dapat dipungut karena berbagai regulasi dan insentif yang diberikan pemerintah,” ujar Dhenny.
Debat mengenai rasio pajak ini menjadi bagian integral dari persaingan politik, di mana paslon berusaha menunjukkan komitmen mereka terhadap peningkatan pendapatan negara melalui peningkatan tax ratio. Masyarakat diharapkan untuk mengikuti perkembangan ini, mengingat dampaknya terhadap kebijakan fiskal dan kesejahteraan negara dalam jangka panjang.(din)